Tantangan Piala Dunia Qatar dalam Menekan Emisi Karbon
Kesuksesan Piala Dunia Qatar 2022 tidak sebatas diukur dari kemegahan turnamen semata, tetapi juga bagaimana tuan rumah dan FIFA mampu menjamin pembatasan emisi karbon demi kelestarian lingkungan.

Logo Piala Dunia 2022 Qatar ditampilkan pada upacara pembukaan di Stadion Al Bayt di Al Khor, Qatar (20/11/2022). Kemeriahan pembukaan Piala Dunia 2022 yang gegap gempita dan penuh energi cahaya tidak luput dari risiko emisi karbon.
Penyelenggaraan Piala Dunia 2022 di Qatar diperkirakan menghasilkan 3,63 juta ton karbon dioksida ekuivalen selama satu bulan turnamen. Tiga sektor utama penyumbang emisi karbon ialah perjalanan, infrastruktur, dan akomodasi. Sejumlah langkah perlu diambil pihak penyelenggara agar pelaksanaannya selaras dengan agenda global menahan krisis iklim.
Persoalan krisis iklim memang tidak akan pernah selesai dibahas hingga sistem pengelolaan emisi karbon mencapai kondisi karbon netral. Setiap kegiatan yang dilakukan manusia dapat dipastikan menghasilkan karbon, salah satunya aktivitas olahraga.
Beragam kegiatan olahraga terbukti menghasilkan emisi karbon tak sedikit. Apalagi saat dihitung sebagai satu acara bertaraf internasional. Salah satu agenda besar olahraga di dunia adalah piala dunia. Piala Dunia Qatar tahun ini melibatkan 32 negara dan berlangsung selama hampir satu bulan hingga 18 Desember 2022.
Banyak hal patut diapresiasi terkait penyelenggaraan Piala Dunia 2022, khususnya saat pesta pembukaan yang berlangsung dengan sangat megah. Hanya saja, beragam hal yang menakjubkan tersebut tidak lepas dari emisi karbon yang diestimasi berjumlah sangat besar.

Hiasan bendera-bendara peserta Piala Dunia 2022 digantungkan di langit-langit Mall of Qatar (17/11/2022). Perhelatan Piala Dunia yang dihadiri jutaan orang ke Qatar membuat konsumsi pangan dan kebutuhan energi ikut melonjak.
Penyelenggara turnamen mengklaim bahwa Piala Dunia tahun ini akan menjadi acara yang minim emisi karbon. Komitmen netral karbon yang disampaikan tentu menimbulkan berbagai pertanyaan lanjutan bagi banyak pihak. Konsep acara, infrastruktur, hingga akomodasi masih menghasilkan karbon tinggi.
Lembaga Carbon Market Watch menghitung estimasi emisi karbon Piala Dunia Qatar 2022 yang bersumber dari tiga komponen utama, yaitu perjalanan, infrastruktur, dan akomodasi. Secara total emisi karbon Piala Dunia Qatar tersebut mencapai 3,63 juta ton karbon dioksida ekuivalen. Dilihat dari delapan stadion yang digunakan, emisi karbon diproyeksikan dapat mencapai 1,6 juta ton karbon dioksida ekuivalen.
Besaran emisi tersebut kurang sesuai dengan standar FIFA yang menyebutkan bahwa emisi karbon untuk sekali penyelenggaraan Piala Dunia sekitar 250.000 ton karbon dioksida ekuivalen. Estimasi angka 3,63 juta karbon dioksida tersebut bahkan juga melebihi emisi yang dihasilkan selama satu tahun di 42 negara, seperti Islandia, Palestina, Haiti, Suriname, dan Republik Kongo.

Bus melewati bendera Piala Dunia 2022 yang terpasa di depan Benteng Al Koot, salah satu tempat bersejarah di kawasan Msheireb, kota Doha, Qatar (17/11/2022). Moblitas warga dan suporter dari berbagai negara meningkatkan konsumsi BBM transportasi publik.
Rekomendasi
Dalam kalkulasi lembaga Carbon Market Watch, estimasi 3,63 juta ton karbon dioksida ekuivalen berasal dari beberapa sektor penyelenggaraan Piala Dunia. Emisi karbon terbesar berasal dari sektor perjalanan yang dilakukan saat menuju ke lokasi dan saat berada di Qatar. Total mobilitas jutaan orang mulai dari pemain, ofisial, penyelenggara, hingga penonton Piala Dunia akan menghasilkan emisi karbon sebesar 1,88 juta ton karbon dioksida ekuivalen atau mencakup 51,8 persen dari emisi total.
Faktor penyumbang emisi terbesar kedua adalah infrastruktur, yaitu 893.3400 ton karbon dioksida ekuivalen. Munculnya emisi dari sektor infrastruktur, antara lain, akibat pembangunan sarana penunjang Piala Dunia, termasuk pembangunan stadion. Tercatat sedikitnya ada delapan stadion yang dibangun dan dipakai untuk pertandingan sepak bola. Lima dari delapan stadion ini turut menyumbang peningkatan emisi karbon.
Tak hanya stadion, emisi karbon juga muncul dalam pembangunan fasilitas umum lain, seperti hotel, rumah makan, dan tempat hiburan. Terakhir, emisi karbon juga dihasilkan banyak dari sektor akomodasi, yaitu 728.400 ton karbon dioksida ekuivalen.
Mempertimbangkan besarnya karbon yang dilepaskan sepanjang Piala Dunia Qatar, ada sejumlah rekomendasi yang diberikan Carbon Market Watch kepada Qatar sebagai tuan rumah dan Federasi Asosiasi Sepak Bola Internasional (FIFA) yang menaungi turnamen. Lima poin rekomendasi diberikan untuk menahan emisi karbon sehingga tidak memperburuk krisis iklim.

Suasana Hotel Butik Al-Aziziyah do Doha, Qatar, yang menjadi markas timnas Qatar pada Piala Dunia 2022 (15/10/2022). Pembangunan hotel, gedung, stadion, dan berbagai sarana lain saat Piala Dunia akan memengaruhi kualitas lingkungan hidup.
Poin pertama adalah Qatar dan FIFA harus menghitung secara transparan emisi karbon yang dihasilkan langsung atau tidak langsung. Poin kedua adalah FIFA perlu membuat laporan emisi karbon dari setiap penyelenggaraan Piala Dunia.
Laporan tersebut digunakan sebagai titik acuan dalam mengendalikan emisi karbon bagi tuan rumah berikutnya. Tak hanya itu, data tersebut juga menjadi evaluasi bagi FIFA agar menguatkan terus upaya pengendalian krisis iklim, sesuai dengan agenda global semua negara di dunia.
Poin ketiga adalah tuan rumah Piala Dunia juga diminta melihat kembali komitmen pembatasan emisi karbon. Sebagai contoh, Qatar sebagai tuan rumah tahun ini tercatat memiliki emisi karbon 95,67 juta ton sepanjang 2021. Selama lima tahun terakhir, karbon yang dibuang ke atmosfer berkisar 90-100 juta ton sehingga menjadi salah satu negara dengan emisi karbon terbesar di dunia.
Poin keempat adalah FIFA diminta meninjau ulang klaim bahwa Piala Dunia tidak ada kaitannya dengan krisis iklim. Alih-alih berkampanye seperti itu, FIFA seharusnya juga ikut berpartisipasi pada upaya-upaya pembatasan emisi karbon sehingga memiliki sumbangsih besar dalam upaya menekan kenaikan suhu global abad ini.
Terakhir, FIFA dinilai belum memiliki rencana yang jelas terkait pola pelaksanaan Piala Dunia yang minim emisi karbon. Padahal, kepemilikan dokumen perencanaan penyelenggaraan Piala Dunia berbasis muatan emisi karbon bersih akan menjadi standar bagi negara tuan rumah dan dapat diikuti secara terstruktur.

