Kebiasaan Berbahasa Generasi Muda
Penggunaan bahasa asing oleh kalangan muda memunculkan kekhawatiran akan terkikisnya budaya bangsa, terutama penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa daerah.

Pembelajaran Bahasa Indonesia bertema Pancasila di Kelas I SDN 77/X Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi, Jumat (21/10/2022). Retno Wiryastuti memandu siswanya mengenal huruf dan kata. Tak jarang ia gunakan bahasa daerah setempat agar siswa lebih mudah memahami pelajaran.
Kata-kata dan istilah asing semakin sering dituturkan dalam komunikasi sehari-hari masyarakat, terutama oleh kelompok milenial dan generasi Z. Banyak kekhawatiran muncul karena menganggap fenomena ini akan mengikis atau melunturkan penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa daerah.
Dalam beberapa tahun terakhir, tren menggunakan kata-kata atau istilah asing bersamaan dengan bahasa Indonesia semakin digemari masyarakat. Paling kentara adalah dalam percakapan generasi muda, yakni milenial dan generasi Z.
Di Ibu Kota, fenomena demikian pada akhirnya dikaitkan dengan gaya hidup dan ingar bingar geliat kaum muda di wilayah tertentu. Muncul sebutan bahasa anak Jaksel (Jakarta Selatan) merupakan julukan bagi bahasa-bahasa ”gaul” kekinian yang populer di kalangan muda Jakarta. Bahasa ”gaul” yang dimaksud berupa penggunaan bahasa Indonesia yang dicampur dengan bahasa asing dalam sebuah perbincangan. Beberapa kata seperti literally maupun which is yang kerap diucapkan dalam percakapan anak Jaksel ini bahkan menjadi viral dan diikuti oleh muda-mudi di daerah lain.
Memang penggunaan bahasa asing yang digabungkan dengan bahasa Indonesia bahkan bahasa daerah bukan barang baru lagi. Hanya saja akhir-akhir ini, fenomena itu kembali menyeruak karena masifnya penggunaan di media sosial ataupun dalam percakapan sehari-hari.
Hal tersebut berpotensi melunturkan atau mengikis rasa bangga terhadap bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Anak-anak muda terutama dari kelompok milenial dan Gen Z yang sering kali menuturkan bahasa prokem itu menjadi sorotan sebagai pihak yang rentan ”kehilangan” jati diri berbahasa.
Tidak dimungkiri memang kelompok milenial dan Gen Z inilah yang tampak sering menggunakan bahasa asing bercampur bahasa Indonesia. Mudahnya akses informasi terhadap bahasa asing serta pendidikan dan pengayaan bahasa asing yang lebih digencarkan membuat mereka semakin fasih berbahasa asing. Dalam pergaulan sejumlah kelompok, penggunaan bahasa asing dianggap lumrah dan menjadi kebiasaan. Di sisi lain, hal itu juga menjadi kebanggaan anak-anak muda tersebut.
Meskipun demikian, tingginya frekuensi penggunaan bahasa asing itu nyatanya tidak membuat para kaum muda benar-benar mengesampingkan bahasa Indonesia ataupun bahasa daerahnya. Jajak Pendapat Kompas pada 18-20 Oktober 2022 terhadap 510 responden di 34 provinsi mengungkapkan ada kekhawatiran dari generasi muda atas terkikisnya bahasa Indonesia karena penggunaan bahasa asing. Hal ini terungkap dari jawaban 305 responden yang tergolong Gen Z dan milenial.

