Survei Litbang "Kompas" : Loyalitas Pemilih di Antara Sosok Capres dan Partai Pengusung
Hasil Survei Kompas mencatat adanya kecenderungan penurunanan tingkat loyalitas terhadap pilihan sejumlah calon presiden potensial yang dipengaruhi preferensi partai pengusungnya. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Meskipun pilihan publik masih bertumpu pada figur calon presiden, faktor partai politik sebagai pengusung juga tetap berpengaruh kuat. Hasil Survei Kepemimpinan Nasional Kompas terbaru mencatatkan adanya kecenderungan penurunanan tingkat loyalitas terhadap pilihan sejumlah calon presiden potensial yang dipengaruhi preferensi partai pengusungnya.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Hasil Survei Kepemimpinan Nasional Kompas secara periodik tahun 2022 ini, pada Bulan Januari, Juni, dan Oktober, mencatatkan tren terhadap pilihan yang didasarkan pada figur calon presiden dapat dikatakan masih cukup tinggi. Setidaknya angka loyalitas untuk tetap memilih calon presiden sekalipun diusung partai yang tidak disukai masih dinyatakan oleh tiga per lima bagian responden.
Angka loyalitas responden pada pilihan sosok presiden itu memang bergerak fluktuatif sejak Januari lalu. Meskipun sempat mengalami kenaikan signifikan hingga menyentuh angka 67,7 persen, tren keteguhan pilihan terhadap calon presiden tersebut kembali menurun hingga menyentuh 63,7 persen pada survei Oktober lalu.
Penurunan itu justru terbaca sebagian besar beralih pada meningkatnya angka ketidaktahuan publik yang nyaris menyentuh seperlima bagian. Sementara pilihan untuk mengalihkan dukungan pada calon presiden alternatif justru terlihat stagnan berkisar 13 persen sejak Juni lalu, setelah pada sempat mengalami penurunan sekitar lima persen jika dibandingkan dengan periode survei di awal tahun.
Begitu pula untuk responden yang pada lebih memilih untuk bersikap golput akibat sosok calon presiden pilihan pada akhirnya diusung oleh partai yang tidak disukai proporsinya pun terbaca tak secara signifikan berubah. Pilihan untuk menjadi golput ini pun terbaca terus menurun sejak periode Januari hingga Oktober yang berada menjadi bawah empat persen.
Tingkat loyalitas pada calon presiden potensial pilihan yang masih berubah-ubah dan justru banyak bergeser pada undecided voters tersebut menggambarkan bahwa lanskap politik dengan berbagai kemungkinan peluang di dalamnya masih sangat dinamis. Dalam hal ini wajar jika publik juga masih dibayangi kebimbangan dalam menentukan pilihan.
Baca juga : Survei Litbang ”Kompas”: Figur Capres Mengikat Loyalitas Pemilih
Loyalitas pemilih
Secara lebih mendetail, tren pilihan pada sosok calon presiden yang menurun karena faktor partai pengusung itu pun sejalan dengan bergesernya sikap loyal pemilih sejumlah tokoh potensial calon presiden. Hasil survei Oktober ini menggambarkan tingkat loyalitas untuk tetap memilih calon presiden terbaca menurun pada mayoritas tokoh calon presiden, baik yang berada di papan atas maupu menengah.
Tren pilihan pada sosok calon presiden yang menurun karena faktor partai pengusung itu pun sejalan dengan bergesernya sikap loyal pemilih terhadap sejumlah tokoh potensial calon presiden.
Di rumpun calon presiden tiga teratas, misalnya, pada survei sebelumnya, periode Juni, tidak kurang dari 81 persen responden menyatakan akan tetap memilih Ganjar Pranowo sekalipun dalam pencalonannya diusung oleh partai yang tidak disukai responden. Angka loyalitas pemilih Gubernur Jawa Tengah itu menurun menjadi 73 persen.
Penurunan yang cukup signifikan juga terjadi pada sosok calon presiden potensial Prabowo Subianto, yang memiliki pemilih loyal hingga 72,4 persen. Capaian itu menurun hingga menyentuh 67,8 persen responden yang menyatakan tetap memilih sosok Ketua Umum Gerindra itu, meskipun dalam pencalonannya nanti akan diusung oleh partai yang tidak sesuai dengan harapan responden.
Sementara, peningkatan loyalitas terbaca pada pemilih sosok calon presiden yang beberapa waktu lalu juga telah mendeklarasikan diri, yaitu Anies Baswedan. Tidak kurang dari 68,7 persen responden pemilih Anies menyatakan akan tetap memilih sekalipun kondisi pencalonannya sebagai presiden diusung oleh partai yang tidak disukai responden. Sementara, hasil survei Oktober lalu, menunjukkan adanya kenaikan akan hal tersebut, dimana pemilih yang bersikap loyal pada Anies mencapai 72,1 persen.
