Jajak pendapat ”Kompas” menunjukkan 72,8 persen responden khawatir pembahasan Perppu Pemilu akan dijadikan kesempatan bagi parpol, terutama yang berada di parlemen, membuat aturan yang menguntungkan mereka.
Oleh
YOHAN WAHYU/Litbang KOMPAS
·5 menit baca
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu Pemilihan Umum diharapkan tetap mempertimbangkan kepentingan semua partai politik peserta pemilu. Publik mengkhawatirkan muatan perppu lebih banyak mengakomodasi partai-partai parlemen. Upaya memberi perlakuan yang sama kepada semua parpol peserta pemilu tetap harus dijamin dalam regulasi baru ini.
Kekhawatiran ini disampaikan 72,8 persen yang tertangkap dari hasil jajak pendapat Kompas pekan lalu. Sebagian besar responden mengkhawatirkan pembahasan Perppu Pemilu ini akan dijadikan kesempatan bagi parpol, terutama yang kini berada di parlemen, untuk memasukkan aturan yang menguntungkan mereka dan merugikan parpol nonparlemen.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Perppu Pemilu ini lahir sebagai upaya mengakomodasi penambahan daerah pemilihan dan jumlah kursi di wilayah Papua dan Papua Barat. Hal ini sebagai konsekuensi dari pembentukan empat daerah otonom baru (DOB) di kedua wilayah tersebut. Namun, selain upaya mengubah Pasal 186 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terkait jumlah kursi DPR, yang sebelumnya berjumlah 575 kursi bertambah menjadi 580 kursi, ada wacana juga untuk mengubah ketentuan lain yang tidak terkait langsung dengan DOB.
Ketentuan lain yang dibahas antara lain terkait keserentakan akhir masa jabatan penyelenggara pemilu dan nomor urut partai politik peserta pemilu. Soal keserentakan akhir masa jabatan penyelenggara pemilu disisipkan dalam draf perppu, yakni Pasal 563A. Adapun terkait nomor urut parpol disebutkan di Pasal 179 Ayat (3a).
Pasal ini menyebut parpol yang telah ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2019 tetap menggunakan nomor urut yang telah ditetapkan dan telah diumumkan KPU pada Pemilu 2019. Sementara itu, di Pasal 179 Ayat (3b) disebutkan, nomor urut parpol peserta Pemilu 2019 yang tidak lagi menjadi peserta pemilu digunakan sebagai nomor urut bagi parpol peserta pemilu baru.
Terkait pembahasan isi perppu di luar upaya mengakomodasi hadirnya DOB di wilayah Papua dan Papua Barat, publik sebenarnya cenderung terbelah menyikapinya. Sebanyak 46 persen responden tak mempersoalkan ada isu lain di luar DOB yang bisa masuk perppu. Namun, sepertiga responden lainnya cenderung menolak dan berharap isi perppu tetap fokus pada upaya mengakomodasi dapil baru dengan hadirnya DOB di tanah Papua.
Apalagi, kekhawatiran responden yang disebutkan sebelumnya bukan tanpa alasan. Hal ini terutama terkait dengan dasar mengapa perppu perlu dikeluarkan presiden, yaitu adanya kebutuhan mendesak menyelesaikan masalah hukum secara cepat, UU yang dibutuhkan belum ada (terjadi kekosongan hukum), atau terdapat UU tetapi tak memadai.
Menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Khoirunnisa Nur Agustyati, penyusunan Perppu Pemilu yang tengah dilakukan saat ini tak ubahnya proses revisi UU. Sebab, ketentuan yang akan dimasukkan dalam aturan tersebut cenderung melebar dari isu krusial yang menjadi dasar pembentukan perppu (Kompas, 2/11/2022).
Sebagian besar responden juga khawatir masuknya isu-isu di luar DOB justru membuat pembahasan lebih alot karena tarik-menarik kepentingan parpol. Hal ini disampaikan hampir 60 persen responden yang menilai pembahasan perppu bisa berlarut-larut karena adanya agenda yang masuk di luar kepentingan untuk mengakomodasi DOB di Papua dan Papua Barat.
Kurang mendesak
Mengacu ke sejumlah isu yang coba dimasukkan dalam perppu, di luar kepentingan mengakomodasi DOB di Papua dan Papua Barat, memang terlihat cenderung disikapi terbelah oleh publik. Hasil jajak pendapat menangkap, soal perekrutan penyelenggara pemilu secara serentak agar masa akhir jabatannya sama dipandang kurang mendesak.
Hal ini terekam dari terbelahnya penyikapan responden. Sebanyak 50,4 persen menyatakan mendesak, tetapi penilaian ini dibayangi hampir 40 persen responden yang menyatakan sebaliknya. Hal yang sama juga terlihat dari penyikapan responden di isu nomor urut partai. Sebanyak 42,5 persen responden memandang isu nomor urut ini mendesak masuk perppu, tetapi 43,6 persen responden menyatakan justru tak mendesak.
Isu ini awalnya dilontarkan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri beberapa waktu lalu soal perlunya nomor urut partai tetap menggunakan yang lama. Usulan ini lebih mempertimbangkan kemudahan sosialisasi dan tentu lebih hemat dari sisi anggaran untuk belanja alat peraga kampanye.
Namun, mengacu jajak pendapat Kompas pada September 2022, sebagian besar responden menilai nomor urut partai sebenarnya tidak memiliki pengaruh kuat terhadap mereka sebagai pemilih. Di mata pemilih, identifikasi parpol lebih banyak bertumpu pada logo atau gambar partai di pemilu serta sosok calon anggota legislatif yang diusung partai di pemilu tersebut.
Di sisi lain, mengacu syarat kekosongan hukum atau UU kurang memadai, memasukkan isu nomor urut partai dalam perppu kurang tepat. Tak mendesaknya isu nomor urut masuk perppu juga diakui Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Syamsurizal (Kompas, 2/11/2022).
Keadilan
Upaya memasukkan isu nomor urut dalam Perppu Pemilu ini juga dinilai sebagian besar responden akan melahirkan ketidakadilan bagi parpol peserta pemilu yang lain, terutama parpol baru. Sebanyak 60,8 persen responden menyampaikan hal tersebut karena menganggap semestinya semua parpol peserta pemilu mendapatkan perlakuan yang sama.
Apalagi jika mengacu tahapan yang harus dilalui parpol untuk menjadi peserta pemilu, parpol nonparlemen dan parpol pendatang baru cenderung lebih banyak bebannya dibandingkan partai yang saat ini sudah di parlemen. Jika ketentuan nomor urut ini disahkan di perppu, akan menambah deretan perlakuan berbeda bagi parpol baru.
Sebelumnya, parpol baru dan partai nonparlemen dihadapkan pada ketentuan verifikasi dua tahap, yakni verifikasi administrasi dan verifikasi faktual. Sementara parpol yang saat ini ada di DPR hanya diwajibkan untuk mengikuti proses verifikasi administrasi.
Potensi ketidakadilan atau ketidaksetaraan perlakuan semestinya tetap menjadi pertimbangan sebelum perppu ini diberlakukan. Bagaimanapun, prinsip keadilan dalam pemilu harus tetap dijaga. Semua peserta pemilu mesti mendapat perlakuan yang sama dari penyelenggara pemilu di setiap tahapan dan memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi.