Jajak Pendapat Litbang ”Kompas”: Pengelolaan Sampah Laut Paling Butuh Perhatian
Pengelolaan sampah di laut masih menjadi pekerjaan rumah. Kondisinya dinilai memburuk dengan peningkatan volume sampah. Penyelamatan dan pelestarian laut mendesak dilakukan untuk menyelamatkan kehidupan.
Kelestarian pantai, pesisir, dan laut masih cenderung masih diabaikan. Laut masih dibanjiri oleh sampah darat yang tidak terkelola. Padahal, laut menjadi bagian penting dalam menopang keseimbangan ekosistem bumi. Perhatian pada pengelolaan sampah laut perlu diarusutamakan.
Masih minimnya pengelolaan sampah di laut tecermin dari hasil jajak pendapat Litbang Kompas yang diselenggarakan awal November 2022.
Sebanyak 65 persen responden menyebutkan, pengelolaan sampah di area pantai, pesisir, dan laut relatif buruk. Rinciannya, 51,8 persen menganggap buruk dan 13,2 persen menganggap sangat buruk.
Dari latar belakang usia responden, penilaian tersebut lebih banyak disuarakan oleh kalangan muda. Setidaknya tiga dari empat responden yang mewakili proporsi generasi Z menyatakan pengelolaan sampah di area hilir ini perlu ditingkatkan. Sementara itu, tak lebih separuh dari kalangan baby boomers yang menyampaikan penilaian serupa.
Laut masih dibanjiri oleh sampah darat yang tidak terkelola.
Perbedaan persepsi juga muncul berdasarkan latar belakang pendidikan responden. Semakin tinggi pendidikan, semakin banyak pula responden yang menilai pengelolaan sampah di pantai, pesisir, dan laut masih bermasalah.
Kedekatan masyarakat dengan laut tentu tidak bisa dilepaskan dari perbedaan penilaian tersebut. Selain itu, temuan ini dapat pula dimaknai sebagai ciri belum meratanya upaya pemangku kebijakan dalam menghadirkan lingkungan yang lestari.
Pengelolaan sampah masih terpusat pada area-area yang dekat dengan permukiman. Pandangan ini berlandaskan dari persepsi publik yang cenderung memberikan rapor baik pada pengelolaan sampah di area tempat tinggal.
Sebanyak 67,3 persen responden menilai baik pengelolaan sampah di lingkungan tempat tinggal mereka. Sementara itu, 32,5 persen responden menganggap pengelolaannya buruk. Artinya, penilaian negatif pada pengelolaan sampah di hilir dua kali lipat dibandingkan dengan penilaian pada pengelolaan di area yang dekat dengan aktivitas masyarakat.
Kondisi ini mengisyaratkan keprihatinan. Pengelolaan sampah yang belum optimal justru berada di wilayah yang menjadi penyokong kelestarian bumi. Tidak hanya pemerintah dan swasta, tanggung jawab pengelolaan sampah juga perlu dialamatkan pada masyarakat itu sendiri.
Jajak pendapat turut merekam bahwa kehadiran sosok yang peduli pada keberlangsungan laut masih amat dibutuhkan. Setidaknya sepertiga responden menyebut bidang pengelolaan sampah di pantai, pesisir, dan laut paling perlu sosok penggerak lingkungan.
Tak hanya agen perubahan, perilaku pro-lingkungan juga perlu ditingkatkan oleh masyarakat umum. Namun, di tengah praktik baik dalam pengelolaan sampah di lingkungan tempat tinggal, perilaku pro-lingkungan belum nampak diterapkan di ruang publik atau area di luar aktivitas sehari-hari.
Baca juga: Potret Pejuang Lingkungan dalam Baju Sehari-hari
Pengelolaan sampah laut perlu segera ditingkatkan di tengah besaran sampah yang terus membanjiri laut. Sampah laut tidak hanya timbul dari kegiatan di laut, tetapi juga sampah yang berasal dari daratan, badan air, dan pesisir yang mengalir ke laut.
