Analisis Litbang ”Kompas”: G20, Kesetaraan Jender, dan Pemimpin Perempuan
Ajang G20 dapat menjadi momentum penguatan peran perempuan dan kesetaraan jender. Tantangannya ialah bagaimana memberikan ruang dan kesempatan yang sama kepada semua warga negara.
Kiprah perempuan sebagai pemimpin dalam berbagai bidang semakin diperhitungkan. Kini banyak perempuan yang menduduki jabatan strategis, antara lain kepala daerah, menteri, lembaga negara, dan pemimpin di korporasi. Forum KTT G20 bisa mendorong lebih luasnya peran perempuan dan memberikan pengaruh pada tataran global.
Upaya memperkuat peran perempuan di tataran global memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi, dalam pengarusutamaan jender masih menghadapi tantangan di berbagai aspek.
Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF) dalam Global Gender Gap Report 2021 melaporkan, sampai 2021, kesenjangan kondisi antara laki-laki dan perempuan masih sangat lebar, terutama di bidang politik dan pemerintahan, termasuk Indonesia.
Dalam konteks negara G20 (minus Uni Eropa), skor kesenjangan jender Indonesia di angka 0,688 menjadikannya berada di peringkat ke-13, serta peringkat ke-101 dari 156 negara yang disurvei WEF di tingkat global.
Kiprah perempuan sebagai pemimpin dalam berbagai bidang semakin diperhitungkan.
Tahun 2022, kesetaraan jender di Indonesia membaik dengan kenaikan indeks 0,009 poin menjadi 0,697 poin. Kenaikan indeks tersebut menjadikan Indonesia naik ke peringkat ke-92 secara global.
Dari empat dimensi yang diukur, capaian dimensi pemberdayaan politik paling buruk. Dengan skor hanya 0,169 menunjukkan dominasi laki-laki yang masih kuat dalam pembangunan politik.
Isu perempuan mendapat perhatian khusus negara-negara di dunia, termasuk negara-negara yang tergabung dalam G20. Sebelum KTT G20 digelar November 2022 ini, digelar juga pertemuan Women 20 Summit yang dihadiri delegasi 15 negara dan Uni Eropa yang mendorong penguatan peran perempuan dalam tatanan global.
Secara umum ajang W20 ini mendorong isu kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan, terutama perempuan perdesaan. Rekomendasi pertemuan ini dibawa ke pertemuan para pemimpin G20 di Bali guna menjadi kebijakan untuk memajukan kesetaraan jender (Kompas, 20/7/2022).
Ada sejumlah poin utama dalam Komunike W20, di antaranya meliputi adopsi The National Strategies on Gender Equity dan Equality (NSGEE) yang sejalan perjanjian terkait hak asasi manusia dan membangun G20 Gender Data Network untuk memastikan keberadaan data berbasis jender.
Pertemuan ini juga mempromosikan peraturan anti-kekerasan jender dan meratifikasi Konvensi Organisasi Buruh Internasional 198 mengenai hubungan kerja dan mendorong keberlangsungan Women Entrepreneurs Finance Initiatives (We-Fi).
Harapannya, ke depan perempuan lebih punya posisi tawar saat memiliki kekuatan ekonomi. Untuk itu, W20 juga mendorong pemberdayaan perempuan lewat usaha kecil dan menengah, terutama di perdesaan. Pada akhirnya perempuan memang harus diberi kesempatan lebih luas untuk berpartisipasi di berbagai bidang, termasuk politik dan pemerintahan.
Baca juga : W-20 Usung Kesetaraan dan Pemberdayaan Perempuan dalam Pemulihan Ekonomi
Perempuan pemimpin
Hanya saja, meskipun penguatan kesetaraan jender sudah mulai terkonsolidasi, terutama dalam hal kepemimpinan perempuan, animo publik terhadap sosok-sosok perempuan relatif belum begitu kuat, seperti halnya animo mereka kepada sosok laki-laki untuk menjadi pemimpin.
Meskipun demikian, keberadaan pemimpin-pemimpin perempuan sudah banyak dikenal masyarakat luas. Survei Litbang Kompas pada Oktober 2022 memotret sejumlah tokoh perempuan yang kiprahnya menonjol di mata publik.
Hasil survei mencatat, ada lima srikandi yang dikenal dan menjadi favorit publik untuk menjadi pemimpin masa depan. Kelima sosok perempuan tersebut adalah Ketua DPR Puan Maharani, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Sosial Tri Rismaharini, dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
Harapannya, ke depan perempuan lebih punya posisi tawar saat memiliki kekuatan ekonomi.
Kiprah dan kinerja kelima tokoh perempuan yang kini menjadi pejabat publik tersebut sangat diingat dan diapresiasi oleh publik. Di antara kelima tokoh perempuan tersebut, Puan Maharani paling dikenal publik. Tingkat popularitas Puan di mata publik mencapai 67,3 persen.
