Mengawal Transformasi Ekonomi Digital di Indonesia
Transformasi ekonomi digital menjadi peluang emas bagi Indonesia. Namun, peluang ini masih terkendala infrastruktur internet yang perlu ditingkatkan kualitasnya untuk mendukung akselerasi.
Oleh
Arita Nugraheni
·4 menit baca
Awal tahun 2023, pemerintah akan menyingsingkan lengan untuk serius mengakselerasi pengembangan ekonomi digital. Perencanaan yang telah digodok matang sepanjang tahun perlu terus dikawal demi tercapainya target membanggakan di tahun 2045.
Indonesia berupaya untuk mengakselerasi pengembangan industri digital selama 22 tahun ke depan. Merujuk Rencana Induk Pengembangan Industri Digital Indonesia 2023-2045, nilai ekonomi digital ditargetkan mencapai 22.513 triliun rupiah pada 2045 atau 15 kali lipat dari capaian pada 2021 yang tercatat di angka Rp 1.490 triliun.
Sektor teknologi informasi dan komunikasi (TIK) diharapkan berkontribusi 20,7 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2045 atau tiga kali lipat dari kontribusinya pada tahun 2021. Dengan begitu, neraca perdagangan TIK akan mampu terungkit dan memberikan keuntungan.
Transisi ekonomi ke arah digital menjadi keniscayaan yang tidak perlu lagi disangkal. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menyampaikan, transisi digital dan transisi hijau tidak terelakkan lagi.
Indonesia berupaya untuk mengakselerasi pengembangan industri digital selama 22 tahun ke depan.
”Kita harus beradaptasi di sana. Soal transisi ini, berarti soal kapasitas dari sumber daya kita,” ujarnya dalam acara puncak Indonesia Development Forum 2022 pada Senin (21/11/2022) yang disiarkan melalui kanal Youtube.
Industri digital Indonesia memiliki potensi besar yang dapat menjadi modal untuk mengakselerasi perubahan. Per 2020, Bappenas melaporkan 60 persen pasar layanan telekomunikasi di dalam negeri dikuasai oleh pelaku usaha lokal.
Sementara itu, peningkatan pendanaan usaha rintisan (start up) Indonesia pada 2021 tercatat hampir dua kali lipat dari sebelumnya (91,7 persen). Dengan kewenangan pemerintah untuk menata dan mengintervensi pasar, modal ini menjadi kekuatan industri digital Tanah Air untuk mendunia.
Tidak hanya itu, kuatnya arus digitalisasi juga ditandai dengan pertambahan jumlah pengguna internet di Indonesia. Laporan lembaga riset dan analisis Statista memperkirakan, pada 2022 ini jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 210,6 juta orang atau meningkat 4,6 persen daripada tahun sebelumnya.
Laju digitalisasi di Indonesia juga lebih cepat dibandingkan dengan sejumlah negara di Asia Tenggara. Bertolak dari jumlah pengguna internet pada tahun 2021 dan 2019, penambahan jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 12,5 persen.
Pada periode yang sama, peningkatan jumlah pengguna internet di Thailand hanya 8,4 persen. Sementara itu, penambahan di Filipina dan Vietnam cenderung berimbang di level 7,9 persen dan 7,7 persen.
Tidak hanya dari skala penduduk, durasi pemanfaatan internet oleh warga Indonesia juga lebih intensif dibandingkan rerata warga global. Pada 2021, rata-rata lama penggunaan internet masyarakat Indonesia mencapai 8 jam dan 8 menit. Durasi ini melampaui rerata global yang tercatat selama 6 jam dan 53 menit per hari.
Di tengah masifnya penggunaan internet, Indonesia masih menghadapi tantangan keterjangkauan dan kecepatan internet. Kontur geografis kepulauan dan belum meratanya infrastruktur tak bisa dielakkan menjadi tantangan untuk menjangkau 51 persen daerah rural yang belum memiliki jaringan internet.
Sementara itu, kecepatan internet di Indonesia juga belum menyamai kecepatan rata-rata global. Bappenas melaporkan, rerata kecepatan internet di dalam negeri adalah 23,1 mbps pada 2020. Kecepatan ini tak lebih dari separuh kecepatan rata-rata internet global yang mencapai 55,7 mbps.
Cita-cita untuk menjadi kekuatan digital baru di kancah internasional perlu dibarengi dengan upaya nyata. Menghadirkan kenyamanan dalam mengakses ekosistem digital tak lain harus bertumpu pada jaringan internet.
Program pemerintah yang dialamatkan pada persoalan ini perlu dikawal demi tercapainya target pengembangan ekonomi digital. Di antaranya adalah konsistensi pembangunan base transceiver station (BST)/last-mile yang masih akan berlanjut hingga tahun 2024. Sejak 2020, pemerintah tercatat telah membangun 5.052 BTS per tahun.
Peningkatan kapasitas satelit Satria juga akan dilakukan pada 2023 hingga 2024 setelah konstruksi satelit dibangun pada kurun waktu 2020 hingga 2022. Penguatan infrastruktur digital juga telah dilakukan dengan peningkatan jangkauan serat optik pada 60 persen kecamatan di seluruh penjuru Indonesia. Harapannya, jaringan internet dapat merata hingga tidak ada lagi blank spot signal.
Tidak hanya itu, pemerintah perlu berani untuk menambah alokasi belanja TIK. Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020, alokasi belanja TIK masih kurang dari 0,1 persen.
Proporsi ini masih kecil jika dibandingan dengan negara tetangga, seperti Singapura, yang sudah mengalokasikan 1,1 persen. Sementara itu, Malaysia telah menganggarkan 0,6 persen dan Thailand 0,3 persen.
Selain tantangan keterjangkauan dan kecepatan, keamanan penggunaan internet juga menjadi persoalan krusial. Bappenas turut mencatat setidaknya 1.400 kasus penipuan daring terjadi setiap tahun, dari 2016 hingga 2020.
Publik turut menyoroti keamanan data sebagai faktor pertimbangan memanfaatkan internet. Jajak pendapat Kompas pada Januari 2022 merekam, 67,8 persen responden pernah melakukan transaksi di situs dalam jaringan (online). Dari proporsi ini, baru sebagian kecil yang menggunakan transaksi digital.
Keengganan menggunakan pembayaran digital ini dilatarbelakangi oleh masih belum terjaminnya keamanan data di ranah digital. Separuh responden jajak pendapat mengkhawatirkan faktor keamanan dalam pembayaran, baik yang terkait keamanan saldo maupun kerahasiaan data diri yang tidak terjamin.
Terlebih lagi, perilaku publik juga belum mencerminkan sikap berkesadaran digital. Misalnya saja, tujuh dari 10 responden tidak mengganti kata sandi pengamanan secara berkala pada akun-akun yang terkoneksi ke jaringan internet (Kompas, 13/2/2022).
Di tengah kekuatan dan tantangan tersebut, percepatan ke arah ekonomi digital menjadi semangat baru menyongsong tahun 2023 yang disebut penuh ketidakpastian. Besar harapan akan terbentuk kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri digital, dan masyarakat untuk membawa Indonesia berjaya di masa mendatang. (LITBANG KOMPAS)