Guliran informasi berita dari perusahaan pers di kanal-kanal medsos dapat menjadi “peredam” maraknya berita bohong ataupun misinformasi yang sering kali singgah di ruang-ruang medsos.
Oleh
Yohanes Advent Krisdamarjati
·4 menit baca
(PHOTO BY DENIS CHARLET / AFP)
Foto file yang diambil pada 24 Maret 2022 ini menunjukkan logo aplikasi jaringan TikToK yang ditampilkan di tablet di Lille, Perancis utara.
Kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap berita berkualitas di platform media sosial tampaknya akan terus meningkat. Saat ini, terdapat tujuh dari sepuluh warganet Indonesia yang setiap hari mengonsumsi berita melalui kanal medsos. Fenomena ini mendorong perusahaan media massa untuk semakin giat menggarap konten berkualitas untuk didistribusikan lewat saluran medsos itu.
Aktivitas warganet mencari berita di era digital tidak selalu hanya dari portal berita. Kini, medsos justru menjadi kanal bagi warganet untuk memperoleh konten-konten berita. Hasil survei dari Reuters Institute bertajuk Digital News Report 2022 menunjukkan mayoritas warganet Indonesia sebesar 68 persen mencari dan memperoleh berita melalui kanal medsos.
Responden lainnya, sekitar 20 persen lebih memilih untuk mengakses berita melalui portal atau website. Jadi, apabila dijumlahkan, saat ini ada sekitar 88 persen warganet Indonesia yang memperoleh aliran pemberitaan melalui kanal digital, baik itu dari medsos maupun portal berita.
Fenomena aliran berita melalui medsos tersebut juga terjadi di berbagai negara di dunia. Oleh sebab itu, sejumlah perusahaan pers meresponsnya dengan memproduksi konten-konten khusus untuk disalurkan melalui saluran medsos. Salah satu kanal yang digunakan adalah Tiktok karena platform ini paling populer dan menjadi primadona saat ini. Bahkan, Tiktok perlahan mulai menggeser dominasi medsos yang sangat mapan sebelumnya.
Data terbaru dari Reuters Institute menunjukkan pada tahun 2022 Tiktok menguasai sekitar 40 persen jangkauan (reach) audiens medsos di seluruh dunia. Sementara itu, Facebook yang sempat menguasai pasar medsos hingga 75 persen pada tahun 2017, kini mulai surut menjadi sebesar 58 persen pada tahun 2022 lalu.
Melonjaknya popularitas Tiktok di kalangan warganet tersebut mendorong para pembuat konten berbondong-bondong turut berkecimpung di platform besutan perusahaan teknologi ByteDance itu. Tidak terkecuali perusahaan pers, baik yang sudah mapan berusia panjang maupun media-media baru yang masih dalam tahap merintis.
Fenomena tersebut harapannya dapat memeberikan kontribusi yang positif terutama dalam hal kualitas informasi berita yang bergulir di ranah medsos. Hadirnya perusahaan pers yang kredibel tentu saja akan menawarkan informasi dan pemberitaan berkualitas yang mengedepankan prinsip dan etika jurnalisme. Pasalnya, medsos hingga saat ini menjadi ruang bagi siapapun untuk mendapatkan dan bahkan menyebarkan berbagai berita bohong atau misinformasi yang berpotensi menimbulkan konflik.
Perosalan kualitas
Warganet memiliki risiko terpapar konten yang menyesatkan dengan muatan informasi yang tidak akurat, terutama terkait dengan isu-isu faktual yang menyangkut kepentingan orang banyak. Pengalaman banyaknya konten misinformasi dan disinformasi di masa pandemi Covid-19 menjadi bukti nyata bahwa warganet berada di posisi rentan terpapar informasi berkualitas buruk.
Oleh sebab itu, dengan harapan dapat memenuhi kebutuhan informasi berkualitas maka sejumlah perusahaan pers mulai menaruh perhatian lebih pada konten mereka di ranah medsos. Merujuk dari laporan yang berjudul Journalism Media and Technology Trends and Prediction 2023 nampak bahwa konten di medsos menjadi salah satu produk yang akan dioptimalkan produksinya pada tahun ini.
