Pariwisata Dunia Bangkit, tetapi Belum Sepenuhnya Pulih
Akibat pandemi, kunjungan internasional anjlok 73 persen. Kondisinya kembali ke level seperti 30 tahun yang lalu. Namun, kondisi pulih seperti sebelum pandemi optimistis dicapai pada tahun 2024.

Seiring dengan tren penularan Covid-19 yang terus melemah secara global, pariwisata dunia pun kembali bangkit. Tahun ini, jumlah kedatangan internasional diperkirakan akan tumbuh 30 persen. Namun, kebangkitan ini belum sepenuhnya pulih ke tingkat sebelum pandemi.
Tahun 2019 menjadi tahun gemilang pariwisata global. Jumlah kunjungan atau kedatangan wisatawan internasional di bandara seluruh dunia mencapai 1,5 miliar orang.
Namun, pandemi Covid-19 menjungkirkan prestasi tersebut. Jumlah kedatangan internasional anjlok sekitar 73 persen, menjadikan tahun 2020 sebagai tahun terburuk pariwisata dunia. Bahkan, dikatakan kondisinya kembali ke level seperti 30 tahun yang lalu.
Jika pandemi tak terjadi, Organisasi Pariwisata Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nation World Tourism Organization/UNWTO) memperkirakan kunjungan wisatawan asing di seluruh dunia akan tumbuh 3-4 pada tahun 2020.
Seiring dengan tren penularan Covid-19 yang terus melemah secara global, pariwisata dunia pun kembali bangkit.
Namun, serangan virus korona baru telah menimbulkan pembatasan perjalanan agar penyebaran virus ini tidak meluas. Kedatangan wisatawan internasional berkurang sekitar 1 miliar orang. Hal itu menyebabkan hilangnya potensi penerimaan sekitar 1,1 triliun dollar AS di sektor pariwisata dunia.
Angka ini sepuluh kali lebih besar dibandingkan dampak yang ditimbulkan akibat krisis ekonomi global tahun 2009. Diperkirakan produk domestik bruto (PDB) global yang hilang saat setahun pandemi itu sebanyak 2 triliun dollar AS atau lebih dari 2 persen dari PDB global tahun 2019.
Kawasan Asia dan Pasifik mengalami kemerosotan yang paling besar, turun sekitar 82 persen. Disusul dengan kawasan Timur tengah yang turun 73 persen, Afrika turun 69 persen, sedangkan kawasan Eropa dan Amerika turun masing-masing 68 persen.
Di beberapa kawasan, kendati jumlah perjalanan internasional terganggu akibat pandemi, pariwisata lokalnya masih bertumbuh. Di China dan Rusia, misalnya, permintaan penerbangan domestiknya masih sama seperti sebelum pandemi.

Pariwisata dunia baru mulai bangkit pada paruh kedua 2021. Hal itu dipicu oleh meningkatnya cakupan vaksinasi di seluruh dunia dan mulai dibukanya pembatasan perjalanan sedikit demi sedikit dengan koordinasi lintas batas negara. Ditambah pula dengan mulai membaiknya kondisi keuangan rumah tangga. Keinginan untuk berlibur yang lama terpendam akibat pandemi mulai membuncah.
Tahun 2022, jumlah kedatangan internasional meningkat mencapai sekitar 975 juta kedatangan. Angka ini setara 65 persen dari kondisi saat sebelum pandemi (2019). UNWTO memperkirakan butuh waktu 2,5 tahun hingga empat tahun untuk pariwisata dunia bisa bangkit kembali seperti kondisi tahun 2019.
Artinya, baru di tahun 2024 pariwisata global benar-benar pulih seperti sebelum pandemi. Tahun 2023 ini, jumlah kedatangan internasional diperkirakan bisa tumbuh 30 persen atau tembus 1 miliar kedatangan.
Tidak jauh berbeda dengan UNWTO, laporan Tourism Outlook 2023 dari The Economist Intelligence Unit (EIU) menyebutkan pariwisata global secara umum baru akan pulih kembali seperti sebelum pandemi pada tahun 2024.
Kecepatan pulih tidak sama untuk semua kawasan. Kawasan Timur Tengah sudah pulih lebih cepat ditopang oleh kenaikan harga minyak bumi. Sementara kawasan Eropa Barat masih harus bersabar menunggu tahun 2025 akibat dampak perang di Ukraina.
Baca juga: Bali Menatap Era Baru Pariwisata
Tren Indonesia
Tren pariwisata Indonesia sama seperti global. Pariwisata Indonesia ikut terpukul karena pandemi. Jumlah wisatawan asing yang datang ke Indonesia pada tahun 2020 hanya tercatat sekitar 4 juta orang atau turun 75 persen dibandingkan tahun 2019 yang mencapai lebih dari 16 juta orang.
Pada tahun berikutnya, angkanya masih turun sebanyak 62 persen menjadi hanya 1,56 juta orang. Baru pada awal tahun 2022, jumlah kunjungan wisatawan asing ke Indonesia perlahan meningkat. Dalam periode Januari-November, jumlah kunjungan wisatawan asing ke Indonesia sudah mencapai 4,58 juta orang, naik 228,3 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2021.
Dibandingkan dengan akhir 2021, jumlah wisatawan asing ini naik 300 persen. Jumlah ini melampaui target awal yang ditetapkan pemerintah, yakni sekitar 3,6 juta orang. Yang datang terbanyak adalah turis dari Singapura, Malaysia, dan Australia.

