Survei Litbang ”Kompas”: Problematika Hidup Wong Cilik di Tahun 2022
Dalam kehidupan bernegara, setiap lapisan kelas sosial menyimpan tantangannya. Wong cilik berjuang keras untuk bertahan hidup. Apa saja problematika kelas sosial bawah selama tahun 2022 ini?
”Padahal, hanya butuh 1 liter buat kebutuhan di dapur, tetapi mencari minyak goreng sulit sekali sekarang ini,” kata Rahayu, warga Jambi yang berkomentar tentang sulitnya mendapatkan minyak goreng. (Kompas, 7/3/2022).
Sementara di Desa Sukoharjo, Kabupaten Semarang seorang petani mengeluh soal pupuk subsidi yang telat dan terpaksa membeli dari warga desa sebelah. ”Ya, lebih mahal, tetapi kami sudah harus memupuk. Kalau menunggu pupuk (subsidi) turun, sudah telat,” kata Badaruddin (Kompas, 27/1/2022).
Dari soal minyak goreng dan pupuk, kenaikan BBM juga menjadi masalah krusial yang dihadapi masyarakat pada tahun 2022. Pasalnya, kenaikan bahan bakar minyak akan berdampak pada kenaikan harga barang pula.
”Semoga harga barang juga turun. Mendingan bantuan tidak ada, tetapi ekonomi cukup, pekerjaan ada. Percuma juga ada bantuan kalau harga BBM dan barang-barang naik,” ungkap Kumalasari, seorang janda beranak lima di Cirebon (Kompas, 16/9/2022).
Baca juga : Survei Litbang ”Kompas”: Bantalan Sosial dan Kemiskinan Perlu Perhatian
Survei
Sepanjang tahun 2022 paling tidak dua kali Survei Nasional Kompas yang dilakukan oleh Litbang Kompas merekam masalah-masalah apa saja yang mendesak untuk ditangani oleh pemerintah menurut responden survei. Dalam konteks hidup bernegara hal ini dapat mencerminkan dua sisi, yakni sisi evaluatif dan aspiratif.
Dari sisi evaluatif, publik mengevaluasi kinerja pemerintah dan menunjukkan permasalahan mana yang masih memerlukan perhatian ekstra. Sementara dari sisi aspiratif, dapat ditangkap tantangan-tantangan hidup yang dihadapai oleh masyarakat.
Bagaimana persepsi wong cilik tentang masalah-masalah yang paling penting untuk dihadapi akan dilihat kecenderungannya dari rata-rata persepsi responden kelas bawah dan menengah bawah yang merepresentasikan wong cilik.
Kelas sosial yang dimaksud ialah kelas ekonomi yang dilihat dari pengeluaran keluarga per bulan dan daya listrik di rumah. Namun sebelum masuk lebih rinci ke dalam persepsi kelas sosial, perlu dilihat secara umum terlebih dahulu persepsi publik terkait masalah yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah.
Melihat hasil survei yang dilakukan pada Juni 2022, lima masalah teratas yang menurut responden harus segera diselesaikan berturut-turut terkait dengan bansos yang tidak tepat sasaran (14,9 persen), mahalnya harga barang termasuk BBM (9,8 persen), bahan makanan pokok yang mahal (7,9 persen), belum stabilnya perekonomian (7,2 persen), dan sulitnya mendapatkan pekerjaan (4,2 persen).
Kecenderungan yang sama muncul ketika hasil survei dilihat secara khusus pada responden kelas bawah dan menengah bawah. Bantuan sosial yang tidak tepat sasaran menjadi masalah teratas.
Lebih dari persepsi umum, 16,3 persen responden kelas bawah dan menengah bawah mengaku bansos yang diluncurkan pemerintah tidak tepat sasaran. Responden strata bawah ini melihat program bantuan pemerintah tidak merata sampai ke masyarakat kecil.
Tidak mengejutkan apabila persoalan bansos yang tidak merata ini menjadi perhatian kelompok masyarakat lapisan bawah. Di tengah belum stabilnya perekonomian disebabkan bayang-bayang pandemi Covid-19, kelompok rentan ini yang berharap menjadi sasaran program bantuan dari pemerintah ini. Pada tahun 2022 pemerintah memang masih melanjutkan beberapa program bansos, salah satunya Program Keluarga Harapan (PKH).
Bansos PKH tahap pertama tahun 2022 dicairkan pada mulai sekitar bulan April 2022. Meskipun begitu, akurasi pendataan penerima bansos masih menjadi tantangan. Hal inilah yang tampaknya ditangkap oleh responden lapisan sosial ekonomi bawah sebagai program yang tidak tepat sasaran.
Menyusul permasalahan bansos, dalam survei yang dilakukan pada bulan Juni 2022 ini, masalah yang menurut wong cilik mendesak untuk dicari jalan keluarnya adalah mahalnya bahan makanan pokok (8,2 persen), naiknya harga barang dan BBM (8,1 persen), perekonomian yang belum stabil (6,1 persen) dan sulitnya mendapat lapangan pekerjaan (4,1 persen).
