Peran Besar G-20 Menopang Stabilitas Ekonomi Dunia
Peranan G-20 sangat krusial dalam menopang stabilitas ekonomi dunia yang kini sedang melambat. Hal ini disebabkan kelompok G-20 menguasai sekitar 95 persen produk domestik bruto global.
Oleh
Budiawan Sidik A
·4 menit baca
FAKHRI FADLURROHMAN
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (28/12/2022). Kementerian Perindustrian mencatat, realisasi ekspor pada 2021 sebesar 177,2 dollar AS atau tumbuh 35,17 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Nilai ekspor pada 2022 diperkirakan tumbuh 18,72 persen, sedangkan pada 2023 berkisar 6,94-8,89 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Perekonomian dunia akan menghadapi masa-masa sulit hingga beberapa tahun ke depan. Terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi, inflasi yang cenderung tinggi, dan terjadi kekurangan pasokan energi di sejumlah negara. G-20 berperan besar menopang pemulihan stabilitas ekonomi dunia.
Berdasarkan proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF), pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) global hingga akhir tahun 2022 lalu mencapai 3,2 persen. Pada tahun ini diperkirakan laju pertumbuhan ekonomi akan melambat hingga menjadi 2,7 persen pada akhir tahun nanti. Perlambatan ekonomi itu juga diproyeksikan oleh Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dengan pertumbuhan pada tahun 2023 ini akan semakin lesu sehingga hanya naik sekitar 2,2 persen.
Ekonomi dunia diperkirakan kembali membaik pada tahun 2024 nanti. Pada tahun depan, OECD memproyeksikan PDB dunia akan kembali tumbuh lebih tinggi hingga sekitar 2,7 persen. Meskipun demikian, angka pertumbuhan ini relatif belum bisa menyamai rata-rata kemajuan ekonomi global sebelum masa pandemi Covid-19. Berdasarkan data Bank Dunia, pada kurun 2010-2019, rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia per tahun berkisar 3 persen.
Kemungkinan besar ekonomi global akan kembali pulih setelah tahun 2024. Pada tahun 2027, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia kembali bertengger pada besaran 3,2 persen. Angka ini menandakan situasi ekonomi dunia kembali ”pulih” seperti sediakala sebelum masa pandemi.
Tentu saja hal tersebut harus disertai dengan syarat tercipta kondisi makro global yang kembali kondusif. Rantai pasok barang dan jasa di pasar internasional kembali pada posisi kesetimbangan sempurna. Pandemi Covid-19 sudah terkendali di sebagian besar wilayah dunia sehingga tidak ada lagi pembatasan lalu lintas barang dan manusia ke seantero bumi. Tidak terjadi embargo ekonomi di sejumlah kawasan karena ketegangan geopolitik seperti halnya konflik Ukraina-Rusia yang saat ini belum mereda.
Selain itu, inflasi dunia juga harus kembali terkendali, terutama inflasi di negara-negara besar yang berpengaruh bagi perekonomian global. Salah satunya, inflasi di negara-negara Eropa yang saat ini tergolong tinggi karena terpengaruh dari kebijakan embargo ekonomi yang membatasi atau melarang impor energi dari Rusia.
Sejumlah negara-negara besar di Eropa, seperti Inggris, Spanyol, Jerman, dan Italia, mengalami tekanan inflasi yang relatif besar pada tahun 2022 lalu rata-rata di atas 8 persen. Salah satu faktor penyebabnya adalah tekanan harga energi komoditas minyak dunia yang melambung tinggi hingga di atas 100 dollar AS per barel pascainvasi Rusia ke Ukraina. Berkurangnya pasokan energi ke Eropa memicu kenaikan harga energi di Eropa dan memicu kesetimbangan baru yang memacu kenaikan harga energi secara global.
Tingginya harga minyak tersebut berimbas luas tidak hanya ke wilayah Eropa, tetapi juga ke seluruh dunia. Akibatnya, inflasi global pun pada akhir tahun 2022 diperkirakan IMF meningkat hingga menjadi sekitar 8,8 persen. Besaran ini terpaut jauh dengan inflasi rata-rata tahunan sebelum masa pandemi yang rata-rata kurang dari 4 persen. Pada tahun ini, inflasi dunia diperkiran akan sedikit menurun menjadi sekitar 6,5 persen dan kembali ke turun pada kondisi ”normal” pada tahun 2024 dengan estimasi besaran inflasi 4,1 persen.
Dari deskripsi tersebut mengindikasikan bahwa perekonomian dunia hingga tahun ini masih menghadapi masa-masa sulit. Belum berakhirnya konflik Rusia-Ukraina serta keterlibatan NATO beserta sekutunya pada konflik itu berpotensi besar menimbulkan gejolak dan ketidakpastian ekonomi global. Maklum, yang terlibat dalam konflik tersebut sebagian besar adalah negara-negara yang memiliki kontribusi tinggi dalam perekonomian dunia. Setidaknya dalam hal produksi energi, pangan, dan sejumlah komoditas penting lainnya.
