Upaya Meningkatkan Animo Kendaraan Listrik yang Masih Rendah
Pemerintah berupaya meningkatkan ekosistem kendaraan listrik dengan imp lementasi sejumlah kebijakan. Hal ini antara lain mendorong industrialisasi, konversi mesin, dan penggunaan oleh institusi pemerintah.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F01%2F17%2F5f6f8c7f-e100-4583-b884-826120c2468a_jpg.jpg)
Rombongan Touring Mobil Listrik Kementerian Perhubungan yang berangkat dari Jakarta menuju Jambi tiba di stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) di Bandar Lampung, Senin (17/1/2022).
Kendaraan bermotor listrik menjadi salah satu alternatif kebijakan pemerintah dalam menuju karbon netral 2060. Saat tercapai zero emission, nanti diproyeksikan kendaraan listrik akan menjadi sarana transporasi yang mendominasi mobilitas keseharian masyarakat. Hanya saja, perlu waktu untuk meyakinkan proses transisi energi ini. Hingga kini, kendaraan listrik belum menjadi prioritas pilihan masyarakat.
Kenyataan tersebut terungkap dari hasil survei tatap muka langsung yang dilakukan oleh harian Kompas pada pertengahan September lalu. Survei yang dilaksanakan di sekitar wilayah kota besar, seperti Medan, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Makassar, itu menunjukkan bahwa kendaraan ramah lingkungan belum menjadi prioritas pilihan saat ini.
Indikasinya terlihat dari sebagian besar alasan responden dalam mempertimbangkan membeli kendaraan pribadi cenderung dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berlaku umum saat ini. Misalnya harga kendaraan yang kompetitif, merek, keandalan mesin, model, warna, keiritan bahan bakar, dan harga jual kembali di pasar sekunder. Alasan-alasan ini identik dengan pertimbangan membeli kendaraan konvensional berbahan bakar minyak (BBM).
Alasan yang sifatnya mempertimbangkan kelestarian lingkungan masih dikesampingkan. Jika pun ada, jumlahnya minim sekali. Responden yang mengaku mempertimbangkan membeli kendaraan dengan melibatkan faktor emisi karbon hanya 0,8 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa animo responden untuk memilih kendaraan yang ”menjual” keramahan lingkungan dengan minim emisi karbon seperti yang ditawarkan kendaraan listrik tampaknya juga kecil. Singkatnya, kendaraan listrik baik itu jenis mobil maupun sepeda motor belum menjadi prioritas pilihan untuk dimiliki saat ini.
Padahal, pengetahuan secara umum tentang kendaraan listrik bagi sebagian besar responden tergolong cukup baik. Sebagian besar citra yang tertangkap oleh publik adalah informasi yang baik. Salah satunya tentang persepsi bahwa kendaraan listrik itu identik dengan bebas polusi sehingga ramah lingkungan. Sekitar 42 persen responden menyatakan demikian. Selain itu, ada pula sekitar 32 persen responden lainnya yang menyatakan jika kendaraan listrik itu irit biaya operasional dan murah ongkos perawatannya. Dari kedua penilaian ini menunjukkan mayoritas responden lebih dari 70 persen melihat citra positif dari kendaraan listrik.
Penilaian tersebut jauh mengalahkan citra negatif lain yang juga melekat pada kendaraan listrik. Di antaranya kurang praktis karena waktu mengisi daya listrik butuh waktu lama, stasiun pengisian kendaraan listrik untuk umum (SPKLU) masih terbatas jumlahnya, komponen baterai berharga mahal, jarak tempuh terbatas, belum diyakini keandalannya, serta masih identik dengan orang kaya. Meskipun penilaian ”negatif” ini jauh lebih kecil daripada citra positifnya, tetap saja hal ini berpotensi memengaruhi seseorang untuk mempertimbangkan kembali rencana pembelian unit kendaraan listrik.
Keraguan tersebut sejatinya dapat dimaklumi mengingat hingga saat ini jumlah kendaraan listrik di Indonesia masih sangat terbatas. Menurut laporan Gaikindo, hingga September 2022, jumlah mobil listrik baru sekitar 4.593 unit atau 0,03 persen dari jumlah mobil penumpang di Indonesia yang mencapai 15,8 juta unit. Untuk sepeda motor listrik, jumlahnya lebih banyak lagi, yakni menurut catatan AISI hingga Juli 2022 mencapai 19.698 unit. Namun, bila dibandingkan dengan jumlah sepeda motor secara keseluruhan yang sudah mencapai 115,2 juta unit, persentase sepeda motor listrik jauh sangat kecil, yakni hanya 0,01 persennya.
