Tuah Pelatih Lokal di Piala Dunia 2022
Jangan remehkan pelatih-pelatih lokal. Timnas yang memiliki pelatih yang berasal dari negaranya sendiri (pelatih lokal) cenderung menjadi pemenang Piala Dunia.
Peran pelatih dalam turnamen sepak bola biasanya tak banyak mendapat sorotan dibandingkan para pemain yang akan berlaga. Lagi pula, para pelatih timnas juga tidak mendapat banyak perhatian media massa dibandingkan pelatih klub yang memiliki kompetisi panjang tiap tahun.
Padahal, dari sisi peran, pelatih timnas memikul tanggung jawab yang tidak kalah berat di ajang Piala Dunia. Pelatih timnas negara-negara ini dapat berasal dari warga negara sendiri (pelatih lokal) atau mendatangkan pelatih asing, yaitu berasal dari warga negara lain.
Tren kemenangan pelatih lokal di Piala Dunia belum terputus sejak 1930. Kala itu dimulai oleh Alberto Suppici yang sukses membawa timnas Uruguay menjuarai Piala Dunia 1930 yang digelar di negaranya sendiri. Uruguay berhasil mengalahkan Argentina dengan skor 4-2 di babak final.
Pada Piala Dunia 2018, kemenangan Perancis pun tidak terlepas dari peran Didier Deschamps yang berhasil meracik strategi dan menempatkan pemain yang tepat di pos masing-masing. Misalnya, gol keempat Perancis terjadi karena Deschamps jeli menempatkan Antoine Griezmann di posisi depan yang kemudian mundur ke tengah lapangan saat Kroasia menguasai bola. Ruang kosong di lini kanan dimanfaatkan Kylian Mbappe untuk maju sampai depan kotak penalti dan mencetak gol keempat yang memastikan kemenangan Perancis.
Uniknya, tren kesuksesan pelatih lokal juga terjadi di turnamen Piala Eropa sejak 1960. Hanya di Piala Eropa 2004 terjadi anomali dengan kemenangan Yunani yang dilatih Otto Rehhagel, pelatih asal Jerman. Final antara Portugal dan Yunani saat itu memang dipenuhi oleh kejutan, apalagi Portugal bermain di kandang sendiri.
Di Piala Dunia 2022 kali ini, mayoritas tim mengandalkan pelatih lokal untuk meracik strategi di ruang ganti. Hanya ada sembilan tim yang memercayakan timnya di tangan pelatih asing. Kesembilan tim itu ialah Belgia, Kanada, Korea Selatan, Meksiko, Arab Saudi, Ekuador, Kosta Rika, Iran, dan tuan rumah Qatar.
Dari segi jumlah, pelatih asal Spanyol, Portugal, dan Argentina menjadi yang paling laris dibandingkan pelatih lainnya. Tiga pelatih asal Spanyol yang tercatat di Piala Dunia 2022 adalah Roberto Martinez yang melatih Belgia sejak 2016, Felix Sanchez Bas yang melatih Qatar sejak 2017, dan tentu Luis Enrique di timnas Spanyol sejak 2020. Larisnya para pelatih Spanyol ini tidak terlepas dari filosofi tiki taka yang diadaptasi oleh masing-masing tim sesuai komposisi pemainnya.
Sementara itu, tiga pelatih Portugal ialah Fernando Santos yang melatih Portugal sejak 2014, Paulo Bento di timnas Korea Selatan sejak 2018, dan Carlos Queiroz di timnas Iran yang baru bergabung dua bulan lalu. Juru taktik asal Argentina tidak ingin ketinggalan. Sebut saja Lionel Scaloni di timnas Argentina, Gerardo Martino di timnas Meksiko, dan Gustao Alvaro di timnas Ekuador.
Kehadiran sembilan pelatih yang memiliki negara asal yang sama ini bisa jadi memberikan warna yang sama di tim masing-masing. Pelatih asal Spanyol memiliki strategi penguasaan bola, pelatih asal Portugal dengan pola taktik oper cepat, dan pelatih asal Argentina banyak memanfaatkan lini sayap serta serangan balik dalam menyerang.
Adu strategi
Besarnya kepercayaan pada pelatih lokal didorong oleh tiga faktor utama, yakni filosofi tim, strategi yang digunakan, dan bahasa pengantar. Adapun faktor lainnya, ada persoalan upah pelatih dan kemampuan untuk mengendalikan pemain kunci di tim. Semua faktor inilah yang ditimbang oleh federasi sepak bola tiap negara untuk memilih pelatih utama mereka.
Saat ini, faktor filosofi tim sudah mulai tidak diprioritaskan lagi oleh sejumlah timnas atau klub sepak bola. Misalnya gaya bermain catenaccio, yang berarti ”kunci”, kini tidak melekat pada permainan timnas Italia atau tim-tim Serie A. Begitu juga dengan gaya kick and rush di Inggris, jogo bonito di Brasil, ataupun total football di timnas Belanda. Hanya Spanyol yang terlihat masih konsisten dengan gaya bermain tiki taka untuk strategi penguasaan bola.