Wisatawan mancanegara berwisata di kawasan Kota Tua, Jakarta, Minggu (13/11/2022). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, sepanjang Januari-September 2022, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia melalui pintu masuk utama mencapai 2,27 juta orang.
Kedatangan wisatawan asing terbanyak terjadi pada paruh kedua 2022, dampak dari penyelenggaraan sejumlah kegiatan bertaraf internasional, seperti pertemuan puncak para pemimpin G20 di Bali serta ajang balap internasional World Superbike 2022 di Mandalika, Nusa Tenggara Barat.
Dengan lonjakan yang terjadi tahun lalu, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menargetkan jumlah kunjungan wisman tahun 2023 sebanyak 3,5 juta-7,4 juta orang atau naik hingga 60 persen dibandingkan tahun lalu.
Dihapusnya pembatasan perjalanan dan dibukanya perbatasan China sejak awal tahun menjadi peluang meningkatnya wisman dari ”Negeri Tirai Bambu” itu ke Indonesia.
Baca juga: Apresiasi untuk Penguatan Pemulihan Ekonomi
Turbulensi
Optimisme pertumbuhan pariwisata dunia yang segera pulih masih menyimpan sejumlah tantangan yang perlu diantisipasi. Perekonomian tahun 2023 berpotensi melambat. Turbulensi ekonomi masih akan terjadi.
Faktor utamanya bukan lagi karena pandemi, melainkan adanya ancaman resesi karena meningkatnya inflasi di banyak negara. Ditambah lagi rantai pasok perdagangan yang terganggu akibat perang Rusia-Ukraina yang berpotensi menyebabkan krisis pangan dan energi.
Di bisnis pariwisata sendiri, tantangan juga tidak sedikit. Bisnis-bisnis yang terkait dengan layanan wisata seperti hotel, restoran, dan aktivitas bandara setelah pandemi masih dihadapkan pada kekurangan tenaga kerja, tuntutan kenaikan upah, dan harga makanan dan energi yang tinggi.

Banyak negara di Uni Eropa, juga Amerika Serikat, yang masih kekurangan tenaga kerja di industri pariwisata. Butuh waktu untuk mencari atau mengganti tenaga kerja yang dikurangi saat pandemi. Penambahan tenaga kerja baru pun dihadapkan pada tuntutan upah yang tinggi yang diharapkan pekerja dapat mengatasi biaya hidup yang kian tinggi akibat inflasi.
Dampak perubahan iklim juga memengaruhi industri pariwisata. Cuaca panas, kekurangan air, dan banjir yang terjadi di daerah-daerah destinasi wisata akan mengurangi minat dan permintaan untuk berwisata. Meski dihadapkan pada banyak tantangan, sektor pariwisata diharapkan dapat menjadi sumber pertumbuhan baru setelah pandemi. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Analisis Litbang ”Kompas”: Tiga Tahun Anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional