Strategi Ukraina Serang Jauh Ke dalam Wilayah Rusia (II-Habis)
Langkah Ukraina menyerang balik Rusia menyita perhatian dunia. Ukraina berhasil menyerang jantung wilayah Rusia dengan "bomber" kelas berat yang mestinya sudah layak masuk museum.
Serangan militer Ukraina menggunakan drone intai Tupolev Tu-141 “Strizh” ke dalam wilayah Rusia merupakan salah satu prestasi di tengah ketatnya rezim rudal jarak jauh Ukraina. Dunia lagi-lagi dibuat terkejut oleh kelihaian Ukraina memanfaatkan senjata lawas dan strategi melumpuhkan Rusia tanpa “menginjak ranjau” nuklir Rusia.
Penyerangan dua pangkalan Angkatan Udara Rusia di wilayah Saratov dan Ryazan yang berjarak sekitar 460 dan 500 kilometer dari perbatasan Rusia membelalakkan mata dunia. Satu hal karena untuk pertama kalinya Ukraina berani dan berhasil menyerang “jantung” Rusia berupa bomber kelas berat di tarmaknya, juga karena serangan itu menggunakan drone yang fungsinya berbeda dan mestinya sudah layak masuk museum.
Drone yang dipakai Ukraina adalah dari jenis Tupolev Tu-141 “Strizh” yang merupakan drone intai (reconnaissance) yang dibuat di Kharkiv pada era Uni Sovyet di akhir 1970an. Tu-141 tidak seperti drone medium AS semacam “Predator” atau “Reaper”, yang dapat membawa rudal dan mengorbit dalam waktu lama sambil memindai sasaran dengan sensor berteknologi tinggi.
“Rudal” bersayap delta dengan menggendong mesin turbojet di punggung belakang itu sebenarnya adalah murni kendaraan pengintai sesuai dengan konteks perang dingin saat itu. Drone itu sejatinya lebih mirip rudal bersayap kecil dengan roket pendorong di bagian bawah badan pesawat dan sayap kecil (canard) di dekat hidung. Ukurannya juga terbilang cukup besar dengan panjang sekitar 14 meter, lebar sayap 2 meter dan tinggi sayap tegak 3 meter lebih.
Berat total drone Tu-141 itu bisa mencapai enam ton, dengan jangkauan operasi bisa mencapai sekitar 1.000 kilometer. Meski terbilang besar, Strizh tidak dirancang untuk mendarat. Dia akan melepaskan dua parasut besar pada saat selesai misi. Selain itu Strizh tidak dirancang membawa muatan hulu ledak melainkan sistem kamera, radar dan sensor elektronik. Dengan mesin turbojet KR-17A jadul, biasanya Strizh beroperasi di ketinggian relatif rendah dengan kecepatan hampir 1 Mach.
Dengan dimensi yang cukup besar dan tidak dirancang dengan material dan kemampuan antiradar (stealth), penampang Tu-144 di layar radar sistem antiserangan udara Rusia, mestinya sangat jelas. Dengan kata lain, pertahanan antiserangan udara Rusia mestinya memiliki berbagai pilihan rudal maupun tembakan untuk menjatuhkan drone serang ini sebelum mencapai titik sasarannya.
Dalam kasus serangan di pangkalan udara Rusia, pengamat perang Rusia menyatakan bahwa drone serang itu semestinya bisa ditangkal hingga 60 kilometer sebelum sasaran jika sistem pertahanan udara berjalan baik. Asumsinya adalah tak mungkin pangkalan udara dimana terdapat pesawat bomber stratejik triad nuklir Rusia, tak memiliki sistem pengawasan antiserangan udara yang memadai. Namun faktanya, diperkirakan tidak ada sirine sebelum serangan di pangkalan Dyagilevo.
Dari kondisi empat personil cedera dan kematian tiga personel Rusia yang berada di dekat pesawat yang rusak, sangat mungkin bahwa mereka tak sempat mendengar sirine peringatan. Personel militer tersebut tidak dapat menyelamatkan diri karena tak ada tanda bahaya. Ini mengindikasikan bahwa sistem pertahanan udara setempat memiliki “lubang” yang bisa saja karena campur tangan sistem pengacakan sinyal tertentu.
