Gelombang Badai PHK
Pemutusan hubungan kerja di Indonesia bermunculan di penghujung tahun. Kondisi ini berpotensi masih berlanjut di tahun 2023 seiring perlambatan perekonomian global. Bagaimana kesiapan Indonesia?

Di tengah tren pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus membaik, berita banyaknya kasus pemutusan hubungan kerja atau PHK oleh sejumlah perusahaan sangat mengejutkan. Banyaknya kasus PHK menunjukkan masih rapuhnya fondasi keuangan sektor-sektor ekonomi yang baru pulih dari pandemi.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai bangkit dari pandemi Covid-19 sejak triwulan III-2021. Angkanya cukup meyakinkan dan relatif stabil di kisaran 5 persen. Hingga triwulan ketiga tahun ini, angka pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,72 persen.
Kondisi ini memberi optimisme bahwa pertumbuhan ekonomi tahunan tahun 2022 juga berada di angka 5 persen. Kementerian Keuangan memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional sepanjang tahun ini bisa mencapai kisaran 5-5,3 persen.
Banyaknya kasus PHK menunjukkan masih rapuhnya fondasi keuangan sektor-sektor ekonomi yang baru pulih dari pandemi.
Akan tetapi, di awal November 2022 muncul kondisi ketenagakerjaan yang mengagetkan. Selama Januari-September 2022 dikabarkan sejumlah pabrik tekstil berhenti beroperasi dan jumlah yang mengalami PHK mencapai 70.000 orang.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja menyebutkan, kondisi ketidakpastian ekonomi global akibat pandemi Covid-19, ditambah lagi efek perang Rusia-Ukraina yang memicu stagflasi dan pelemahan daya beli, telah menghambat industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
Pelemahan pasar kian dirasakan sejak triwulan ketiga (Juli-September) 2022. Hal ini ditandai dengan permintaan penundaan pengiriman produk hingga awal tahun 2023.
Selain itu, terdapat pula laporan dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) yang menyebutkan sampai 30 Oktober 2022 ada 14 perusahaan digital yang melakukan PHK. Perusahaan itu, antara lain, Shopee Indonesia, Line, Mamikos, Zenius, LinkAja, JD.ID, dan Uang Teman.

Informasi terbaru di bulan November ini, perusahaan digital PT Go To Gojek Tokopedia Tbk mengumumkan melakukan PHK sekitar 1.300 orang atau 12 persen dari total karyawannya. Selain itu, perusahaan rintisan Ruangguru juga mengurangi karyawannya.
Bertambahnya jumlah pengangguran ini juga terbaca lewat laporan Badan Pusat Statistik (BPS) awal November lalu. Jumlah pengangguran di Indonesia per Agustus 2022 tercatat sebanyak 8,42 juta orang atau pada tingkat 5,86 persen. Jumlah ini masih di bawah kondisi Agustus 2021, tetapi bertambah jika dibandingkan kondisi Februari 2022.
Per Februari 2022 tercatat sebanyak 8,4 juta orang atau 5,83 persen yang menganggur. Artinya, dalam enam bulan bertambah sekitar 20.000 orang yang menganggur. Ada pula sekitar 3,48 juta penduduk bekerja yang masih mengalami pengurangan jam kerja sebagai dampak dari pandemi yang belum usai.
Baca juga: Pekerja Khawatirkan Kemungkinan PHK Massal
Arah resesi
Membaiknya kinerja ekonomi secara makro rupanya tidak serta merta diikuti di tingkat mikro. Perusahaan menghadapi risiko yang berbeda-beda akibat kondisi ketidakpastian yang dihadapi yang memengaruhi daya tahan finansial dan operasionalnya.
Bukan hanya perusahaan kecil yang menghadapi risiko seperti ini. Perusahaan besar yang mengalami penurunan pendapatan pun memiliki perhitungan yang pada akhirnya bermuara pada keputusan PHK.
Meta, induk perusahaan Facebook, baru-baru ini juga melakukan PHK sekitar 11.000 karyawan atau 13 persen dari sumber daya manusianya. Hingga September lalu, karyawan di perusahaan yang didirikan Mark Zuckerberg sejak 2004 itu masih berjumlah 87.314 orang. Sementara itu, Twitter di bawah pemiliknya yang baru, Elon Musk, juga mengurangi setengah dari pekerjanya atau sekitar 3.700 orang.
Tahun 2023 harus diwaspadai sebagai tahun dengan gelombang pengurangan tenaga kerja yang lebih banyak. Pelemahan ekonomi dunia pasti akan terjadi.