Penonton mengabadikan kembang api pada pembukaan Piala Dunia 2022 Qatar di Stadion Al Bayt di Al Khor, Qatar (20/11/2022).
Target reduksi
Sebenarnya Qatar telah berusaha untuk menyediakan energi bersih sehingga dapat meminimalkan emisi karbon sepanjang Piala Dunia tahun ini. Qatar tercatat telah meresmikan pembangkit listrik tenaga surya pertamanya yang mampu memasok 10 persen kebutuhan energi nasional.
Selain itu, Qatar juga akan menganggap semua karbon yang dilepaskan sepanjang Piala Dunia sebagai kredit karbon. Artinya, ada biaya yang harus dibayarkan oleh Qatar sebagai konsekuensi beban ekologi karena jutaan karbon yang dilepas ke atmosfer.
Piala Dunia 2022 akan menjadi contoh baik jika mampu mencapai target rendah emisi karbon sesuai klaim awal tuan rumah. Apalagi, estimasi emisi piala dunia tahun ini ternyata 1,5 juta lebih besar dari Piala Dunia Rusia 2018.

Sepak bola hanya satu dari banyaknya jenis olahraga yang menghasilkan banyak karbon dalam penyelenggaraannya. Sejumlah aktivitas olahraga tercatat menghasilkan emisi karbon yang terbilang tinggi untuk level individu, seperti panjat tebing, renang, voli, hingga basket.
Meskipun ada perdebatan cara yang tepat dalam mengukur emisi karbon dari olahraga, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meyakini ada hubungan erat antara penyelenggaraan olahraga dan karbon, terutama jika acara tersebut dilakukan secara akbar dan memobilisasi massa dalam jumlah banyak.
PBB mengestimasi bahwa sektor olahraga global menyumbang tingkat emisi yang setara dengan negara berukuran sedang. Olimpiade Rio de Janeiro tahun 2016 di Brasil juga mencatatkan emisi 3,6 juta karbon dioksida ekuivalen. Apabila dilihat data emisi tahun 2016, emisi Olimpiade Rio jauh lebih tinggi daripada 79 negara di seluruh dunia saat itu.

Pendukung tim nasional tuan rumah Qatar bersorak sebelum pertandingan sepak bola grup A Piala Dunia antara Qatar dan Ekuador di Stadion Al Bayt di Al Khor, Qatar (20/11/2022). Kedatangan jutaan suporter timnas negara-negara tentu memerlukan dukungan ketersedaan air bersih dan peningkatan konsumsi energi.
Kurang terkendalinya emisi karbon saat gelaran olahraga dunia memunculkan catatan kritis berupa penurunan kualitas lingkungan karena penyelenggaraan agenda besar olahraga yang tidak memperhatikan emisi karbon. Padahal, aktivitas olahraga apa pun turut dipengaruhi oleh kenaikan suhu global dan krisis iklim.
Curah hujan lebih ekstrem, peningkatan permukaan air laut, atau wabah penyakit memiliki konsekuensi besar dalam olahraga. Studi perubahan iklim yang menunjukkan penurunan lapisan es akan berdampak pada penyelenggaraan Olimpiade Musim Dingin di masa depan. Contoh lain adalah mundurnya sejumlah atlet di kejuaraan tenis dunia Australia Open 2020 karena buruknya kualitas udara.
Baca juga: Nada Sumbang Piala Dunia Qatar
Mempertimbangkan hubungan erat olahraga dengan krisis iklim, maka sudah saatnya pihak penyelenggara membuat aturan tegas terkait pengendalian emisi karbon. Hal tersebut dapat dimulai dengan secara transparan mengidentifikasi sumber emisi secara langsung dan tidak langsung, kemudian membuat langkah strategis dan terukur dalam implementasi.
Dalam konteks perhelatan kompetisi sepak bola terbesar saat ini, maka kesuksesan Piala Dunia Qatar 2022 tidak sebatas diukur dari kemegahan acara atau kemenangan tim sepak bola dari negara tertentu, tetapi bagaimana tuan rumah dan FIFA juga mampu menjamin keberlanjutan lingkungan melalui pembatasan emisi karbon. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Reorientasi Pendanaan Perubahan Iklim