Analisis Litbang ”Kompas”: Konfigurasi Koalisi Partai Masih Dinamis
Upaya membangun koalisi partai politik menuju Pemilu 2024 masih sangat cair dan terbuka. Banyak hal bisa terjadi dan bisa mengubah peta politik menuju delapan bulan masa pendaftaran calon presiden.

Setidaknya empat poros koalisi partai politik untuk pengusungan calon presiden dan calon wakil presiden di Pemilu 2024 sudah mulai menunjukkan arahnya. Meskipun demikian, peta koalisi tampak masih sangat dinamis seiring dengan berbagai manuver politik yang terus bergulir.
Di pengujung pekan terakhir Januari 2023, secara resmi Partai Demokrat mengeluarkan pernyataan akan turut mendukung Anies Baswedan sebagai calon presiden pada Pemilu 2024 mendatang.
Pernyataan itu disampaikan langsung oleh Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono sembari juga memberikan kewenangan menentukan sosok calon wakil presiden diserahkan sepenuhnya kepada Anies Baswedan (26/1/2020).
Empat hari kemudian, PKS menyusul memberikan pernyataan serupa. Pencalonan Anies Baswedan untuk maju dalam pemilihan presiden sepenuhnya didukung oleh PKS dengan memberikan hak untuk menentukan sosok calon wakil presiden kepada mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Dua pernyataan, baik dari Demokrat maupun PKS, itu pun menjawab kegamangan selama ini terkait isu kesolidan koalisi perubahan yang dimotori Partai Nasdem tersebut. Sebelumnya, setelah Nasdem resmi mengumumkan untuk mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden, berembus kabar koalisi di antara tiga partai ini akan dideklarasikan pada Oktober 2022.

Namun, hal tersebut batal dilakukan karena diketahui terdapat sejumlah faktor mendasar yang pada saat itu belum menemukan titik kesepakatan untuk koalisi tiga partai tersebut. Salah satunya menyangkut sosok calon wakil presiden yang akan mendampingi Anies.
Koalisi Perubahan itu pun menjadi poros ketiga koalisi partai politik yang terbentuk. Sebelumnya, pada 22 Juni 2022, Partai Golkar, PAN, dan PPP mendeklarasikan gabungannya dalam wadah yang diberi nama Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Koalisi itu terbentuk paling awal dan sampai saat ini belum mendeklarasikan siapa calon presiden yang akan diusung.
Koalisi lain yang terbentuk setelahnya adalah gabungan antara Partai Gerindra dan PKB yang diberi nama Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR). Koalisi kedua partai resmi dideklarasikan pada 13 Agustus 2022.
Sama seperti KIB, deklarasi koalisi juga tak dibarengi dengan pengumuman siapa sosok potensial calon presiden yang akan diusung dalam pemilihan mendatang. Padahal, di satu sisi, internal Partai Gerindra telah menyepakati akan tetap kembali mengusung sang ketua umum Prabowo Subianto maju dalam Pilpres 2024.
Baca juga : Tantangan Soliditas Koalisi Partai Politik
Poros kekuatan
Jika dilihat dengan konfigurasi koalisi sampai dengan hari ini, ada kemungkinan empat pasangan calon presiden yang berpotensi melenggang dalam arena pertarungan. Skenario ini berlangsung jika PDI-P, sebagai partai jawara, akan menjadi pengusung tunggal dalam Pilpres 2024.
Diketahui, PDI-P saat ini memiliki 128 kursi di DPR. Penguasaan itu setara dengan 22,2 persen dari total 575 kursi parlemen, yang berarti sesuai dengan ketentuan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur syarat 20 persen kursi atau 25 persen suara nasional bagi partai politik ataupun gabungan partai politik untuk dapat mengajukan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.
Meskipun demikian, sampai saat ini partai berlogo kepala banteng itu tampak belum mau mengeluarkan pernyataan sikap apa pun terkait pemilihan presiden mendatang.
Berbagai isu mengenai sejumlah tokoh potensial untuk dapat menjadi calon presiden yang berasal dari kader internal partai pun masih terus bergulir dan belum terlihat akan berujung pada satu keputusan final.