G-20 emerging
Dalam masa pemulihan ekonomi dunia yang tengah melambat seperti saat ini, peranan negara kelompok G-20 sangat penting. Terutama dalam hal menopang akselarasi pertumbuhan ekonomi dunia agar semakin dinamis dan meningkat. Peranan G-20 sangat krusial karena ke-20 negara dan kawasan ini mengusai mayoritas perekonomian dunia. Pada tahun 2021, dari total PDB dunia senilai 96,5 triliun dollar AS, sekitar 95 persennya atau sekitar 92 triliun dollar AS berasal dari kelompok G-20.
Besarnya nilai ekonomi tersebut membuat siklus barang dan jasa di negara-negara G-20 sangatlah besar. Di satu sisi, berperan sebagai produsen yang mampu memenuhi konsumsi penduduknya serta menyuplai permintaan ekspor dari surplus produksinya. Di sisi lainnya, juga berperan sebagai konsumen yang memerlukan impor barang dan jasa yang masih defisit di negaranya guna memenuhi berbagai permintaan konsumsi yang sangat besar.
Data dari Chatam House pada tahun 2020 menunjukkan negara G-20 mengirimkan berbagai produk ekspor ke seluruh di dunia mencapai 7,3 miliar ton senilai 2,5 miliar dollar AS. Seluruh ekspor yang dilakukan negara-negara G-20 menguasai sekitar 58 persen ekspor komoditas global. Produk unggulan ekspor G-20 ke seluruh dunia terdiri dari energi fosil, logam dan bahan mineral tambang, produk pertanian dan kehutanan, serta produk-produk perhiasan seperti mutiara dan batu permata.
Untuk komoditas impornya, pada tahun 2020 lalu, negara G-20 membutuhkan berbagai produk global seberat 7,6 miliar ton dengan total nilai 2,8 triliun dollar AS. Permintaan impor G-20 ini menguasai sekitar 61 persen komoditas impor global.
Besarnya sirkulasi ekonomi global tersebut membuat posisi G-20 sangat penting dalam mendorong kemajuan ekonomi dunia, terutama G-20 dari kelompok emerging market. Di antaranya Argentina, Brasil, China, India, Indonesia, Meksiko, Rusia, Saudi Arabia, Afrika Selatan, dan Turki. Kelompok negara ini umumnya menjadi pusat industrialisasi dan juga sekaligus pasar yang sangat besar. Jadi, produk-produk yang dihasilkan oleh negara kelompok emerging market bersangkutan sebagian besar dapat terserap di dalam pasar domestiknya. Dengan demikian, perekonomian tetap tumbuh dinamis karena sistem perekonomian hulu-hilir dapat tercipta di dalam negeri.
Fenomena tersebut berpotensi besar dapat menarik investasi guna mengembangkan usaha di negara-negara emerging market. Tercipta lapangan kerja dari investasi itu sehingga membuka lapangan kerja dan mengurangi jumlah pengangguran. Semakin banyak yang bekerja maka tingkat kesejahteraan masyarakat secara umum kian meningkat. Demikian juga tingkat kesadaran masyarakat untuk meraih pendidikan dan kesehatan terus semakin tinggi. Dampak positifnya di masa depan, negara-negara emerging market tersebut akan memiliki sumber daya manusia (SDM) yang andal dan mampu bersaing dengan SDM dari negara-negara maju.
Besarnya kontribusi G-20 kelompok emerging market terhadap kemajuan ekonomi global terlihat dari perbandingan PDB antarkelompok negara atau kawasan lainnya. Dibandingkan dengan negara-negara maju dan negara di kawasan Eropa, kelompok G-20 negara emerging memiliki proyeksi pertumbuhan ekonomi tertinggi.
Dalam proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2022 lalu, G-20 negara emergingmarket rata-rata mencapai 3,7 persen atau jauh lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan PDB global yang hanya sebesar 3,2 persen. Pada masa perlambatan ekonomi 2023 pun, negara emerging G-20 itu diperkirakan IMF akan mengalami pertumbuhan ekonomi rata-rata sekitar 3,8 persen. Bahkan, sedikit lebih tinggi dari kelompok negara-negara berkembang dan emerging di luar G-20 yang umumnya memiliki pertumbuhan ekonomi yang cenderung tinggi. Besarnya kemajuan ekonomi negara emerging G-20 itu diperkirakan akan terus berlangsung di masa-masa mendatang. Hal ini mengindiaksikan bahwa G-20 emerging market berperan besar dalam menopang stabilitas ekonomi dunia.
Oleh sebab itu, negara-negara kelompok tersebut, terutama yang memiliki kontribusi besar bagi kemajuan ekonomi global, berpotensi besar akan terus tumbuh semakin tinggi. Negara emerging G-20 berpeluang besar kian menarik bagi investor baik asing maupun domestik. Dengan jumlah penduduk yang banyak serta bahan baku yang berlimpah, sejumlah negara emerging G-20 diproyeksikan akan kian tumbuh besar di masa mendatang. Bahkan, diperkirakan dalam beberapa tahun ke depan akan bertransformasi menjadi negara maju yang memiliki penghasilan per kapita yang tinggi. Negara tersebut, antara lain, China, India, dan Indonesia. (Litbang Kompas)