Jajak Pendapat Litbang “Kompas”: Publik Membangun Optimisme pada Tahun 2023
Ancaman kelesuan ekonomi pada 2023 ditanggapi optimistis oleh responden dari berbagai kalangan kelas, khususnya kelas menengah dan atas. Keyakinan dan harapan menjadi modal kuat masyarakat menghadapi ancaman krisis.
Oleh
Yohanes Mega Hendarto
·4 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Suasana perdagangan di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat (24/10/2022). Para pedagang mengaku jualannya semakin sepi sejak kenaikan harga BBM pada awal September 2022.
Bayang-bayang perlambatan ekonomi menghantui setelah pergantian tahun nanti. Perang Rusia-Ukraina yang tidak kunjung mereda serta perlambatan ekonomi China menjadi faktor yang turut memengaruhi kondisi ekonomi Indonesia.
Pemerintah Indonesia pun berada dalam tegangan, antara mengatasi resesi global dan menjaga momentum pemulihan ekonomi. Inflasi berupaya ditekan dengan menaikkan suku bunga acuan Bank Indonesia. Situasi inilah yang menjadi konteks bagi masyarakat dalam melihat kondisinya saat ini ataupun menatap tahun depan.
Hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada 3-7 November 2022 menangkap fenomena ini dan menakarnya seturut kelas sosial ekonomi responden. Pengelompokan kelas dilihat dari pengeluaran keluarga per bulan dan daya listrik di rumah.
Ditemukan bahwa makin tinggi kelas sosial ekonomi responden, makin yakin pula untuk menghadapi ancaman kelesuan ekonomi tahun depan. Hasil jajak pendapat menunjukkan kelas menengah dan kelas atas menjadi kelompok yang paling optimistis menghadapi ketidakpastian di 2023. Delapan dari 10 responden kelas menengah yakin dapat melalui ketidakpastian ekonomi.
Keyakinan serupa diungkapkan responden dengan latar belakang kelas atas. Namun, di sisi lain, kelas bawah yang merasa paling pesimistis (73,7 persen).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Suasana lalu lintas Jalan Raya Puncak di Tugu, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yang dipadati wisatawan (4/5/2022). Kegiatan liburan tetap dilakukan masyarakat meski perekonomian lesu.
Faktor-faktor keyakinan ini dapat ditelusuri lebih lanjut berdasarkan cara pandang masing-masing kelas. Dari soal pemulihan ekonomi, mulai dari kalangan bawah hingga atas cenderung sepakat melihat situasi pandemi tahun ini lebih baik daripada tahun lalu. Begitu juga dengan perkiraan bahwa tahun depan kondisi pandemi akan lebih baik lagi dibandingkan dengan tahun ini.
Namun, pemulihan ekonomi tampaknya masih terasa lambat, khususnya bagi sebagian kalangan menengah bawah. Soal membaik atau memburuknya pendapatan masyarakat juga dibayangi oleh ketersediaan lapangan kerja pada tahun ini. Sebagian responden (26,9 persen) merasa tahun ini lebih sulit mendapatkan pekerjaan.
Memang situasi saat ini tidak mudah sebab harga bahan pokok perlahan naik seiring kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada pertengahan tahun ini. Persoalan jumlah pendapatan individu akhirnya memengaruhi daya beli masyarakat.
Namun, konsumsi masyarakat memang unik. Kendati kemampuan belanja kebutuhan pokok dirasa menurun, tetapi tidak untuk konsumsi barang penunjang gaya hidup atau hobi. Lebih dari sepertiga responden di setiap kelas mengaku masih mampu memenuhi keperluan hobi yang tergolong kebutuhan sekunder atau bahkan tersier. Bisa jadi, ini adalah siasat masyarakat untuk melepaskan jenuh dan kepenatan setelah terkungkung pandemi selama lebih dari dua tahun.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Warga berebut nomor antrean untuk menerima bantuan uang tunai di Balai Desa Kaponan, Kecamatan Pakis, Magelang, Jawa Tengah (28/11/2022). Penyaluran bantuan bagi warga kelas bawah dilakukan untuk menahan dampak kenaikan harga BBM subsidi.
Siasat pengeluaran
Bicara soal siasat, maka manajemen pengeluaran dan pendapatan adalah hal mutlak yang perlu ditempuh. Menabung dan berinvestasi secara cermat adalah kemampuan mendasar yang dibutuhkan.
Siasat memangkas budget pengeluaran kebutuhan tersier atau hiburan tentu menjadi yang pertama dilakukan. Menonton konser atau film di bioskop, membeli kendaraan pribadi, serta berwisata ke dalam dan luar negeri adalah hal yang cenderung dianggap bukanlah prioritas di tahun mendatang.
Meski demikian, hal-hal yang berkaitan dengan kerohanian, kesehatan, dan perlengkapan domestik masih dianggap penting untuk masuk dalam budget anggaran. Tiap kelas cenderung mengakui pentingnya menyisihkan anggaran untuk ibadah haji atau ziarah keagamaan, membeli vitamin atau obat-obatan serta peralatan rumah tangga.
Khusus kelas menengah dan kelas atas, mereka masih mengalokasikan anggaran untuk persoalan fashion (67,6 persen) dan peralatan elektronik atau gadget (50 persen). Sebaliknya di kelas bawah, persoalan fashion dan gadget cenderung tidak lagi jadi prioritas di tahun depan.
Siasat mengatur keuangan inilah yang memberikan gambaran besaran konsumsi publik di 2023. Dengan mengatur skala prioritas, publik memiliki harapan tahun depan akan dilalui dengan lebih baik.Terlepas dari kondisi tahun ini yang dirasa sulit, publik masih memiliki harapan terang menyongsong ekonomi 2023.
Karakteristik masyarakat Indonesia yang guyub dan tolong-menolong menjadi modal untuk membendung ancaman krisis. Seperti yang dituliskan Adam Smith, filsuf dan bapak ekonomi modern, dalam The Wealth of Nations (1776) bahwa sistem ekonomi akan membentuk suatu tatanan di samping kompetisi tiap individu dalam memenuhi kepentingannya. Tatanan ini masih kuat dalam konstruksi sosial masyarakat Indonesia, yang mengarah pada kesejahteraan bersama.
Iklim ekonomi Indonesia di tahun depan masih terpantau baik dengan melihat besarnya optimisme publik. Kelesuan ekonomi yang paling dikhawatirkan masyarakat kelas bawah dapat diimbangi dengan penyaluran program bantuan sosial. Ditambah keyakinan dari masyarakat kelas menengah dan kelas atas, harapan pertumbuhan ekonomi di 2023 akan tetap menyala. (LITBANG KOMPAS)