Penurunan loyalitas juga terjadi pada sosok calon presiden potensial yang kini berada di papan tengah. Hanya sekitar separuh dari responden pemilih Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Ridwan Kamil yang menyatakan akan tetap memilih meskipun jika dalam pencalonannya diusung oleh partai yang meraka tidak disukai. Sedangkan, tren kenaikan justru terlihat pada sosok Sandiaga Uno yang empat perlima bagian pemilihnya menyatakan akan tetap loyal mendukungnya.
Baca juga : Sosok Capres Papan Tengah Bisa Ikut Menentukan
Partai pengusung
Bergeraknya tingkat kesetiaan pemilih dalam mendukung sosok calon presidennya tersebut banyak dipengaruhi oleh dinamika politik yang berubah dalam beberapa waktu terakhir.
Meningkatkan loyalitas pada sosok Anies, misalnya, tentu sedikit banyak dipengaruhi oleh adanya deklarasi dan dukungan dari Partai Nasdem. Begitu pula pemilih Sandiaga yang juga gencar melakukan deklarasi dukungan dari para relawan di daerah-daerah meskipun tanpa melekatkan pada partai politik.
Hal tersebut membuktikan bahwa perebutan suara pemilih dalam gelanggang pemilihan presiden akan sangat dipengaruhi oleh faktor sosok calon presiden maupun partai pengusungnya. Kedua elemen ini tidak akan terpisah dan saling memengaruhi peluang perluasan keterpilihan.
Adanya kecenderungan penurunan angka loyalitas terhadap pilihan calon presiden yang dipengaruhi preferensi partai pengusung, tentu memberikan catatan tersendiri bagi kerja-kerja elektoral ke depan.
Sekali pun peta politik masih akan sangat cair dengan segala potensi perubahannya, kecenderungan publik yang belum loyal pada pilihannya merupakan pengingat kehati-hatian bagi calon presiden potensial dalam mengkonsolidasikan dukungan dari gabungan partai politik.
Kecenderungan publik yang belum loyal pada pilihannya merupakan pengingat kehati-hatian bagi calon presiden potensial dalam mengkonsolidasikan dukungan dari gabungan partai politik.
Bagi partai politik, dampak lanjutan dari pengusungan calon presiden yang terkonversi menjadi dukungan suara tentu begitu diharapkan. Namun, dengan melihat adanya potensi suara yang bergeser dari pemilih calon presiden karena faktor partai pengusung, sudah semestinya dapat diantisipasi dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan, termasuk perhitungan potensi basis dukungan dari partai maupun calon presiden yang diusung. Hal ini tentulah menjadi kerja persiapan dan langkah konsolidasi yang sangat kompleks dan pertimbangan matang.
Kondisi itu setidaknya juga tergambarkan dari dinamika yang terjadi baru-baru ini. Rencana deklarasi bersama antar Partai NasDem, Partai Kebangkitan Sejahtera (PKS), dan Partai Demokrat untuk tergabung dalam koalisi yang mendukung Anies sebagai calon presiden masih terhitung alot.
Awalnya deklarasi bersama akan dilakukan pada tanggal 10 November 2022 ini batal digelar karena sejumlah alasan teknis. Sekalipun jika dilihat ada banyak pertimbangan lain yang menyangkut perhitungan dampak elektoral yang jauh lebih mendasar.
Sebelumnya, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) pun telah mendeklarasikan sang Ketua Umum Prabowo Subianto untuk kembali melenggang sebagai calon presiden pada Pemilu 2024. Belakangan, Gerindra pun intens membangun dukungan bersama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Kedua partai itu pun menyatakan masih sangat terbuka bagi partai lain yang akan bergabung.
Sementara Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) belum juga menentukan siapa sosok calon presiden yang akan diusung.
Potret tersebut memang menggambarkan bahwa perubahan konfigurasi dukungan pada pemilihan mendatang masih sangat dinamis. Sosok calon presiden maupun partai pengusungnya merupakan kesatuan entitas yang akan saling mempengaruhi.
Tentunya loyalitas pemilih calon presiden atas pertimbangan preferensi partai politik ini menjadi begitu penting bagi calon presiden dan partai utama pengusungnya untuk pula berhati-hati dalam membangun perluasan dukungan dari partai-partai lainnya.
Konsolidasi dukungan antara partai dalam mengusung calon presiden sejatinya diharapkan dapat menguatkan pilihan publik atas pilihannya pada sosok calon presiden, bukan justru sebaliknya. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Survei Litbang ”Kompas”: Keterpilihan Sosok Cawapres Kian Kompetitif