Analisis Litbang ”Kompas”: Mendalami Kekuatan Perdagangan Negara-Negara G20
Perdagangan global dunia didominasi oleh transaksi ekonomi negara-negara G20. Pertemuan di Bali diharapkan semakin memperkuat potensi perdagangan di antara negara-negara anggotanya.
Negara-negara G20 terus berupaya menjalin kerja sama memperkuat kegiatan perdagangan yang saling menguntungkan. Langkah ini sangat penting untuk mendorong kembali kemajuan ekonomi pascapandemi Covid-19.
Transaksi perekonomian yang dilakukan negara-negara G20 mendominasi perdagangan global. Dari sisi ekspor, nilai yang dihasilkan dalam pengiriman barang dan jasa antarnegara anggota G20 mencapai 10,1 triliun dollar AS atau sekitar 76 persen dari seluruh nilai ekspor global.
Tingginya persentase ini juga terjadi pada sisi impor, di mana hampir 80 persen impor dunia terjadi antarnegara anggota G20. Jadi, dominasi transaksi ekonomi antaranggota G20 itu sangat berpengaruh bagi situasi ekonomi global.
Negara-negara G20 terus berupaya menjalin kerja sama memperkuat kegiatan perdagangan yang saling menguntungkan.
Secara total, nilai perdagangan ekspor negara G20 ke seluruh dunia pada 2020 tercatat sebesar 13,15 triliun dollar AS. Produk unggulan yang dipasarkan adalah mobil, sirkuit terpadu, peralatan penyiaran, komputer, minyak mentah, dan minyak olahan. Sebagian besar komoditas ini terserap ke sejumlah negara anggota G20, seperti Amerika Serikat, China, dan Jerman.
Ketiga negara tersebut mendominasi ekspor komoditas dari internal negara-negara G20. Pada 2020, valuasi ekspor menuju AS mencapai 1,81 triliun dollar AS atau setara dengan 13,7 persen dari keseluruhan nilai perdagangan.
Disusul ekspor menuju China (7,45 persen) dan Jerman (7,33 persen). Komoditas yang paling banyak dikirim ke AS dan Jerman adalah mobil dan komputer. Sementara itu, ekspor ke China sebagian besar berupa bijih besi dan minyak mentah.
Khusus untuk Indonesia, RI juga menjadi salah satu negara tujuan ekspor dari negara anggota G20. Hanya saja, besarannya masih tergolong minim. Data dari The Observatory of Economic Complexity menunjukkan porsi ekspor ke Indonesia hanya sebesar 0,7 persen dari total ekspor G20.
Hal ini mengindikasikan bahwa dalam internal G20 sendiri pasar Indonesia relatif belum dianggap besar untuk sejumlah produk unggulan G20. Sejauh ini, komoditas ekspor yang dikirim ke Indonesia mayoritas adalah telepon dan minyak mentah.
Kedua komoditas itu merupakan sebagian kecil dari sejumlah produk unggulan yang dipasarkan oleh negara-negara G20. Secara akumulatif, produk yang memiliki valuasi tertinggi di pasar internal antarnegara G20 adalah mobil. Komoditas ini memiliki total nilai ekspor hingga 543 miliar dollar AS atau setara dengan 5,37 persen nilai perdagangan internal G20.
Produk berikutnya yang memiliki nilai transaksi yang tinggi adalah minyak bumi mentah berikut produk olahannya, motor beserta suku cadang, paket medis, komputer, dan peralatan penyiaran. Kelima komoditas ini masing-masing memiliki kontribusi perdagangan lebih dari 200 miliar dollar AS.
Dari berbagai negara anggota G20, ada sejumlah negara yang menjadi leading sector penguasa sejumlah produk unggulan ekspor G20. Jerman menjadi produsen besar yang menguasai pasar otomotif dan sejumlah komoditas lain, seperti penyediaan paket medis, vaksin, antisera, dan spesimen lainnya.
Negara berikutnya yang tampil sebagai produsen besar adalah China dan Korea Selatan. Kedua negara ini menjadi produsen besar yang menguasai pasar produk elektronik dan sirkuit terpadu. Untuk komoditas minyak bumi, baik dalam bentuk crude ataupun minyak olahan, ada sejumlah negara yang menjadi produsen dan eksportir besar dalam organisasi G20. Mereka adalah Arab Saudi, Rusia, dan Amerika Serikat.
Baca Juga: Peran G20 untuk Stabilitas Dunia
Tantangan
Besarnya pasar global yang dikuasai G20 membuat seluruh anggota organisasi ini turut terimbas besar krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19. Wabah korona yang melanda sebagian besar negara di dunia pada awal tahun 2020 membuat nilai perdagangan G20 menunjukkan kecenderungan yang kian menurun.
Pada 2018, total ekspor G20 mencapai 14,58 triliun dollar AS. Angka tersebut sedikit menurun menjadi 14,19 triliun dollar AS pada 2019. Pada 2020, ketika kebijakan lockdown diberlakukan di sejumlah negara, nilai perdagangan ekspor G20 anjlok cukup signifikan menjadi 13,15 triliun dollar AS.
