8 Miliar Penduduk Bumi dan Ancaman Krisis Air Bersih
Bertambahnya jumlah penduduk dunia dikhawatirkan akan memperparah krisis air bersih. Terbatasnya ketersediaan sumber daya air harus diperebutkan oleh miliaran jiwa dalam waktu bersamaan.

Anak-anak ikut antre mengambil air bersih di kali dekat Pos Lintas Batas Motamasin, Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Senin (10/1/2022). Krisis air bersih menjadi masalah di kawasan perbatasan negara Timor Leste itu.
Pemenuhan air bersih bagi warga dunia semakin sulit seiring dengan pesatnya peningkatan jumlah penduduk. Sumber daya air yang terbatas harus diperebutkan oleh miliaran penduduk bumi setiap saat. Krisis air bersih akan semakin parah jika tidak ada langkah tegas mengatasinya.
PBB memperkirakan pada pertengahan November 2022 jumlah penduduk dunia mencapai 8 miliar jiwa. Berdasarkan laporan World Population Prospects 2022, jumlah penduduk dunia terus bertambah meskipun laju pertumbuhannya melambat. Meskipun sudah diprediksi jauh sebelumnya, angka 8 miliar itu cukup menarik perhatian.
Pasalnya, hal itu menjadi penanda bahwa bumi ini akan semakin penuh dihuni manusia. Fenomena ini tidak dapat dibendung karena laju pertumbuhan penduduk dunia yang semakin cepat sejak 1900-an. Sebagai perbandingan, kita dapat melihatnya melalui milestone jumlah penduduk bumi per 1 miliar jiwa pada tahun tertentu.
Penduduk bumi mencapai jumlah 1 miliar pertama kalinya pada 1804. Dibutuhkan waktu 123 tahun untuk mencapai jumlah penduduk 2 miliar jiwa pada 1927.
Namun, setelah itu laju pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat. Jumlah penduduk mencapai 3 miliar jiwa pada 1960. Ini artinya butuh 33 tahun untuk menambah 1 miliar populasi penduduk. Selanjutnya, untuk mencapai jumlah penduduk hingga saat ini dibutuhkan waktu hanya 62 tahun. Artinya, setiap penambahan 1 miliar penduduk dibutuhkan waktu rata-rata 12,4 tahun.
Dengan demikian, tidak heran jika jumlah penduduk bumi bertambah banyak dalam waktu yang singkat. Bahkan, dalam beberapa tahun ke depan, jumlah manusia penghuni bumi ini masih akan terus bertambah. Dalam laporan yang sama, PBB memperkirakan populasi dunia akan mencapai 8,5 miliar jiwa pada 2030 dan 9,7 miliar jiwa pada 2050. Bahkan, pada 2100 jumlah penduduk bumi diproyeksikan mencapai 10,4 miliar jiwa.
Baca Juga: Implikasi Makroekonomi dari Ledakan Penduduk Dunia

Perkembangan jumlah penduduk yang pesat itu memiliki dua makna. Pertama, hal ini menjadi penanda kabar baik. Pertumbuhan jumlah penduduk bumi ini mengindikasikan adanya perbaikan kualitas hidup manusia. Jumlah penduduk yang terus bertambah didorong oleh menurunnya angka kematian sebagai dampak dari meningkatnya angka harapan hidup. Selain itu, risiko kematian pada ibu melahirkan juga berkurang sehingga kemampuan bertahan hidup bayi dan ibunya meningkat.
Kedua, fenomena pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk tersebut memiliki arti yang cukup mengkhawatirkan. Hal ini berkaitan dengan terbatasnya sumber daya alam yang ada. Ada kekhawatiran bahwa sumber daya alam yang terbatas itu tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh penduduk bumi. Pun, jika tersedia, bisa jadi kualitasnya tidak sebaik pada masa terdahulu.
Padahal, selama ini, permasalahan sumber daya alam belum dapat tertangani secara optimal. Dari tahun ke tahun, yang ada hanyalah kondisi yang cenderung terus memburuk. Salah satu persoalan yang cukup parah degradasinya adalah terkait penyediaan air bersih. Tentu saja hal ini perlu menjadi perhatian yang sangat serius karena ancaman krisis air bersih kian semakin nyata.
Krisis air bersih
Permasalahan krisis air bersih memang semakin mengkhawatirkan karena problem ini lambat laun meluas ke berbagai belahan dunia. Memang di beberapa wilayah, seperti Timur Tengah dan Afrika, terbatasnya sumber air bersih sudah menjadi problem laten. Hanya saja, semakin ke sini, permasalahan ini juga dihadapi oleh negara-negara lain, tidak terkecuali negara maju.
Kekhawatiran terhadap permasalahan tersebut juga dirasakan di ranah global. Dalam laporan Forum Ekonomi Dunia disebutkan bahwa sejak 2012 hingga 2021, krisis air termasuk dalam lima besar risiko dunia yang patut diwaspadai. Padahal, sebelumnya, berdasarkan data 2007-2011, krisis air tidak tergolong sebagai masalah utama.
Sejauh ini, kekurangan air bersih dirasakan oleh 4 miliar orang atau dua pertiga penduduk dunia. Manusia sebanyak itu sebagian di antaranya harus merasakan sulitnya mendapatkan air bersih setidaknya minimal 1 bulan dalam setahun. Bahkan, ada yang lebih parah lagi di mana terdapat 500 juta orang yang harus mengalami kekurangan air bersih selama setahun penuh.