Sementara itu, tingkat popularitas tokoh perempuan lainnya masih di bawah Puan. Sebut saja Susi Pudjiastuti yang memiliki tingkat popularitas mencapai 61 persen. Selanjutnya Sri Mulyani 58,2 persen, Tri Rismaharini 47,6 persen, dan Khofifah Indar Parawansa di angka 46,8 persen.
Baca juga : W20 di Banjarmasin Dorong Pemberdayaan Perempuan dan Kesetaraan Jender
Potret pemilih
Selama ini kiprah kelima tokoh perempuan dalam bidangnya masing-masing tersebut telah dicermati dan mendapat perhatian publik melalui pemberitaan-pemberitaan dari berbagai media massa. Jika ditelisik lebih dalam, masing-masing tokoh tersebut memiliki profil pemilih yang berbeda-beda.
Hasil survei Litbang Kompas ini memberikan gambaran, berdasarkan jenis kelamin responden, Puan dan Khofifah memiliki lebih banyak pemilih perempuan daripada laki-laki meski tidak jauh selisihnya. Sebaliknya, Sri Mulyani, Susi, dan Risma lebih banyak memiliki suara dari responden laki-laki.
Dari latar belakang pendidikan, kiprah keempat tokoh, kecuali Sri Mulyani, mendapat dukungan mayoritas dari pemilih berpendidikan dasar. Sementara Sri Mulyani cenderung lebih banyak dukungan dari responden berpendidikan menengah dan tinggi. Jika dilihat dari wilayah, tiap-tiap wilayah mempunyai tokoh perempuan favorit.
Survei merekam, di Pulau Jawa, sebanyak delapan dari 10 responden memilih Khofifah. Fakta ini memperkuat modal sosial yang dimiliki Khofifah. Apalagi, posisinya sebagai Gubernur Jawa Timur sekaligus Ketua Umum Muslimat NU menjadikan namanya lebih populer, terutama di kalangan akar rumput.
Hal yang sama dengan Tri Rismaharini yang memiliki pemilih kuat di Jawa sebanyak 66 persen. Hal ini tak lepas dari gaya kepemimpinan dan keberhasilannya memimpin Kota Surabaya selama dua periode yang sangat diapresiasi masyarakat.
Sementara Puan Maharani—yang mempunyai karier politik cukup panjang sebagai anggota DPR dan pernah menjadi Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan di Kabinet Kerja (2014-2019)—pemilihnya menyebar di semua wilayah, tetapi unggul di wilayah Bali-Nusa Tenggara (9,8 persen), Kalimantan (12,8 persen), dan Maluku-Papua (7,5 persen) dibandingkan dengan empat tokoh perempuan lainnya.
Sementara Sri Mulyani mendapat dukungan tertinggi di wilayah Sumatera (27,3 persen) dan Sulawesi (10,2 persen), mengungguli tokoh perempuan lainnya. Selanjutnya, mayoritas responden yang menyebutkan nama Susi Pudjiastuti cenderung menyebar di Jawa dan Sumatera.
Jika dilihat dari latar belakang generasi, Susi Pudjiastuti paling tinggi dipilih oleh generasi Z, termasuk juga Sri Mulyani dan Tri Rismaharini.
Baca juga : Dorong Terus Potensi Kepemimpinan Perempuan
Kesetaraan jender
Jika berpijak pada lima nama tokoh perempuan yang terjaring dari survei Litbang Kompas ini, sosok perempuan tetap memiliki pengaruh di mata pemilih di Indonesia meskipun nama-nama tokoh perempuan ini masih jauh dari nama-nama yang difavoritkan sebagai presiden pada 2024.
Namun, harus diakui, kelima nama tokoh perempuan ini memiliki rekam jejak yang baik dengan segudang prestasi dan pencapaian, baik di tingkat nasional maupun internasional. Hal ini menjadi bukti nyata, perempuan tetap sangat berpeluang menjadi pemimpin nasional.
Kehebatan, ketelitian, dan ketangguhan perempuan sebagai pemimpin diakui Presiden Joko Widodo. Bahkan, Presiden menunjuk sembilan perempuan dalam Kabinet Kerja periode 2014-2019 yang dipimpinnya, terbanyak sepanjang sejarah pemerintahan Republik Indonesia.
Pengakuan Presiden Jokowi akan kehebatan kepemimpinan perempuan turut mendukung pengarusutamaan jender yang terus digaungkan.
Apalagi, Bank Dunia pada 2012 sepakat bahwa saat perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama untuk aktif secara politik dan membuat berbagai keputusan dan kebijakan, maka akan muncul kebijakan-kebijakan yang lebih representatif dan inklusif untuk mencapai pembangunan yang lebih baik.
KTT G20 dan ajang-ajang pertemuan tingkat internasional lainnya bisa menjadi ajang untuk penguatan peran perempuan dan kesetaraan jender. Bagaimanapun memberikan ruang dan kesempatan yang sama kepada semua orang tanpa memedulikan latar belakangnya adalah bagian dari penguatan demokrasi itu sendiri. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Perlu Komitmen Anggaran untuk Kesetaraan Jender