Dari sisi impor pun demikian. Kecenderungan untuk membeli barang dari luar negeri juga menyusut. Pada 2018, nilai impor G20 masih sekitar 14,06 triliun dollar AS dan sedikit menurun menjadi 13,68 triliun dollar AS pada 2019.
Ketika pandemi melanda pada 2020, impor barang dan jasa anjlok hingga berkisar 1 triliun dollar AS dari tahun sebelumnya. Turunnya konsumsi impor ini turut berimbas pada penurunan kondisi perekonomian masing-masing negara eksportir.
Permintaan global yang menurun akan menyebabkan produksi di suatu negara berkurang dan dapat berimbas pada resesi dan pemutusan hubungan kerja. Sebagai penguasa pasar dunia, dorongan resesi ini pun terjadi kepada seluruh negara anggota G20.
Meski menguasai ekonomi dunia, ternyata tidak semua komoditas barang dan jasa mampu dipenuhi oleh transaksi internal antaranggota G20. Ada sejumlah komoditas yang harus didatangkan dari negara-negara di luar G20.
Pada 2020, porsi impor eksternal ini mencapai 2,53 triliun dollar AS atau sekitar 20 persen dari total valuasi impor global negara-negara G20. Produk yang paling banyak diimpor dari negara di luar G20 itu adalah minyak mentah, sirkuit terpadu, dan emas.
Komoditas minyak mentah mengambil porsi 10,1 persen dari valuasi impor eksternal. Minyak mentah ini umumnya didatangkan dari Irak, Uni Emirat Arab, dan Nigeria.
Sebagai penguasa pasar dunia, dorongan resesi ini pun terjadi kepada seluruh negara anggota G20.
Sementara itu, sirkuit terpadu mengambil porsi 6,42 persen dengan eksportir utama dari Taiwan, Malaysia, dan Singapura. Produk dengan proporsi impor terbesar ketiga adalah emas dengan besaran mencapai 5,47 persen. Komoditas ini mayoritas berasal dari Swiss, Hong Kong, dan Uni Emirat Arab.
Sama seperti impor tersebut, guna memperluas penetrasi pasar dunia, sejumlah negara G20 juga melakukan perdagangan dengan negara lain di luar G20. Pada 2020, valuasi ekspor eksternal mencapai 3 triliun dollar AS. Negara-negara, seperti Hong Kong, Swiss, Vietnam, dan Taiwan, menjadi pangsa besar sejumlah produk unggulan negara anggota G20.
Nilai ekspor yang dikirimkan ke Hong Kong mencapai 404 miliar dollar AS atau sekitar 13 persen dari total valuasi ekspor eksternal. Nilai ini merupakan yang terbesar di antara negara importir lainnya, seperti Swiss, Vietnam, Taiwan, dan Singapura yang rata-rata memiliki nilai kontribusi kurang dari 8 persen.
Baca Juga: Butuh Komitmen Berkelanjutan untuk Keberhasilan Dana Pandemi
China
Dari seluruh transaksi ekonomi yang terjadi antarnegara G20, China merupakan negara yang paling menonjol nilai perdagangannya. Data The Observatory of Economic Complexity menyebutkan China menjadi negara pengekspor terbesar dengan valuasi mencapai 2,65 triliun dollar AS atau setara 20,1 persen dari total nilai ekspor negara-negara G20.
China menerima surplus ekspor setidaknya dari 15 negara G20. Produk teknologi menjadi komoditas unggulan dalam perdagangan internasional China. Di antaranya adalah produk komputer, peralatan penyiaran (broadcasting equipment), telepon, suku cadang mesin kantor, dan material semikonduktor.
Nilai ekspor terbesar China adalah ke Amerika Serikat dengan nilai pengiriman mencapai 438 miliar dollar AS. Produk utama ekspor tersebut adalah komputer dengan besaran kontribusi ekspor hingga sekitar 11 persen.
Secara keseluruhan, nilai ekspor China mendatangkan surplus bagi negara Tirai Bambu ini sebesar 316 miliar dollar AS. Angka ini merupakan selisih bagi ekspor China ke Amerika yang jauh lebih besar dari nilai ekspor Amerika ke China yang hanya sebesar 122 miliar dollar AS.
Deskripsi peta ekonomi tersebut secara tidak langsung menggambarkan betapa besarnya keterikatan suplai barang dan jasa antarnegara G20 dan negara-negara lainnya di dunia. Bahkan, negara-negara yang kuat secara ekonomi pun saling membutuhkan.
Jadi, untuk menjaga stabilitas ekonomi secara global, ada baiknya apabila seluruh negara terus meningkatkan berkolaborasi guna menciptakan kerja sama yang saling menguntungkan.
Baca Juga: Presiden Jokowi: Pembahasan Deklarasi KTT G20 Perlu Fleksibilitas
Hubungan perdagangan yang harmonis antarnegara G20 menjadi pilar yang kuat untuk kembali mendorong kemajuan perekonomian pascapandemi Covid-19. Tidak hanya bagi internal organisasi G20, tetapi juga bagi negara-negara lainnya di seluruh dunia. (LITBANG KOMPAS)