Kesadaran untuk menjaga kelestarian lingkungan sudah umum dirasakan publik. Kesadaran ini menuntut aksi nyata untuk bergerak turun tangan di lapangan memperjuangkan keselamatan lingkungan.
Oleh
YOHAN WAHYU
·5 menit baca
Minat untuk turun tangan dan peduli terhadap persoalan lingkungan bukan monopoli kalangan tertentu. Semua orang sudah memiliki kesadaran betapa pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Modal niat dan kemauan ini menjadi pintu awal untuk menjawab kebutuhan akan hadirnya orang-orang yang mewakafkan hidupnya untuk lingkungan.
Kesimpulan ini terekam dari hasil jajak pendapat Kompas yang digelar pada awal November lalu. Sebagian besar responden (88,8 persen) menyatakan berminat untuk berkonstribusi dalam menjaga lingkungan di sekitar tempat tinggal mereka. Data ini makin menguatkan bahwa isu lingkungan sudah menjadi kesadaran bersama yang diamini dalam memori publik.
Setidaknya hasil jajak pendapat ini juga makin mengukuhkan hasil survei dengan tema lingkungan yang pernah digagas Litbang Kompas pada Oktober 2021. Salah satunya terkait fenomena donasi yang dikhususkan untuk pelestarian lingkungan.
Jajak pendapat saat itu merekam tingginya minat masyarakat berdonasi bagi program pelestarian lingkungan. Enam dari sepuluh responden menyatakan berminat berdonasi, bahkan sebagian di antaranya mengaku berdonasi setiap minggu (Kompas, 17/10/2021).
Modal niat dan kemauan ini menjadi pintu awal untuk menjawab kebutuhan akan hadirnya orang-orang yang mewakafkan hidupnya untuk lingkungan.
Tidak heran jika kemudian hasil jajak pendapat November lalu ini menegaskan tingginya minat orang berkonstribusi pada upaya menjaga kelestarian lingkungan. Minat ini juga disampaikan oleh responden dari berbagai latar belakang. Artinya, hampir semua orang memiliki kemauan untuk terjun ke lapangan guna menjaga lingkungan.
Jika dilihat dari latar belakang jender, tidak ada perbedaan mencolok antara keduanya terkait minat untuk menjadi pejuang lingkungan di sekitarnya. Dari kelompok responden laki-laki, sebanyak 95,2 persen mengaku berminat untuk berkonstribusi menyelamatkan lingkungan. Sementara dari kalangan kelompok responden perempuan, angkanya sedikit di bawahnya, yakni mencapai 82,6 persen.
Meskipun porsinya lebih kecil dari kelompok responden laki-laki, relasi perempuan dan lingkungan bukan hal yang asing. Penghargaan Kalpataru, misalnya, tidak selalu diberikan pada sosok laki-laki.
Data penerima Kalpataru, sebuah penghargaan yang diberikan kepada perorangan atau kelompok atas jasanya dalam melestarikan lingkungan hidup di Indonesia. Tahun 2021, dari sepuluh penerima, tujuh di antaranya adalah perorangan dan salah satunya perempuan.
Terakhir, majalah terkemuka Time belum lama ini mengumumkan 100 nama tokoh untuk Time100 Next 2022. Dari sederet nama-nama terkenal, perempuan aktivis di bidang lingkungan hidup asal Aceh, Farwiza Farhan, dipilih menjadi salah satu sosok inspiratif dalam Time100 Next 2022 edisi Oktober.
Time100 Next merupakan edisi spesial Time yang ditujukan untuk individu dari berbagai bidang yang memberi dampak positif terhadap bumi dan kehidupan di dunia. Farwiza Farhan adalah Direktur Yayasan Hutan, Alam, dan Lingkungan Aceh (HAKA). Farwiza dipilih sebagai salah satu dari 100 tokoh dunia karena lebih dari satu dekade terlibat langsung dalam upaya perlindungan hutan Leuser, Aceh (Kompas, 30/9/2022).
Selain dari sisi jender yang tidak ada perbedaan mencolok, dari sisi generasi, minat menjadi pejuang lingkungan juga menunjukkan komitmen yang relatif sama antargenerasi. Hasil jajak pendapat menyebutkan, baik generasi muda maupun generasi yang lebih senior sama-sama berminat memberikan konstribusi untuk menjaga kelestarian lingkungannya.
