Alun-alun memiliki beragam manfaat bagi kehidupan masyarakat di suatu daerah, di antaranya manfaat ekologis, ekonomis, sosial, dan kultural yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat.
Oleh
Debora Laksmi Indraswari
·5 menit baca
Sejumlah pemerintah daerah di Indonesia berupaya meningkatkan kualitas ruang terbuka publik di wilayahnya untuk mendorong perbaikan kualitas hidup masyarakat. Salah satunya dengan memperindah dan melengkapi alun-alun atau ruang terbuka lainnya dengan berbagai fasilitas umum. Tujuannya guna menarik antusiasme masyarakat beraktivitas luar ruang secara positif.
Teriknya matahari Kota Malang, Jawa Timur, jelang akhir tahun 2022 tidak menyurutkan antusiasme masyarakat untuk menikmati waktu santai di Alun-alun Merdeka. Anak-anak sibuk bermain di wahana permainan yang tersedia. Bocah balita berlarian di tengah alun-alun sembari mengejar burung merpati yang sesekali terbang dan mengambil makanan di lantai. Orang-orang dewasa selain sibuk mengawasi putra-putrinya juga duduk berteduh di bawah rindangnya pohon yang tertanam di alun-alun dan sekelilingnya.
Pemandangan tersebut tampak unik mengingat cukup jarang taman kota atau alun-alun di suatu daerah ramai pengunjung dengan beragam aktiviitas di tengah siang hari. Biasanya, ruang publik seperti itu ramai dikunjungi masyarakat saat pagi atau sore hari ketika matahari belum terik. Namun, di Kota Malang itu tampaknya teriknya panas matahari tidak begitu menjadi masalah bagi pengunjung.
Sebab, banyak pepohonan rindang yang teduh serta rumput hijau tertatat rapi untuk duduk bersantai. Selain itu, juga terdapat sejumlah wahana permainan anak dan fasilitas publik seperti toilet serta saranan mencuci tangan yang tersedia secara gratis. Tidak heran, mulai pagi, siang, sore, maupun malam, Alun-Alun Merdeka itu menjadi alternatif masyarakat setempat dan wisatawan untuk menikmati suasana Kota Malang.
Kondisi Alun-alun Kota Malang tersebut berbeda jauh situasinya saat akhir 1990-an hingga awal 2000-an. Catatan Kompas melaporkan kondisi Alun-alun saat itu semrawut (20/8/2000). Empat penjuru mata angin alun-alun dipenuhi pedagang kaki lima yang membuka warung dengan bangunan semi permanen. Area sekitar alun-alun menjadi lahan parkir yang tidak tertata. Tidak hanya untuk kendaraan pengunjung alun-alun saja, tetapi juga untuk pengunjung department store dan toko-toko di sekitarnya.
Namun, kesemrawutan tersebut tidak lagi menghiasi area Alun-alun Kota Malang setelah dilakukan sejumlah renovasi dan pembenahan. Ruang publik itu kini tertata rapi dan menjadi pilihan favorit masyarakat untuk bersantai, berwisata, dan bersosialisasi setiap saat.
Upaya mempercantik wajah alun-alun kota itu ternyata tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah Kota Malang. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah daerah juga mengupayakan hal yang sama. Misalnya Pemerintah Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, juga melakukan renovasi alun-alun daerahnya dengan menganggarkan biaya hingga Rp 8,7 miliar. Wajah alun-alun dipercantik melalui penggantian lantai keramik dengan granit serta akan ada bangunan pergola dan replika kapal sebagai ikon alun-alun. Sejumlah infrastruktur, seperti tiang lampu dan jaringan listrik, juga akan dirombak.
Di Kota Pasuruan, Jatim, pada tahun 2022, alun-alun kota kian dipercantik dengan adanya dua gerbang utama dan 12 payung Madinah. Selain itu, juga dilengkapi sejumlah fasilitas seperti toilet umum dan jalur pedestrian di sekeliling alun-alun. Tidak hanya itu, sentra kuliner baru juga akan dibangun di sisi utara alun-alun sehingga kian menarik untuk dikunjungi.
Perombakan alun-alun di sejumlah daerah tersebut cukup berhasil menarik antusiasme masyarakat. Adanya penambahan fasilitas publik, tanaman rindang, hingga ikon swafoto menambah berragam aktivitas yang dapat dilakukan di alun-alun.
Tersedianya fasilitas olahraga, seperti alat gimnastik dan jalur lari, di alun-alun semakin menarik minat masyarakat untuk beraktivitas fisik yang menyehatkan. Apalagi, seiring dengan digaungkannya upaya peningkatan imunitas menghadapi pandemi, olahraga di ruang terbuka menjadi pilihan aktivitas yang kian digemari masyarakat.