Foto yang diambil pada 12 Oktober 2022 memperlihatkan tenda-tenda para pengungsi internal Somalia di wilayah Baidoa, Somalia. Program Pangan Dunia (WFP) mengirimkan sejumlah bantuan untuk pengungsi yang kekurangan air bersih karena menghadapi kekeringan terburuk di tahun ini. Kekeringan ini menjadi yang terparah dihadapi Somalia dalam 4 dekade terakhir.
Baca Juga: Mitigasi Perubahan Iklim Turut Mencegah Peningkatan Kemiskinan
Fenomena tersebut tentu saja sangat mengkhawatirkan. Pasalnya, sejumlah ahli memperkirakan krisis air bersih itu akan semakin parah dalam beberapa tahun ke depan. Dalam proyeksi World Resource Institute (2019), pada 2020 terdapat 49 negara dengan tingkat kesulitan air tinggi. Angka tersebut diperkirakan meningkat pada 2040 menjadi 59 negara. Tingkat kesulitan air yang dimaksud adalah perhitungan berdasarkan banyaknya penggunaan air dari sektor domestik, pertanian, dan industri yang dibandingkan dengan pasokan air permukaan serta air tanah yang tersedia.
Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) ada empat faktor pendorong kelangkaan air dalam beberapa dekade ke depan. Pertama, pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak terhindarkan. Kedua, meningkatnya wilayah yang menjadi perkotaan sehingga kebutuhan air terpusat pada perkotaan. Padahal, sumber daya air pada wilayah perkotaan semakin terbatas. Ketiga, konsumsi air per orang semakin bertambah seiring dengan kondisi dunia yang semakin berkembang. Terakhir, sumber daya air akan semakin terancam dengan bertambah parahnya perubahan iklim.
Kebutuhan air dunia
Dari keempat faktor pendorong itu, tiga di antaranya berhubungan dengan kebutuhan dan konsumsi air bersih yang berkaitan erat dengan jumlah penduduk. Apabila jumlah penduduk bertambah, kebutuhan akan air bersih juga semakin besar. Inilah yang menjadi salah satu kekhawatiran apabila melihat jumlah penduduk dunia yang per 15 November 2022 ini diperkirakan mencapai 8 miliar jiwa.
Data dari World Resource Institute (WRI) menyebutkan bahwa pengambilan air terus meningkat. Sebagai gambaran, pada 1960 total volume air yang diambil untuk kebutuhan manusia hanya mendekati 2.000 kilometer kubik per tahun. Pada 2014, total volume air yang diekstraksi mencapai hampir 5.000 kilometer kubik per tahun. Total volume air yang diambil itu digunakan untuk empat sektor, yaitu pertanian atau irigrasi, industri, domestik, dan peternakan.
Dari keempat sektor tersebut, pengambilan air terbanyak digunakan untuk keperluan pertanian dan irigrasi. Pada 1960 sektor agraris dan pengairan ini hanya membutuhkan sekitar 1.500 kilometer kubik. Jumlahnya meningkat hingga lebih dari 3.000 meter kubik pada 2014.
Meningkatnya kebutuhan air bersih juga terjadi pada ketiga sektor lainnya. Hanya saja tidak sebanyak pertanian dan irigrasi. Pengambilan air terbanyak setelah sektor pertanian adalah sektor industri, domestik, dan peternakan.

Baca Juga: Darurat Ancaman Krisis Air Dunia
Meningkatnya jumlah penduduk dunia juga akan berimbas pada kebutuhan di empat sektor tersebut. Kebutuhan pangan akan semakin meningkat sehingga produksi bahan pangan dari pertanian dan peternakan juga dituntut lebih banyak. Secara alamiah, hal ini juga mendorong pengambilan air yang lebih banyak untuk mengairi lahan-lahan pertanian dan asupan hewan ternak.
Di sektor industri pun demikian. Meningkatnya kebutuhan air di sektor industri tidak semata-mata hanya karena peningkatan produksi yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang semakin banyak, tetapi juga karena membaiknya kondisi perekonomian masyarakat sehingga meningkatkan daya beli. Peningkatan konsumsi ini secara tidak langsung turut mengakselerasi penggunaan air bersih untuk keperluan industrialisasi.
Pada sektor domestik, meningkatnya kebutuhan air untuk rumah tangga jelas akan terjadi karena semakin banyak orang yang membutuhkannya. Bahkan, menurut data WRI, sektor domestik adalah sektor dengan pertumbuhan pengambilan air yang paling besar dibandingkan dengan sektor lainnya.
Permasalahan krisis air sebenarnya sudah mendorong sejumlah pihak untuk mengambil langkah tegas demi menghemat sumber daya air. Di sektor pertanian, misalnya, penerapan manajemen pengairan yang lebih efektif dan efisien telah membantu mengurangi kebutuhan air untuk irigrasi. Di bidang industri, sejumlah perusahaan telah mengatur dan menggunakan teknologi khusus sehingga proses produksi lebih hemat air.
Meski demikian, perlu upaya meluas dan lebih keras lagi untuk mencegah kelangkaan air yang semakin parah. Apalagi, jumlah penduduk bumi kian bertambah. Ini artinya kebutuhan manusia akan air bersih juga semakin bertambah. Tanpa adanya kepedulian dan langkah nyata untuk menghemat sumber daya air, bukan mustahil akan semakin banyak orang yang sengsara akibat krisis air. (LITBANG KOMPAS)