Minimnya populasi kendaraan listrik di Indonesia tersebut membuat pengetahuan masyarakat terhadap fisik kendaraan listrik menjadi sangat terbatas. Mayoritas responden hingga sekitar 75 persen mengaku tidak pernah melihat atau tidak mengetahui keberadaan atau kepemilikan kendaraan listrik di sekitar wilayah tempat tinggalnya. Hal ini mengindikasikan responden bersangkutan juga tidak pernah melihat fisik kendaraan listrik secara langsung. Dengan kata lain populasinya masih sangat terbatas meski di kota-kota besar sekalipun.

Baca juga: Transisi Kendaraan Listrik di Indonesia
Responden yang mengaku mengetahui fisik kendaraan listrik secara langsung umumnya kendaraan tersebut adalah milik pribadi masyarakat. Selain itu, juga berupa angkutan umum yang dimiliki secara personal untuk jasa angkutan berbasis aplikasi. Untuk kendaraan milik pemerintah, baik itu kendaraan dinas maupun angkutan massal, jumlahnya masih sangat minim. Hanya kurang dari 1 persen responden yang mengaku pernah melihat fisik kendaraan listrik milik pemerintah.
Kondisi tersebut membuat keyakinan masyarakat terhadap keunggulan kendaraan listrik menjadi relatif rendah. Secara informasi, masyarakat cukup banyak mengetahui tentang kelebihan dan dampak positif kendaraan listrik bagi lingkungan. Namun, karena jarangnya berinteraksi secara langsung dengan fisik kendaraan listrik, masyarakat cenderung masih ragu untuk memilih kendaraan itu sebagai prioritas untuk dimiliki sekarang.
Kebijakan pemerintah
Untuk saat ini, animo masyarakat memiliki kendaraan listrik memang masih relatif rendah. Namun, animo tersebut kemungkinan besar terus meningkat seiring dengan penerapan sejumlah implementasi kebijakan dari pemerintah. Satu per satu tahapan yang sudah direncanakan dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) untuk Transportasi Jalan mulai direalisasikan. Regulasi ini menjadi salah satu dasar acuan pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia.
Setidaknya dalam regulasi itu mencakup lima program besar yang akan dilakukan Pemerintah Indonesia. Lima program tersebut terdiri dari program percepatan pengembangan industri KBLBB di dalam negeri, pemberian insentif, penyediaan infrastruktur pengisian listrik dan pengaturan tarif tenaga listrik untuk KBLBB, pemenuhan terhadap ketentuan teknis KBLBB, dan perlindungan terhadap lingkungan hidup.
Dari kelima program besar tersebut, baru sedikit yang sudah mulai berjalan. Di antaranya pemerintah membentuk Indonesia Battery Corporation (IBC) pada Maret 2021. Konsorsium BUMN ini menargetkan akan memproduksi sel baterai kendaraan listrik sebanyak 140 gigawatt hour (GWh) hingga tahun 2030. Sebanyak 50 GWh akan diekspor ke luar negeri.
Ada sejumlah kerja sama yang telah ditantangani pemerintah melalui konsorsium tersebut. Di antaranya dengan Hyundai Motor Company untuk membangun pabrik baterai senilai 1,1 miliar dollar AS; MOU dengan CATL senilai 5 miliar dollar AS untuk pengembangan pabrik baterai litium yang diproyeksikan berproduksi pada tahun 2024; serta dengan Foxconn untuk memproduksi solid-state dan lithium iron phosphate.
Dengan sejumlah kerja sama berbasis industri baterai kendaraan tersebut, peluang Indonesia untuk membangun industri perakitan kendaraan listrik baik untuk kendaraan roda dua, roda empat, maupun kendaraan niaga berbasis baterai akan kian besar. Dengan potensi sumber daya nikel terbesar di dunia, Indonesia berpeluang menjadi produsen baterai kendaraan listrik terkuat sejagad semakin terbuka lebar.
Nanti, pada tahun 2025, direncanakan menjadi fase pertama produksi cell baterai 8-10 GWh dalam bentuk pack. Selanjutnya, industri kendaraan listrik didorong terus meningkat kandungan komponen lokalnya. Untuk KBLBB jenis sepeda motor, pada tahun 2026 ditargetkan besaran tingkat komponen dalam negeri (TKDN) mencapai 80 persen. Untuk KBLBB jenis roda empat atau lebih, besaran TKDN-nya pada tahun 2026 minimal 60 persen. Proyeksi ini harapannya kian menumbuhkan semangat memperkuat industri Tanah Air dengan bersinergi bersama investor asing yang memiliki kemampuan teknologi, juga permodalan.