Meski demikian, jika dibandingkan, mereka yang masuk kategori responden berusia lebih muda, berkisar 17-24 tahun, porsinya lebih besar yang berminat dibandingkan kelompok generasi lain.
Di kelompok usia 17-24 tahun ini, mayoritas (95,8 persen) menyatakan berminat menjadi pejuang lingkungan. Adapun pada kelompok generasi lain, rata-rata angkanya di bawah kelompok usia 17-24 tahun tersebut.
Kecenderungan anak muda lebih peduli dengan isu lingkungan ini juga pernah disampaikan melalui hasil kajian yang dilakukan Aulia Nastiti dan Geger Riyanto yang dituangkan dalam laman Theconversation.com. Keduanya menyebutkan, generasi muda di Indonesia lebih peduli isu lingkungan dan memiliki literasi perubahan iklim yang memadai.
Hasil kajian dari kedua peneliti ini juga menyebutkan, aktivisme iklim di Indonesia juga terlihat meningkat meski masih relatif sepi dibandingkan negara-negara maju. Kajian awal mereka pada 2020 di Indonesia menemukan, dari 110 responden generasi Z yang disurvei, lebih dari 80 persen memiliki kesadaran yang relatif tinggi terhadap iklim.
Dari kajian ini dan juga hasil jajak pendapat Kompas, jelas ada kecenderungan isu iklim dan lingkungan ini sudah menjadi isu yang melintasi semua generasi, meskipun porsi anak muda lebih banyak dibandingkan generasi pendahulunya.
Sementara dari latar belakang sosial ekonomi dan pendidikan, isu kelestarian lingkungan ini memang masih menjadi porsi dari mereka yang berlatar belakang sosial ekonomi menengah ke atas dan pendidikan menengah atas. Sementara kelompok responden yang berlatar belakang menengah bawah, baik dari sisi sosial ekonomi maupun pendidikan, porsinya cenderung lebih rendah.
Hal ini tampak dari hasil jajak pendapat. Pada kelompok responden dengan status sosial ekonomi bawah, misalnya, 84 persen menyatakan berminat berkonstribusi menjaga kelestarian lingkungan di wilayahnya. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan mereka yang berada di kelompok sosial ekonomi menengah atas yang rata-rata di atas 90 persen.
Hal yang sama juga tampak dari kategori latar belakang pendidikan. Pada kelompok responden dengan latar belakang pendidikan dasar, porsi yang menyatakan berminat menjadi pejuang lingkungan mencapai 85,3 persen.
Angka ini lebih rendah dibandingkan mereka yang berpendidikan menengah atas yang rata-rata angkanya lebih dari 90 persen. Data ini memberikan sinyal bahwa isu lingkungan memang masih didominasi oleh kelas menengah atas meskipun minat untuk terjun memberikan konstribusi terhadap lingkungan merata tampak di semua kelas.
Sementara itu, jika dilihat dari asal wilayah responden, mereka yang tinggal di wilayah perdesaan cenderung menunjukkan komitmen lebih tinggi untuk terjun ke lapangan guna menjaga lingkungan.
Dari kelompok responden yang tinggal di perdesaan, 91,9 persen mengaku berminat untuk berkonstribusi menjaga kelestarian lingkungan di wilayah tempat tinggalnya. Sementara itu, pada mereka yang tinggal di wilayah perkotaan, tercatat 85,7 persen mengaku berminat untuk memberikan konstribusinya di sektor lingkungan ini.
Kecenderungan setiap orang berminat untuk menjadi ”pejuang lingkungan” tentu akan menjadi angin segar bagi upaya-upaya pelestrian lingkungan.
Besarnya komitmen publik pada upaya menjaga kelestarian lingkungan dengan berminat mewakafkan waktunya untuk kerja-kerja penyelamatan lingkungan, tentu menjadi sinyal positif.
Hal ini terutama penting untuk menghadapi makin beratnya tantangan, mulai dari fenomena pemanasan global, gaya hidup yang masih mengabaikan pelestarian lingkungan, sampai pada kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan yang perlu terus dikuatkan lagi.
Namun, fenomena kecenderungan setiap orang berminat untuk menjadi ”pejuang lingkungan” tentu akan menjadi angin segar bagi upaya-upaya pelestrian lingkungan.
Tentu, ini akan mudah dikerjakan melalui gerakan yang secara bersama-sama menjaga dan merawat lingkungan untuk masa depan lebih baik. Jadi, beranikah kita menjadi bagian dari pejuang lingkungan itu? (LITBANG KOMPAS)