Berdasarkan data terbaru Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut (TKN PSL), timbulan sampah laut mencapai 36.800 ton pada 2020. Sampah ini bisa berasal dari aktivitas kapal nelayan dan kapal penumpang. Dari jumlah tersebut, hampir 20 persen timbulan sampah laut tidak terkelola.
Hal paling mengkhawatirkan adalah timbulan sampah darat yang berpotensi mencemari laut. TKN PSL mencatat adanya 3,49 juta ton sampah darat yang tidak terkelola dan dibuang ke perairan.
Jumlah sampah yang membebani perairan bisa saja lebih besar. Hal ini mengingat 2,5 juta ton sampah berstatus dibuang sembarangan. Artinya, hampir 6 juta ton sampah berpotensi membebani laut.
Sampah yang tidak terkelola ini mengambil 8,3 persen dari porsi sampah darat yang dihasilkan. Dengan begitu, diperkirakan jumlah sampah yang berpotensi masuk ke laut 684 ton per jam atau setara dengan satu truk sampah per menitnya.
Pengelolaan sampah laut semakin urgen di tengah besaran sampah yang membeludak. Apalagi, sumber terbesar sampah laut nyatanya berasal dari aktivitas di darat. Perlu upaya kolaboratif untuk mencapai kesuksesan menjaga laut dari bahaya sampah.
Baca juga: Siapa Mau Jadi Pejuang Lingkungan?
Pencemaran
Upaya kolaboratif ini penting untuk menjamin laut tetap sehat dan mampu mendukung kebutuhan hidup manusia yang notabene berada di darat. Namun, sampah laut masih menjadi beban.
Meskipun demikian, upaya pemerintah mengelola sampah laut ini tetap harus diapresiasi. Setidaknya TKN PSL mencatat adanya penurunan volume sampah yang berpotensi mencemari laut.
Pada 2020, besaran sampah darat yang dibuang ke perairan turun 34,4 persen dari tahun 2017. Penurunan terjadi secara stabil dari tahun ke tahun.
Secara lebih rinci, sampah yang dibuang ke perairan pada 2020 turun 8,3 persen dari tahun sebelumnya. Pada 2019 turun sebesar 8,7 persen dan pada 2018 turun sebesar 15,6 persen.
Timbulan sampah yang berasal dari laut juga menurun. Pada 2020, tercatat penurunan 69 persen dari tahun 2018 yang mencapai 118.500 ton. Selain pengendalian volume, tingkat pengelolaan sampah turut membaik.
Sampah yang tidak terkelola pada tahun 2018 tercatat 70,7 persen. Tingkat sampah tak terkelola berkurang separuhnya pada 2019. Kini, sampah tidak terkelola telah berada di bawah 20 persen.
Pencapaian ini tak bisa dilepaskan dari kebijakan pemerintah lewat Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang penanganan sampah laut. Kebijakan ini memayungi kolaborasi lintas kementerian dan lembaga untuk terus berkomitmen menjaga kelestarian laut.
Salah satu strategi penanganan sampah laut yang dilakukan adalah dengan penanggulangan sampah di pesisir dan laut, penanggulangan sampah plastik dari kegiatan transportasi laut, wisata bahari, kegiatan kelautan dan perikanan, serta luar pulau dan pulau-pulau kecil.
Tugas tersebut diemban oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Per Juni 2022, KKP telah mendorong ratusan nelayan untuk mengganti alat tangkap yang ramah lingkungan, penyediaan 26 fasilitas pengelolaan limbah di pelabuhan, dan lima pelabuhan bersertifikat ISO 14001.
Tak hanya dari sisi sarana, KKP turut menjalankan program edukasi melalui 37 Gerakan Bersih Pantai dan Laut, 14 Sekolah Pantai Indonesia, dan 5 Jambore Pesisir. Upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah harapannya tidak berhenti di saat era kepemimpinan berganti.
Bagaimanapun, menjaga kelestarian laut merupakan jalan panjang yang butuh konsistensi. Jajak pendapat Kompas merekam harapan publik terhadap pemerintah agar membuka peluang untuk berkolaborasi dengan banayak pemangku kepentingan, termasuk dengan masyarakat untuk berjuang bersama menyediakan kehidupan yang layak untuk generasi di masa mendatang. (LITBANG KOMPAS)