Antrean meluber pencairan bantuan langsung tunai untuk korban PHK di Sidoarjo, Senin (14/12/2020). Total 5.000 karyawan yang menjadi korban PHK karena pandemi Covid-19 ini menerima bantuan Rp 600.000 per orang.
Pandemi Covid-19 sudah lebih terkendali, tetapi penyebab utama ketidakpastian global adalah perang di Ukraina yang masih berlanjut. Kecenderungan suku bunga naik pun masih akan berlanjut sehingga pertumbuhan ekonomi tidak saja melambat, tetapi juga bisa mengarah resesi.
Rusia secara teknis bahkan sudah mengalami resesi. Hal itu akibat sanksi yang diberikan negara-negara Barat atas tindakannya menginvasi Ukraina. Pertumbuhan ekonomi Rusia terkontraksi sebesar 4 persen selama dua triwulan berturut-turut.
Inggris pun pada triwulan III-2022 mengalami resesi akibat dampak dari perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan kenaikan harga-harga. Secara keseluruhan, perekonomian dunia tahun 2023 akan melambat dengan angka pertumbuhan tidak lebih dari 1,6 persen.
Baca juga : Industri Pertekstilan di Ambang Keterpurukan
Kondisi positif
Indonesia akan menghadapi kondisi perlambatan ekonomi yang sama tahun 2023. Potensi PHK diperkirakan masih akan berlanjut tahun depan. Akan tetapi, Indonesia memiliki dua kondisi yang lebih baik untuk meredam efek domino dari perlambatan dan kasus PHK tersebut, yaitu momentum pertumbuhan tinggi dan perlindungan sosial.
Kondisi pertama, Indonesia cukup beruntung menikmati pertumbuhan yang cukup tinggi sepanjang 2022. Hal ini menjadi momentum positif dan optimisme penurunan yang terjadi tidak akan terlalu dalam.
Hanya saja, munculnya banyak kasus PHK di penghujung tahun menyisakan pertanyaan seberapa berkualitasnya pertumbuhan yang tinggi tersebut dalam mengungkit kesejahteraan masyarakat.

Meningkatnya angka pengangguran menjadi indikator akan semakin melemahnya daya beli masyarakat. Angka kemiskinan berpotensi meningkat. Konsumsi masyarakat berkurang dan hal itu akan terasa pada penerimaan pajak negara.
Dampak ikutan lainnya akan terjadi. Oleh karena itu, perlindungan sosial terhadap pekerja terutama yang mengalami PHK harus jadi prioritas.
Kondisi kedua, Indonesia sudah memiliki program Jaminan Kehilangan Pekerjaan atau JKP bagi yang mengalami PHK. JKP merupakan program yang baru dikeluarkan pemerintah tahun ini.
Tenaga kerja yang menjadi peserta BPJS ketenagakerjaan yang memiliki masa iur minimal 12 bulan dalam dua tahun terakhir dan membayar iuran selama enam bulan berturut-turut sebelum terjadi PHK otomatis terdaftar dalam program JKP.
Meningkatnya angka pengangguran menjadi indikator akan semakin melemahnya daya beli masyarakat.
Program ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Manfaat yang diperoleh dari program JKP ini adalah mendapat bantuan uang tunai sebesar 45 persen dari upah sebelumnya selama tiga bulan pertama dan 25 persen untuk tiga bulan selanjutnya. Selain itu, juga mendapat konseling pekerjaan, informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja.
Dengan manfaat ini, orang-orang yang terkena PHK kemampuan daya belinya masih akan terjaga dan berpeluang menjadi produktif kembali dengan mendapatkan pekerjaan yang baru atau membuka peluang usaha untuk diri sendiri. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Elon Musk PHK Separuh Pegawai Twitter