Baca juga: Menuju Produsen Baterai Kendaraan Listrik Terkuat Sejagad

Selain mendorong dari sisi industri, pemerintah juga berupaya mengakselerasi dari sisi kebijakan fiskal dan sarana-prasarana pendukung lainnya. Pemerintah memberikan sejumlah keringanan, seperti insentif pajak bagi pemilik kendaraan listrik dan keringanan tarif charging kendaraan di jam-jam tertentu.
Pemerintah, melalui PT PLN (Persero), juga terus meningkatkan jumlah layanan SPKLU ke sejumlah daerah. Berdasarkan data road map pengembangan infrastruktur kendaraan listrik 2020-2024 PT PLN, direncanakan pada tahun 2024 jumlah SPKLU di Indonesia mencapai 3.858 unit. Sebagian besar SPKLU itu terdistribusi di wilayah Jabodetabek dan Bandung. Dengan semakin banyaknya SPKLU, harapannya animo dan keyakinan masyarakat terhadap keandalan kendaraan listrik kian tinggi.
Hingga September 2022, di Indonesia sudah ada 332 SPKLU dan 369 stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU). Penukaran baterai ini sesuai dengan rencana pemerintah terkait perlindungan terhadap lingkungan hidup. Dengan demikian, limbah baterai dapat tertangani dengan baik tanpa mencemari lingkungan.
Regulasi pendukung
Untuk kian mengoptimalkan sejumlah langkah yang sudah direncanakan tersebut, pemerintah juga terus melakukan penguatan dari sisi dukungan regulasi lainnya. Pada Agustus lalu, diberlakukan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 15 Tahun 2022 tentang Konversi Kendaraan Bermotor selain Sepeda Motor dengan Penggerak Motor Bakar menjadi KBLBB. Dengan aturan ini, mesin kendaraan konvensional yang diubah menjadi bermesin listrik dapat digunakan secara legal di jalan raya. Selain mendorong kreativitas, regulasi ini juga berpeluang menumbuhkan pendapatan industri lokal (skala kecil) dengan melakukan rekayasa teknik konversi mesin kendaraan.
Kebijakan serupa lainnya yang juga bertujuan meningkatkan citra positif kendaraan listrik adalah Instruksi Presiden No 7/2022. Instruksi yang berlaku sejak September 2022 ini ditujukan kepada instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk menggunakan kendaraan listrik sebagai sarana kegiatan operasional. Kebijakan ini bertujuan kian memasyarakatkan kendaraan listrik untuk mobilitas sehari-hari. Instansi pemerintah ditempatkan sebagai institusi percontohan untuk menyakinkan masyarakat luas tentang keandalan kendaraan listrik berikut manfaatnya bagi lingkungan.
Baca juga: Upaya Mendorong Ekosistem KBLBB di Indonesia
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F09%2F06%2F010d45c0-59ea-463c-b66e-780640dbe28e_jpg.jpg)
Bus listrik Transjakarta melintas di Kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Selasa (6/9/2022). Dinas Perhubungan DKI Jakarta akan menambah 44 unit bus listrik pada Oktober 2022. Bus listrik baru akan melengkapi 30 unit bus listrik yang saat ini dioperasikan PT Transportasi Jakarta. Transjakarta menargetkan, sampai dengan tahun 2030, sebanyak 10.000 unit bus listrik akan dioperasikan.
Sejumlah kebijakan tersebut harapannya kian menumbuhkan ekosistem KBLBB di Indonesia. Dengan semakin meluasnya penggunaan kendaraan listrik dan disertai dengan penyiapan infrastruktur yang memadai khususnya SPKLU di sejumlah wilayah Indonesia, animo masyarakat untuk beralih ke kendaraan listrik akan semakin besar.
Pada tahap-tahap awal ini, pemerintah patut memberikan contoh tentang penggunaan kendaran listrik dalam aktivitas sehari-hari. Bisa digunakan sebagai kendaraan dinas pejabat, kendaraan operasinal layanan masyarakat, ataupun angkutan umum transportasi massal berbasis jalan raya. Dengan demikian, keyakinan masyarakat tentang keandalan kendaraan listrik kian tinggi sehingga akan dengan mudah masyarakat turut beralih menggunakan jenis kendaraan ini.(LITBANG KOMPAS)