
Setelah melandai selama beberapa bulan terakhir, situasi Covid-19 akhir-akhir ini makin mengkhawatirkan. Situasi ini perlu terus diperhatikan mengingat kemungkinan meningkatnya mobilitas menjelang libur Natal dan Tahun Baru bulan depan. Belajar dari fenomena lonjakan dua tahun ke belakang, strategi mitigasi perlu disiapkan oleh pemerintah.
Makin mengkhawatirkannya situasi Covid-19 di Indonesia ini terekam dari pengukuran Indeks Pengendalian Covid-19 (IPC) Kompas. Hasil pengukuran minggu lalu menunjukkan, rerata skor nasional tidak berubah di angka 78 poin.
Stagnasi ini menjadi pertanda perburukan situasi Covid-19 di Indonesia mengingat skor selalu konsisten di atas 80 poin selama satu semester ke belakang. Tak heran, dari 34 provinsi di Indonesia, lebih dari separuhnya masih belum mampu memperbaiki raihan skor. Bahkan, 14 di antaranya masih mengalami perburukan.
Dilihat dari penurunan skor, terdapat beberapa provinsi dengan perburukan yang relatif lebih signifikan dibandingkan dengan yang lainnya. Provinsi dengan penurunan paling besar ialah Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat yang skornya turun sebesar 4 poin. Selain kedua provinsi ini, Lampung dan Kalimantan Utara juga jadi daerah dengan penurunan yang patut diwaspadai, yakni sebesar 3 poin.

Walau tidak mengalami perburukan situasi yang signifikan, terdapat pula provinsi yang memiliki skor relatif rendah. Berdasarkan total perolehan skor, Sulawesi Selatan menjadi provinsi dengan capaian skor terburuk di angka 66 poin. Sedikit lebih baik, Jawa Timur menduduki posisi kedua dari bawah dengan capaian skor sebesar 68 poin.
Jika ditelaah lebih dalam, faktor yang mendorong perburukan pengendalian Covid-19 bersumber dari manajemen infeksi. Dalam aspek ini, skor rata-rata nasional berada di angka 33 poin, jauh terpaut dengan aspek manajemen pengobatan yang berada di kisaran 45 poin. Rendahnya capaian ini perlu dijadikan alarm bagi pemerintah untuk lebih waspada dan gerak cepat agar bisa menurunkan angka infeksi.
Provinsi yang paling sulit mengendalikan infeksi ialah NTT dan Sulawesi Barat dengan capaian skor pengendalian infeksi sebesar 25 poin. Tak berbeda jauh, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara juga mencatatkan skor pengendalian infeksi yang cukup rendah di kisaran 27 poin. Hal ini menunjukkan, setidaknya saat ini upaya pengendalian infeksi harus difokuskan di Pulau Sulawesi.
Baca juga : Perlukah Vaksin Covid-19 Dosis Keempat?
Tren global
Tren perburukan pandemi nyatanya tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Dalam seminggu terakhir, beberapa negara tercatat mengalami lonjakan kasus positif harian. Secara geografis, ternyata Asia menjadi titik episentrum gelombang kali ini.
Hingga 21 November 2022 tampak dua negara dengan jumlah positif baru tertinggi berada di wilayah Asia. Dengan jumlah positif baru mingguan sebanyak lebih dari 593.000 kasus, Jepang menjadi negara dengan perkembangan Covid-19 yang paling mengkhawatirkan. Dibandingkan seminggu sebelumnya, negara ini mengalami peningkatan kasus baru sebesar 18 persen.
Setelah Jepang, Korea Selatan juga menjadi negara dengan situasi pandemi yang memburuk. Selama seminggu terakhir, terdapat lebih dari 364.000 kasus baru di negara tersebut. Dibandingkan dengan masa seminggu sebelumnya, terjadi peningkatan kasus positif baru sekitar 2 persen.

Meski tak setinggi Jepang dan Korea Selatan, beberapa negara di Asia juga tengah mengalami tren Covid-19 yang mengkhawatirkan, termasuk Indonesia. Beberapa wilayah ini ialah Taiwan dan Hong Kong yang masing-masing mencatatkan kasus positif harian sebesar 128.000 dan 50.000 kasus.
Di luar kontinen Asia, beberapa negara di kawasan barat juga tercatat tengah berjibaku mengendalikan Covid-19. Di Eropa, Perancis menjadi negara dengan situasi pandemi terparah dengan kasus mingguan sebesar 221.000. Angka tersebut merupakan peningkatan sebesar 39 persen dibandingkan pengukuran seminggu sebelumnya.
Baca juga : Perketat Kembali Protokol Kesehatan, Jangan Kendor!
Pandemic Fund G20
Perburukan situasi pandemi di beberapa negara di dunia pada pengujung 2022 ini menjadi pertanda bahwa tampaknya Covid-19 masih akan ada pada 2023.
Tak heran, pengendalian, pemulihan sekaligus pencegahan pandemi menjadi salah satu tema yang diusung oleh Presidensi G20 lalu. Tak hanya berhenti di tema, soal pandemi pun tak luput dari Deklarasi Bali sebagai hasil dari pertemuan 20 negara ekonomi terkuat tersebut.
Salah satu yang menarik untuk diperhatikan dan terus dikawal ialah inisiatif dana pandemi (pandemic fund). Disahkan pada G20 di Indonesia, inisiatif ini sebetulnya telah dibahas sejak KTT G20 Roma di 2021 lalu.

Secara singkat, dana ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas negara-negara di dunia, terutama negara berpenghasilan rendah dan menengah, untuk pulih dari pandemi Covid-19 dan menjadi modal untuk memperkuat mereka menghadapi ancaman kesehatan global di masa depan.
Program Pandemic Fund ini memiliki dana awal sebesar 1,4 miliar dollar AS yang dikumpulkan dari 24 donor. Dalam penyaluran dan implementasi programnya, Pandemic Fund ini melibatkan berbagai pihak termasuk Bang Dunia, WHO, pemangku kebijakan negara mitra, LSM, dan entitas lain yang bisa terlibat.
Diharapkan, jika dapat disalurkan dengan tepat, berbagai persoalan yang sebelumnya dirasakan dalam upaya global dalam menanggulangi pandemi, seperti ketimpangan akses vaksin, bisa segera diatasi dan tak terulang di masa depan. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Analisis Litbang ”Kompas”: Mengantisipasi Gelombang Keempat Covid-19