Memang, bisa pula keberhasilan serangan itu semata karena strategi kamuflase militer Ukraina yang kerap dipraktikkan di medan laga. Pola decoy menggunakan drone umpan tampak jelas sewaktu terjadi penembakan rudal antikapal Ukraina “Neptunus” yang berhasil mengecoh radar pendeteksi milik kapal penjelajah “Moskwa” sehingga tak mampu menghindari rudal sesungguhnya. Namun decoy atau umpan drone sejauh ini belum terungkap.
Perang urat syaraf
Bagi Ukraina, keberhasilan drone Tupolev Tu-141 “Strizh” menyerang jauh ke dalam Rusia sekali lagi memberi bukti kegigihan berbagai pihak di Ukraina terkait kemampuan militernya memanfaatkan persenjataan modern maupun lawas. Betapa tidak, alutsista itu diambil dari stok yang sudah ditaruh di gudang penyimpanan yang semula tidak direncanakan untuk kembali diaktifkan.
Sebuah artikel lawas di laman medium.com menunjukkan bahwa Ukraina sebenarnya sudah sejak 2014 menyiapkan alutsista lama era Uni Soviet termasuk drone Tu-141 ini. Artikel yang ditulis oleh Robert Beckhusen pada 6 Juni 2014 tersebut menyatakan Ukraina sedang merestorasi 68 pesawat militer berbagai jenis termasuk drone Tu-141 untuk misi serangan ke wilayah Donbas. Meski demikian, tidak jelas berapa drone semacam ini yang akhirnya berhasil direstorasi dan dimiliki militer Ukraina hingga kini.
Keberhasilan itu juga menandai untuk kedua kalinya Ukraina mampu memukul alutsista Rusia yang memiliki nilai stratejik tinggi. Meski hanya dua bomber Tu-95 M di pangkalan Engels dan satu bomber Tu-22M3 di pangkalan Diaghilevo yang rusak, namun kerusakan itu cukup untuk melumpuhkan tiga pesawat bomber strategis itu dan yang utama adalah mengurangi rasa percaya diri kemampuan sistem pertahanan Rusia.
Meski serangan drone itu sendiri secara keseluruhan terlihat hanya menimbulkan efek kerusakan yang relatif kecil, namun bukan hanya serangan itu sendiri yang tampaknya menjadi tujuan serangan Ukraina. Dampak strategis serangan itu kini memberi efek penggentar psikologis bagi warga sipil Moskwa yang selama ini relatif bebas dari dampak langsung perang Rusia-Ukraina.
“Penduduk Moskwa kini harus menyadari bahwa suatu saat jamur ledakan dapat tumbuh di luar jendela mereka dan sesuatu yang berbahaya akan mulai terbakar,” tambah Nikolai Mitrokhin, seorang pengamat militer Rusia dalam acara debat televisi Rusia pascaserangan drone.
Dari dampak ledakannya yang tidak menimbulkan kerusakan hebat sebagaimana serangan roket HIMARS di lapangan udara Saki, Crimea pada 13 Agustus 2022, sangat mungkin Tu-141 tidak berisi bahan peledak. Kerusakan pada ekor dan sayap pesawat bomber Rusia diduga kuat akibat dampak ledakan sekunder Tu-141 dengan proyektil sistem antiserangan udara Rusia, atau bisa juga merupakan ledakan dari sistem turbojet dan bahan bakar Tu-141 yang menghantam sekitar pesawat.
Pola serangan drone Tu-141 yang belum diberi hulu peledak sesungguhnya ini memang tampaknya bentuk komunikasi yang senada antara Ukraina kepada Rusia sebelumnya juga menggertak dengan cara serupa. Rusia menembakkan rudal jelajah berkemampuan nuklir KH-55 yang hulu ledaknya sengaja dibuat “kopong” saat menyerang instalasi sipil Ukraina.
Seperti ramai diberitakan media barat, pada 18 November 2022 Rusia menembakkan rudal jelajah KH-55 ke Ukraina, dengan cangkang mirip hulu ledak nuklir namun berisi bahan tiruan. Penggunaan cangkang hulu ledak nuklir itu seakan memberikan pesan, bahwa Rusia sewaktu-waktu bisa mengisinya dengan bahan nuklir sungguhan jika Ukraina tak juga menyerah.
Adu strategi
Tak hanya serangan drone, saat ini Rusia juga diserang melalui ledakan-ledakan dan kebakaran hebat di pusat-pusat distribusi minyak dan gas serta pusat perbelanjaan besar. Jika sebelumnya kebakaran-kebakaran besar terjadi pada wilayah-wilayah yang senjata menyimpan bahan bakar atau berkaitan dengan sarana militer, maka kini ledakan itu telah mendekati fasilitas sipil atau keseharian penduduk di ibukota Moskwa. Ini juga bisa dibaca sebagai balasan atas tindakan Rusia yang menyerang sarana-sarana sipil Ukraina dengan membabi buta sejak awal Oktober 2022.
Yang terbaru, adalah kebakaran besar yang terjadi di mal di wilayah Balashika, pinggiran timur Moskwa sebagaimana diberitakan The Telegraph (11/12/2022). Insiden itu merupakan kebakaran besar kedua mal di Moskwa dalam empat hari, setelah dua hari sebelumnya (9/12/2022) sebuah mega mal seluas 7.000 meter di sebelah utara Moskwa yakni Khimki Retail juga terbakar habis disertai ledakan hebat.
Bagi warga di luar Rusia, sulit untuk tidak mengaitkan kebakaran hebat yang terjadi dalam waktu berdekatan itu dengan pola sabotase dan peran kaki tangan Ukraina di Rusia maupun segala hal sebagai dampak invasi Rusia. Meski demikian, kantor berita Rusia TASS menyatakan hal itu akibat korsleting listrik yang terjadi di tengah hujan deras.
Akan tetapi bagaimanapun, strategi Ukraina yang kini menyasar langsung ke jantung Rusia tanpa menimbulkan risiko di kalangan pengambil keputusan “tombol nuklir” membuat Rusia kini ibarat petinju yang ganti dihajar berkali-kali. Ini membuat kondisi buruk di Ukraina akibat serangan bertubi-tubi Rusia menjadi cukup seimbang untuk mengurangi ketimpangan ‘narasi kemenangan’ dalam perang asimetris (tak seimbang) ini.
Di atas upaya pembentukan citra keunggulan masing-masing pihak, fakta di lapangan pertempuran menunjukkan bahwa perang kian intensif saat ini meskipun kedua pihak menghadapi musim dingin yang menyengsarakan. Roda-roda tank dan kendaraan lapis baja kedua pihak tak mampu melewati lumpur yang licin dan para prajurit bertahan di parit-parit berlumpur dengan kondisi yang sangat memprihatinkan.
Di wilayah Kherson dan Luhansk yang diduduki, Rusia semakin banyak membuat garis pertahanan defensif, berupa jajaran beton-beton segitiga penghalang tank, serta membuat parit pertahanan di pantai-pantai Crimea. Yang terbaru, hari ini Rusia juga diberitakan bertransaksi dengan Iran untuk barter jet tempur dan sistem antiserangan udara untuk ditukar dengan drone kelas berat Iran.
Perang berlanjut
Di meja diplomasi, penasehat Presiden Putin, Dmitry Peskov mencoba menawari Ukraina dengan menyuarakan iming-iming perdamaian atau gencatan senjata. Dmitry menyatakan saat ini adalah masa yang tepat untuk mencari perdamaian atas perang Rusia Ukraina, dan menyebut semuanya terserah kepada Presiden Zelenskyy untuk berdamai. Bagaimanapun tawaran ini belum disambut di pihak Ukraina dan menilainya sebagai bentuk propaganda semata.
Ukraina tampaknya tetap berkonsentrasi pada upaya mempertahankan garis depan yang sudah dicapai selama dua bulan ini selepas mundurnya pasukan Rusia di Kherson, dengan mencoba meraih kota Melitopol sebagai batu pijakan serangan ke Semenanjung Crimea.
Baca juga: Strategi Ukraina Serang Jauh ke dalam Wilayah Rusia (I)
Hal itu terindikasi dari serangan roket HIMARS yang menghancurkan markas pasukan Wagner Group dan disebut-sebut membunuh dua ratus tentara bayaran Wagner Group sebagaimana diberitakan The Telegraph (12/12/2022).
Dengan gambaran strategi yang demikian intens di kedua pihak, musim dingin yang bisa mencapai minus 20 derajat Celcius tampaknya tak akan mampu menghalangi berlanjutnya peperangan antara Rusia dan Ukraina. Kedua pihak tetap akan menjalankan agenda pencapaian militer masing-masing dengan permainan urat syaraf, adu strategi dan adu persenjataan militer. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Bayraktar TB 2, Pesawat Terbang Nirawak Ukraina Buatan Turki