Disebutkan ada sekitar 63 persen perusahaan pers akan menyusun konten khas Tiktok untuk kemudian didistribusikan kepada warganet. Angka tersebut mengalami peningkatan sebesar 19 persen apabila dibandingkan dengan periode sebelumnya. Data tersebut menjadi bukti bahwa perusahaan pers berupaya menyajikan berita berkualitas di kanal Tiktok secara lebih intensif. Seluruh audiens media digital di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia memiliki kesempatan lebih besar untuk memperoleh berita berkualitas di berbagai kanal medsos, temasuk salah satunya dari Tiktok.
Berkaitan dengan kualitas, bagi masyarakat Indonesia, merek dari suatu produk masih menjadi acuan untuk meletakkan kepercayaan, termasuk keyakinan kepada institusi media massa. Merujuk dari publikasi Edelman Trust Barometer 2023, terdapat 80 persen responden dari Indonesia yang mengaku bahwa mereka meletakkan kepercayaan berdasar merek.
Perusahaan pers di Indonesia yang masih banyak menjunjung kredibilitas dan akurasi pemberitaan berpeluang besar dapat memperluas jangkauan audiens pembaca atau pemirsanya melalui kanal-kanal digital. Terlebih lagi jika konten jurnalisme berkualitas itu juga disalurkan melalui kanal-kanal populer seperti halnya Tiktok.
Guliran informasi berita dari perusahaan pers tersebut dapat menjadi “peredam” maraknya berita bohong ataupun misinformasi yang sering kali singgah di ruang-ruang medsos. Semakin banyak berita berkualitas yang turut serta dikonsumsi warganet di kanal-kanal medsos maka kerisauan tentang paparan misinformasi dapat terus ditekan. Persoalannya kini terletak pada kemauan audiens untuk melakukan kurasi secara mandiri terhadap informasi yang dikonsumsinya.
Kurasi informasi
Proses memilah informasi atau kurasi informasi menjadi kunci dari rantai distribusi konten berkualitas. Ketika produk berita akurat dan kredibel sudah tersedia, tetapi tidak pernah menjangkau atau dikonsumsi audiens sama saja tidak ada manfaatnya.
Era digital memang memanjakan audiens dengan algoritma yang mampu menyodorkan konten yang disukai oleh pengguna. Apabila dicermati lebih jauh, fitur ini bisa membantu untuk memilah konten atau akun yang dinilai layak dan berkualitas. Caranya adalah dengan sering secara aktif melakukan pencarian terhadap akun-akun perusahaan pers serta mengikuti akun yang menyediakan konten berkualitas. Harapannya, algoritma akan membaca ketertarikan seseorang terkait konten dari akun medsos tertentu.
AHMAD ARIF
Pengambilan sampel video TikTok yang dianalisis dalam penelitian ini. Kredit: Tim peneliti University of Vermont, Amerika Serikat.
Apabila mengakses melalui Tiktok, maka secara bertahap linimasa pada fitur For You Page akan menampilkan informasi yang audiens inginkan. Supaya kesempatan memperoleh konten berkualitas yang serupa, pengguna perlu aktif memberi respons seperti mengklik tombol suka (like) misalnya. Hal ini berlaku juga pada Instagram, dengan memberikan respons pada suatu konten, maka algoritma akan menganggap bahwa audiens menginginkan konten serupa pada guliran selanjutnya.
Pada platform YouTube pun juga tidak jauh berbeda. Apabila menemukan konten berkualitas, maka berilah respons berupa like atau membubuhkan komen dan juga bisa berlanggan pada akun tersebut. Semakin banyak respons yang diberikan oleh pengguna, maka algoritma YouTube akan meyodorkan konten serupa sehingga membantu pengguna dalam proses kurasi konten.
Supaya audiens bisa memperoleh berita berkualitas melalui medsos memang harus dilakukan upaya oleh dua pihak, yaitu dari warganet dan juga perusahaan media sebagai penyedia konten. Meneropong lanskap media tahun 2023 di Indonesia yang akan diwarnai dengan percaturan dan kontestasi politik, maka ada baiknya sebagai warganet mulai lebih cermat dalam melakukan kurasi terhadap sumber informasi yang sehari-hari dikonsumsi. (LITBANG KOMPAS)