Secara komposisi, yang didasarkan pada aspek penguasaan kursi parlemen ini, terbentuknya empat poros gabungan partai ini memang menjadikan peta kekuatan jauh lebih berimbang.
Dalam hitungan secara gamblang, komposisi gabungan pada Koalisi Perubahan yang digawangi tiga partai, Nasdem, Demokrat, dan PKS, menguasai perolehan hingga 163 kursi parlemen atau 28,3 persen dari total seluruh kursi parlemen.
Perolehan kursi parlemen untuk ketiga partai itu pun tak signifikan berbeda. Nasdem dengan 59 kursi, disusul Demokrat dengan 54 kursi, dan PKS 50 kursi parlemen.
Adapun Koalisi Indonesia Bersatu mendapati angka 148 kursi atau 25,8 persen dari total seluruh penguasaan di parlemen. Sumbangsih perolehan kursi paling mendominasi berasal dari Partai Golkar sebanyak 85 kursi. Sementara PAN memiliki 44 kursi dan PPP 19 kursi.
Bagi partai politik, penguasaan kursi menjadi penggambaran paling representatif dari modal kekuatan yang dimiliki partai.
Sementara dalam gabungan Gerindra dan PKB secara jumlah memperoleh 136 kursi atau 23,7 persen. Diketahui Gerindra menguasai 78 kursi parlemen saat ini, sedangkan PKB 58 kursi.
Bagi partai politik, penguasaan kursi menjadi penggambaran paling representatif dari modal kekuatan yang dimiliki partai. Sekalipun tak ada aturan baku, posisi tawar partai tetap berada pada kemampuannya mendulang seluas-luasnya dukungan dan suara publik.
Baca juga : Koalisi Partai Jangan Abaikan Rakyat
Manuver politik
Kini, di tengah kondisi telah mengerucutnya konfigurasi politik yang telah berwujud dalam koalisi partai, basis kekuatan akan dapat semakin terpetakan dengan kontras. Hal inilah yang menjadikan semua partai akan kian berhati-hati dan kalkulatif untuk dapat semakin menghimpun kekuatan basis dukungannya.
Di luar modal penguasaan kursi parlemen, keterikatan figur kuat calon presiden yang akan diusung juga menjadikan sebuah partai mendapatkan posisi tawar yang kuat dalam lobi-lobi koalisi.
Sampai saat ini, baru satu nama calon presiden yang muncul dideklarasikan secara resmi, yaitu Anies Baswedan. Meskipun Anies bukanlah kader langsung, pendeklarasian awal yang digawangi oleh Nasdem menjadikan sosok ini memiliki keterikatan kuat pada partai tersebut.
Oleh karena itu, Nasdem di posisinya kini, meskipun bukan menjadi partai yang cukup mendominasi kursi legislatif, memiliki posisi tawar yang kuat dengan melekatnya sosok Anies. Kondisi itu menjadikan peluang untuk terus memperluas basis dukungan masih sangat dimungkinkan oleh gabungan koalisi yang telah terbentuk.

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (kanan) berjalan bersama Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Rabu (1/2/2023). Pertemuan tersebut merupakan balasan atas kunjungan Partai Golkar ke Partai Nasdem pada tahun lalu. Selain sebagai bentuk silaturahmi, keduanya juga membahas posisi dan langkah politik kedua partai menjelang Pemilu 2024.
Hal tersebut terbukti dengan berbagai manuver politik yang dilakukan Nasdem justru setelah dukungan dari Demokrat dan PKS turut mengalir kepada Anies. Dalam sepekan terakhir setidaknya Nasdem tampak membangun komunikasi dengan dua blok koalisi lainnya.
Pada 26 Januari 2023, Nasdem tampak mengunjungi sekretariat bersama Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya. Kunjungan yang dipimpin oleh Wakil Ketua Umum Nasdem Ahmad Ali beserta rombongan itu diketahui membahas sejumlah persoalan, termasuk ihwal berbagai kemungkinan rencana partai yang terjadi dalam lanskap politik yang masih dinamis.
Di awal Februari 2023, Ketua Umum Nasdem Surya Paloh menemui Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Kunjungan ke kantor Partai Golkar itu merupakan silaturahmi balasan oleh Nasdem. Di luar itu, dalam keterangannya, Airlangga menyatakan terdapat sejumlah pembahasan penting mengenai agenda politik di antara kedua partai mendatang yang tidak dapat dipublikasi secara terbuka.
Di luar pertemuan dengan kedua koalisi itu, Ketua Umum Nasdem juga dikabarkan bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, 26 Januari 2023. Namun, belum ada kabar pasti apa yang dibahas dalam pertemuan tersebut.

Suasana konferensi pers pertemuan Partai Nasdem dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Nasdem Tower, Jakarta, Jumat (3/2/2023). Partai Nasdem menerima kunjungan PKS untuk membahas persiapan deklarasi Koalisi Perubahan dalam pertemuan yang berlangsung tertutup. Sebelumnya, koalisi yang terdiri dari Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan PKS tersebut sepakat mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden pada Pemilihan Presiden 2024.
Belakangan, pertemuan itu juga dikaitkan dengan adanya rencana pergantian menteri kabinet. Namun, hal tersebut pun tak terbukti sampai hari ini. Presiden pun tak mengonfirmasi mengenai rencana untuk kembali merombak struktur kabinet dalam waktu dekat.
Kini, melihat masih gencarnya komunikasi dan manuver yang dilakukan antarpartai itu, konfigurasi koalisi bisa dikatakan masih sangat berpotensi berubah. Pada akhirnya, keempat poros politik yang terbentuk masih sangat dinamis dan belum menjadi konfigurasi final. Sebagaimana banyak dibahasakan bahwa politik itu sangat tidak mudah untuk ditebak. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Jajak Pendapat Litbang ”Kompas”: Partai Jadi Garda Terdepan Penentu Kualitas Caleg