Di sisi lain, alun-alun juga menjadi sarana hiburan murah meriah bagi semua kalangan masyarakat dari berbagai lapis usia. Tersedianya wahana permainan anak yang dibangun oleh pemerintah daerah setempat menjadikan alun-alun selalu ramai dikunjungi masyarakat bersama para anggota keluarganya. Suasana kian semarak dengan hadirnya sejumlah penjual jasa permainan anak-anak yang umumnya hanya memungut biaya yang relatif sangat murah.
Semakin banyaknya pengunjung di alun-alun semakin menguatkan area publik itu sebagai ikon kota. Apalagi, alun-alun itu umumnya dilengkapi dengan berbagai bangunan istalasi atau patung-patung yang melambangkan sejarah daerah bersangkutan. Jadi, sangat menarik untuk dikunjungi baik bagi warga setempat ataupun pengunjung dari luar daerah.
Di Pulau Jawa, alun-alun hampir ada di setiap kota atau kabupaten. Dahulu, alun-alun itu menjadi bagian dari komplek keraton yang biasa digunakan untuk acara kerajaan dan pesta rakyat. Kendati menjadi bagian dari kompleks keraton, alun-alun sarat akan nilai dan makna mendalam dari kepercayaan masyarakat secara luas.
Era penjajahan kolonial, alun-alun menjadi salah satu identitas pemerintahan daerah. Alun-alun terletak di pusat kota dan berada dekat dengan rumah bupati. Desain ruang seperti itu berakar dari desain keraton Surakarta dan Yogyakarta yang menjadi acuannya. Fungsinya pun masih serupa seperti pada masa prakolonial. Namun, lambat laun, alun-alun menjadi semacam civic space atau plaza di Eropa.
Nilai estitika dan historis itulah yang turut membentuk citra alun-alun menjadi destinasi wisata. Daya tarik pariwisata itu salah satunya terlihat di alun-alun Purworejo, Jateng. Menurut data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Purworejo, pada tahun 2019, alun-alun Purworejo menjadi destinasi wisata yang paling banyak dikunjungi. Dari total 456.031 wisatawan yang berkunjung ke Purworejo, sebanyak 270.000 orang di antaranya berwisata ke alun-alun kota itu.
Saat ini, banyak alun-alun di sejumlah daerah sudah bermetamorfosis menjadi lebih indah dan tertata, seperti halnya alun-alun di Kota Malang, Kota Pasuruan, Rembang dan Purworejo. Berbeda dengan beberapa puluh tahun lalu di mana alun-alun hanya sebatas lapangan yang kurang terurus. Malahan pada akhir 1990-an hingga 2000-an, alun-alun lebih terlihat seperti pasar kaget karena dipenuhi oleh pedagang kaki lima yang semrawut.
Sebagai contohnya Alun-alun Kota Semarang, Jateng, yang berubah menjadi kawasan pedagang kaki lima sejak 1970-an. Kompas (17/5/2001) mencatat ada rencana untuk merenovasi Pasar Yaik di Johar, Semarang, untuk mengembalikan sebagian kawasan alun-alun. Renovasi dilakukan untuk memindahkan PKL ke bangunan baru sehingga menyisakan ruang terbuka yang bisa difungsikan sebagia Alun-alun Semarang yang sudah lama hilang.
Manfaat
Kini, seiring dengan perombakan dan renovasi, alun-alun menjadi lebih banyak bermanfaat bagi kehidupan masyarakat perkotaan. Alun-alun sebagai ruang publik memberikan fungsi ekologis, ekonomis, sosial, dan kultural.
Fungsi ekologis yang dimaksud adalah sebagai ruang terbuka hijau yang berperan sebagai paru-paru kota. Selain itu, tanah lapang berperan sebagai resapan air. Kedua, alun-alun memberikan manfaat ekonomi karena menjadi tempat bagi pedagang untuk menjajakan dagangannya. Ketiga, fungsi sosial dari alun-alun tampak ketika masyarakat berkumpul dan bercengkrama di taman kota. Terakhir, sebagai fungsi kultural, alun-alun menjadi simbol dan citra suatu daerah yang menunjukkan sejarah masa lalu daerah bersangkutan. Selain itu, alun-alun kerap menjadi tempat untuk menggelar pertunjukkan kesenian dan budaya yang khas daerah tersebut.
Perombakan dan upaya mempercantik alun-alun menjadi awal yang baik dalam penyediaan ruang terbuka publik yang turut mendorong peningkatan kualitas hidup masyarakat. Namun, berkaca dari pengalaman yang lalu, pemeliharaan dan penertiban perlu konsisten dilakukan agar semua fungsi alun-alun itu tetap dapat dinikmati masyarakat. Selain itu, perombakan dan pemeliharaan yang dilakukan diharapkan tidak menggeser nilai historis dan sosial-budaya dari daerah tersebut. (LITBANG KOMPAS)