Faktor kedua adalah strategi. Berdasarkan pantauan di babak kualifikasi Piala Dunia 2022, formasi 4-2-3-1 menjadi yang paling banyak digunakan para pelatih tim peserta. Formasi ini terbilang solid karena mengandalkan empat pemain bertahan, dua gelandang yang bisa menjadi gelandang bertahan dan gelandang tengah, dua pemain sayap, satu gelandang serang, dan satu penyerang utama.
Formasi yang merupakan modifikasi dari 4-4-2 ini diandalkan oleh tim-tim unggulan ataupun tim kuda hitam. Inggris, Jerman, dan Brasil menjadi sungguh mengandalkan kekuatan lini tengah mereka dengan formasi ini. Kekuatan lain dari formasi ini ialah serangan balik cepat yang dapat mengeliminasi lini tengah lawan dengan umpan terobosan langsung ke lini serang ataupun sayap.
Keunggulan lainnya, formasi ini tidak menggantungkan penyerang sebagai satu-satunya aktor pencetak gol. Dukungan dari lini kedua serang atau gelandang serang menjadi pembuka peluang terciptanya gol yang harus diwaspadai lawan. Strategi ini mulai umum digunakan setelah Pep Guardiola (Manchester City) dan Hansi Flick (Bayern Muenchen) sukses menggunakannya di tim masing-masing.
Selain itu, formasi 4-3-3 masih tergolong sering digunakan tim peserta. Formasi ini memiliki tiga jenis modifikasi permainan sesuai kebutuhan, yakni bertahan, menyerang, atau penguasaan bola. Pelatih Belanda, Spanyol, dan Kroasia akan menerapkan strategi ini dengan memanfaatkan lini tengah dan taktik operan pendek yang dikombinasikan dengan umpan terobosan ke garis depan lawan.
Faktor ketiga soal bahasa sering kali luput dari para pengamat sepak bola. Untuk sepak bola setingkat tim nasional, faktor bahasa diandaikan bukan hal yang penting dimiliki oleh pelatih timnas karena dapat didampingi penerjemah. Nyatanya, faktor ini krusial karena peran bahasa lokal dapat menjadi andalan pelatih ketika memberi instruksi di ruang ganti (pep talk).
Dengan pelatih lokal, persoalan bahasa yang menyangkut kultur dan kesamaan historis dapat menjadi modal emosional antara pelatih dan pemain. Kemampuan individu pemain timnas tentu tak perlu diragukan lagi. Persoalan mentalitas dan motivasi justru menjadi faktor lain yang penting dijaga para pemain dan pelatih di dalam ataupun di luar lapangan.
Faktor lain seperti kemampuan mengandalkan pemain kunci hanya terjadi di sejumlah timnas. Misalnya, Portugal yang memiliki Cristiano Ronaldo dan Argentina yang memiliki Lionel Messi. Para pelatih yang memiliki pemain kunci perlu mendapatkan rasa hormat dari pemainnya agar ruang ganti tetap harmonis.
Prediksi
Eksistensi juru taktik lokal tidak selalu sukses, terutama di tim-tim besar. Di Piala Dunia 2010, misalnya, Perancis dan juara bertahan Italia sama-sama gagal lolos dari grup meski ditangani pelatih lokal. Kala itu Perancis memercayakan Raymond Domenech sebagai pelatih yang ternyata cenderung menerapkan strategi monoton dan mengandalkan pemain-pemain senior seperti Thierry Henry dan Franck Ribery.
Kutukan juara juga terpaksa dialami Italia yang berada di posisi buncit grup. Marcello Lippi gagal mengulang kesuksesan ”Gli Azzurri” di Piala Dunia 2006 dan mendapat kritik dari media massa. Pasalnya, ia dinilai tidak dapat memilih pemain yang tepat karena masih banyak mengandalkan pemain senior yang usianya sudah cukup tua untuk standar pemain sepak bola.
Di Piala Dunia 2022 kali ini, beban berat dipikul Deschamps yang membawa para penggawa ”Les Bleus”. Kutukan juara bertahan masih membayangi timnya yang belakangan santer diberitakan oleh media massa. Absennya pemain kunci seperti N’Golo Kante dan Paul Pogba disinyalir akan mengurangi kekuatan di lini tengah Perancis.
Baca juga: Mesin Kecerdasan Buatan Jagokan Brasil dan Argentina di Piala Dunia
Prediksinya, tren kesuksesan pelatih lokal di Piala Dunia 2022 masih akan berlanjut. Di atas kertas, tim-tim unggulan di Piala Dunia 2022 kali ini masih mengandalkan pelatih lokal dibandingkan mendatangkan pelatih luar. Komposisi para pemain di tim unggulan juga memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan tim negara peserta lainnya.
Sebagian besar pelatih lokal juga memiliki portofolio panjang melatih timnya masing-masing. Setidaknya mereka melatih tim sejak di babak kualifikasi Piala Dunia sehingga pengenalan terhadap pemain yang dipilih, komposisi tim, dan strategi yang digunakan sudah bukan menjadi halangan. Meski begitu, masih terbuka kemungkinan kejutan terjadi di Piala Dunia 2022 dengan kesuksesan yang pertama kalinya bagi pelatih asing. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Messi dan Ronaldo, Siapakah yang Berpeluang Memenangi Piala Dunia 2022?