Jika dilihat dari permasalahan-permasalahan yang muncul, sosok pemerintah tampak masih menjadi tumpuan wong cilik untuk keluar dari permasalahan hidupnya. Sebab, regulasi harga berada di tangan pemerintah. Urusannya pun sederhana, yakni soal bertahan hidup. Kesulitan ekonomi masih menjadi sentral permasalahan dan nampak kelas sosial bawah berharap negara bisa hadir di sini.
Masuk pada hasil survei Oktober 2022, nampak adanya pergeseran masalah yang dipandang mendesak untuk diatasi. Jika dilihat secara umum, sebanyak 22,9 persen melihat bahwa masalah ekonomi yang tidak stabil menjadi problem krusial untuk diselesaikan.
Selanjutnya, 13,4 persen responden mengaku kenaikan BBM menjadi permasalahan kedua yang harus ditangani. Berturut-turut setelahnya, mahalnya harga bahan pokok (5,4 persen), bantuan sosial yang tidak tepat sasaran (4,7 persen), dan Korupsi (4 persen) menjadi masalah yang harus segera diselesaikan pemerintah.
Dipandang dari kaca mata wong cilik, hal senada muncul. Sebanyak 21 persen responden kelas sosial bawah dan menengah bawah mengaku ketidakstabilan ekonomi menjadi permasalahan yang harus dicari solusinya oleh pemerintah. Kenaikan BBM pada posisi berikutnya, diakui oleh 13,8 persen responden kelas bawah menjadi masalah yang harus segera diselesaikan.
Pada posisi ketiga, responden kelas bawah mendahulukan masalah bansos yang tidak tepat sasaran, yakni sekitar 5,5 persen. Mahalnya harga bahan pokok (5,4 persen) dan masalah korupsi (4 persen) menjadi perhatian berikutnya.
Kenaikan BBM secara praktis menjadi permasalahan yang disoroti oleh wong cilik. Sebelum survei Oktober 2022 dilakukan, pemerintah memutuskan untuk menaikan harga BBM pada awal September 2022.
Pertalite, yang menjadi konsumsi utama BBM kelas bawah, mengalami kenaikan signifikan sebesar 31 persen. Harga pertalite awal sebelum kenaikan adalah Rp7.650/liter menjadi Rp10.000/liter setelah kenaikan.
Menanggapi hal ini, pemerintah masih berupaya memberikan bantuan langsung kepada masyarakat miskin untuk mengatasi permasalahan. Namun responden kelas bawah menangkap adanya problem lanjutan yang mengikuti, bahwa bantuan sosial yang ada belum tersalurkan secara tepat.
Baca juga : Kepuasan Publik Menurun, Momentum Evaluasi Kinerja Menteri
“Wong cilik”
Dalam sebuah struktur sosial wong cilik merupakan strata yang paling bawah. Bersiasat untuk bertahan hidup dari hari ke hari menjadi kebiasaan yang sudah menjadi cara hidup.
Pada titik ini harapan kelas sosial lapisan bawah ini pun tidak muluk-muluk. Bagaimana pun sulitnya mendapatkan penghasilan, asal harga terjangkau wong cilik memastikan bisa bertahan hidup
Dari dua survei ini nampak bahwa bantuan sosial dan kenaikan harga termasuk BBM menjadi isu sentral yang saling bertimbal balik. Relasi antara pemerintah dan wong cilik pun nampak bukan relasi yang rumit.
Ketika harga BBM naik, pemerintah mencoba mengintervensinya dengan menambah porsi bantuan sosial, dan itu tidak ditolak oleh wong cilik. Yang menjadi masalah ternyata pada soal pendataan dan distribusi yang belum rapi.
Keyakinan kelas bawah terhadap pemerintah yang akan makin baik ke depannya masih terlihat dalam dua survei ini. Catatannya, tren yang ditunjukkan menurun.
Pada survei Juni 2022 keyakinan responden kelas bawah pemerintah akan makin baik ke depannya sebanyak 58,3 persen. Tingkat keyakinan ini menurun menjadi 51,8 persen pada Oktober 2022. Pemerintah tentu harus berhati-hati dengan tren yang menurun ini.
Akhirnya jika kembali pada ungkapan Kumalasari, warga Cirebon, pada awal tadi, wong cilik nampaknya sudah bisa melihat bahwa permasalah kenaikan harga yang dijawab dengan solusi bantuan langsung, tidak selalu memberi jalan keluar. Percuma saja ada bantuan jika harga-harga terus naik. Wong cilik mungkin sudah paham, untuk sesaat bansos akan berguna.
Namun, untuk jangka panjang hal ini hanya memberi solusi permukaan saja. Jika kemiskinan adalah problem struktural, maka solusi yang dapat merubah struktur itulah yang dinantikan wong cilik. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Survei Litbang ”Kompas”: Kemiskinan Masih Jadi Pekerjaan Rumah