Baca Juga: Pengembangan Bahasa dan Sastra untuk Memartabatkan Bahasa Indonesia
Kekhawatiran terkikisnya penggunaan bahasa Indonesia diungkapkan oleh 43 persen responden Gen Z dan milenial. Jika dibandingkan dengan jawaban responden yang berusia lebih dari 39 tahun, hasilnya tidak jauh berbeda. Sebanyak 43,6 persen responden kelompok usia dewasa mapan ini juga merasa khawatir jika penggunaan bahasa Indonesia terganggu atau rusak akibat bahasa asing.
Data tersebut mengindikasikan bahwa meskipun kelompok muda terkesan lebih multibahasa, tetapi mereka menyadari pentingnya bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi, bahasa Indonesia dan bahasa daerah pun masih menjadi bahasa utama dalam komunikasi sehari-hari.
Penggunaan bahasa
Jajak pendapat Kompas juga merekam kebiasaan generasi muda dalam menggunakan bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan istilah asing. Hasilnya, mayoritas responden milenial dan Gen Z lebih banyak menggunakan bahasa daerah untuk percakapan sehari-hari. Mereka yang menggunakan bahasa daerah untuk komunikasi sehari-hari sebanyak 65,2 persen. Sisanya, yakni 34,8 responden, lebih sering menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi sehari-hari.
Akan tetapi, penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa daerah oleh kelompok muda terlihat berbeda jika dilihat berdasarkan wilayah tempat tinggalnya. Mereka yang tinggal di kawasan perdesaan lebih sering menggunakan bahasa daerah ketimbang mereka yang tinggal di perkotaan. Responden milenial dan Gen Z di kawasan desa yang menggunakan bahasa daerah sebanyak 72,2 persen. Sementara itu, di kawasan perkotaan hanya 56,9 persen.
Sebaliknya, bahasa Indonesia lebih sering digunakan oleh responden yang tinggal di kota daripada yang tinggal di desa. Sebanyak 43,1 persen responden milenial dan Gen Z di perkotaan lebih sering menggunakan bahasa Indonesia. Sementara itu, hanya 27,8 persen responden kelompok ini di perdesaan yang menggunakan bahasa Indonesia.
Perbedaan penggunaan bahasa tersebut dikarenakan kondisi sosial budaya perdesaan dan perkotaan yang cukup timpang. Masyarakat di perdesaan lebih homogen sehingga bahasa daerah masih menjadi bahasa sehari-hari. Sementara itu, masyarakat perkotaan yang lebih heterogen sehingga menuntut komunikasi menggunakan bahasa yang diketahui oleh mayoritas warga, yaitu bahasa Indonesia.
Perbedaan penggunaan bahasa di perkotaan dan perdesaan juga tampak pada penggunaan istilah asing. Milenial dan Gen Z di perkotaan lebih kerap menggunakan istilah asing dalam perbincangan sehari-hari. Hal ini diakui oleh 15,4 persen responden kelompok ini. Hal yang berbeda tampak pada jawaban responden di perdesaan. Hanya 8,9 persen responden milenial dan Gen Z di perdesaan yang sering menggunakan istilah asing dalam percakapan sehari-hari.
Menjaga bahasa nasional
Dilihat dari persentasenya, tidak banyak kaum muda yang kerap menggunakan istilah asing dalam perbincangan sehari-hari. Hal ini dikarenakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah masih tetap menjadi bahasa komunikasi utama sehari-hari. Penggunaan istilah asing juga diselipkan dalam perbincangan yang menggunakan bahasa Indonesia dan juga bahasa daerah.
Terkait dengan fenomena tersebut, masyarakat perlu melihatnya dengan bijak. Pasalnya, penggunaan istilah asing dalam berbahasa oleh kelompok muda ini belum tentu mencerminkan rasa nasionalisme yang luntur atau kebanggaan berbahasa lokal yang tergerus. Seperti yang disampaikan oleh Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Endang Aminudin Aziz bahwa penggunaan bahasa atau istilah asing bukanlah sebuah ancaman. Penggunaan bahasa asing juga diperlukan di tengah menguatnya era globalisasi.
Kendati demikian, penuturan bahasa Indonesia dan bahasa daerah secara aktif dan benar tetap perlu diupayakan. Terkait hal ini, generasi muda juga berharap adanya upaya untuk menjaga dan meningkatkan kualitas penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Menurut 48,1 persen responden dari kelompok milenial dan Gen Z, mengajarkan bahasa Indonesia sedini mungkin di sekolah menjadi upaya paling mudah dan penting dalam menjaga kualitas bahasa Indonesia.

Majalah dinding menjadi sarana bagi siswa meningkatkan literasi bahasa Indonesia di SMPN 17 Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi, Jumat (21/10/22).
Baca Juga: Bangun Peta Jalan Bahasa Indonesia Menjadi Bahasa Internasional
Dosen Universitas Indonesia, Manneke Budiman, dalam tulisannya di Kompas, Jumat (28/10/2022), juga berpendapat sama. Alih-alih mengeluarkan banyak tenaga untuk menjaga bahasa Indonesia, mengajarkan bahasa Indonesia dengan tepat di sekolah dinilai lebih efektif.
Selain itu, responden juga menyadari perlunya mengurangi penggunaan bahasa asing dalam perbincangan sehari-hari. Upaya lebih ketat juga diharapkan tiga dari sepuluh responden milenial dan Gen Z dengan mewajibkan bahasa Indonesia dalam acara resmi dan mengawasi percakapan bahasa Indonesia di media massa.
Terkait upaya menjaga serta melestarikan bahasa Indonesia dan bahasa daerah, pemerintah juga telah mengeluarkan sejumlah aturan. Beberapa di antaranya adalah UU Nomor 24 Tahun 2009 dan Peraturan Presiden No 63/2019. Secara spesifik, Perpres No 63/2019 mengatur tentang penggunaan bahasa Indonesia. Pada aturan ini, pemerintah mewajibkan penggunaan bahasa Indonesia pada sejumlah kondisi, acara, dan pada penamaan obyek.
Bahasa Indonesia dan bahasa daerah masih menjadi bahasa utama dalam percakapan sehari-hari kalangan muda meskipun istilah asing juga mulai sering digunakan. Walaupun demikian, kalangan muda berharap bahasa Indonesia dan bahasa daerah tetap terjaga. Dengan demikian, slogan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud, yaitu ”utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing”, dapat tecermin melalui kebiasaan berbahasa kalangan muda. (LITBANG KOMPAS)