Survei Litbang “Kompas”: Konsolidasi Kabinet Menjadi Tuntutan
Penurunan apresiasi publik yang signifikan terhadap kinerja kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin menuntut dilakukannya upaya pengkonsolidasian kerja pemerintahan.
Oleh
Bestian Nainggolan
·5 menit baca
FAKHRI FADLURROHMAN
Terdakwa bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Ferdy Sambo memasuki Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (20/10/2022). Berbagai problem penegakan hukum berkontribusi terhadap penurunan kepuasan publik kepada kinerja pemerintah.
Indikasi semakin tergerusnya apresiasi publik terhadap kinerja pemerintahan ditunjukkan dari hasil Survei Nasional Kompas. Saat ini, derajat kepuasan publik terekspresikan pada sekitar 62,1 persen responden. Besaran tersebut, sebenarnya masih terbilang positif dan terpaut jauh dengan proporsi responden yang merasa tidak puas terhadap kinerja pemerintahan (37,9 persen).
Hanya saja, sekalipun lebih banyak yang merasa puas, capaian saat ini tergolong agak mengkhawatirkan. Pasalnya, jika dibandingkan dengan beberapa penilaian periode sebelumnya, kepuasan publik saat ini justru menurun yang sekaligus menunjukkan capaian terendah kinerja pemerintah setahun terakhir.
Apabila ditelusuri, penurunan kepuasan publik tampak pada sebagian bidang persoalan. Dari sekitar 20 indikator persoalan yang dinilai, terjadi penurunan kepuasan pada 13 indikator persoalan. Selain itu, empat indikator persoalan lainnya tampak tetap, dan hanya tiga indikator persoalan yang menunjukkan peningkatan apresiasi publik.
Dari berbagai penurunan yang dirasakan, kinerja di bidang penegakan hukum paling signifikan perubahannya. Pada survei kali ini, tinggal separuh bagian responden saja yang menyatakan rasa puas mereka. Padahal, awal tahun 2022, masih dua pertiga bagian responden yang menyatakan puas pada kinerja penegakan hukum. Setelah itu kepuasan publik menurun drastis. Pada sisi sebaliknya, ekspresi ketidakpuasan terlihat semakin membesar.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Ribuan Aremania melakukan doa bersama di luar Stadion Gajayana, Malang, Jawa Timur (2/10/2022). Mereka menyalakan lilin dan doa bersama untuk korban tragedi Kanjuruhan yang merenggut 134 nyawa.
Berbagai problem penegakan hukum yang terjadi belakangan ini tampak jelas berkontribusi terhadap penurunan kepuasan publik. Sebagian besar ketidakpuasan tertuju pada praktik penegakan hukum. Upaya aparat penegakan hukum dalam memberikan jaminan penegakan hukum yang sama pada setiap warga negara, misalnya, menurun 10 persen.
Begitu pula terhadap upaya penuntasan kasus-kasus hukum, seperti pemberantasan suap, sogok-menyogok, jual beli kasus hukum, ataupun penuntasan kasus-kasus kekerasan oleh aparat, serta kasus-kasus Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, hingga perjudian, dirasakan semakin memburuk.
Penurunan kepuasan terhadap kinerja penegakan hukum berjalan paralel terhadap penurunan citra kelembagaan hukum di negeri ini. Hasil survei menunjukkan, Kepolisian menjadi institusi penegakan hukum yang paling problematik. Citra positif kepolisian yang sebelumnya terbangun kini menurun drastis. Pada bulan Januari 2022 lalu, misalnya, masih sekitar tiga perempat bagian responden menyatakan citra kepolisian “baik”. Namun kini, tidak sampai separuh (48,5 persen).
Semakin terpuruknya kepolisian sebagai simbol terdepan penegakan hukum tentu saja berelasi dengan persoalan-persoalan yang beruntun dihadapi. Masih belum lepas dari bayang kasus penembakan Brigadir J yang melibatkan jenderal bintang dua petinggi kepolisian, tragedi kematian 134 suporter sepak bola di stadion Kanjuruhan Malang yang juga melibatkan aparat keamanan. Bahkan terbaru, mencuat pula dugaan keterlibatan petinggi kepolisian dalam peredaran narkoba. Semua kasus-kasus yang terjadi menggerus rasa kepuasan publik terhadap kinerja penegakan hukum.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Warga antre membeli bahan bakar minyak di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan (3/9/2022). Pemerintah mengumumkan menaikkan harga bahan bakar minyak. Pertalite yang semula Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter,
Pada sisi lain, rendahnya apresiasi publik terhadap kinerja pemerintahan semakin diperparah pula oleh problem-problem dalam bidang perekonomian. Hasil survei mengungkapkan, kondisi perekonomian yang dialami masyarakat belum juga beranjak baik. Saat ini, kepuasan publik tidak bergerak. Hanya sekitar 50,8 persen responden saja yang menyatakan rasa puas terhadap kinerja kabinet dalam mengatasi kondisi perekonomian negeri. Padahal, pada survei periode Januari 2022 lalu, tidak kurang dari 64,8 persen yang mengungkapkan rasa puas mereka.
Dari berbagai bidang persoalan ekonomi yang dikeluhkan, upaya pemerintah dalam mengendalikan harga barang kebutuhan dan jasa terbilang paling banyak dipersoalkan. Fakta terjadi kenaikan beragam harga kebutuhan belakangan ini yang dipicu kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), menjadi sasaran ketidakpuasan masyarakat. Tidak kurang dari 62 persen responden yang mengeluhkan persoalan pengendalian harga barang dan jasa.
Menariknya, di tengah tekanan persoalan penegakan hukum dan perekonomian negeri, terdapat pula dua bidang kinerja pemerintah yang justru mendapat respons positif publik. Terhadap kinerja kabinet dalam mengatasi persoalan politik keamanan dan kesejahteraan sosial, rasa puas diungkapkan hampir tiga perempat bagian responden.
Khusus di bidang kesejahteraan sosial, misalnya, upaya pemerintah dalam mengatasi problem kesehatan masyarakat dan kinerja bidang pendidikan dinilai semakin memuaskan. Sementara dari sisi politik dan keamanan, upaya membangun sikap menghargai perbedaan dalam masyarakat menjadi indikator yang dinilai paling memuaskan.
Berdasarkan hasil survei, tinggi rendahnya kepuasan ataupun ketidakpuasan yang terekspresikan, akan tampak berbeda-beda berdasarkan pemilahan kelompok identitas responden. Kecenderungannya, semakin tinggi status sosial pendidikan seseorang, semakin banyak yang mengungkapkan rasa ketidakpuasan. Sebaliknya, pada kelompok responden berpendidikan menengah ke bawah, cenderung semakin tinggi kepuasan yang diekspresikan.
Begitu pula dari sisi domisili responden, ekspresi peningkatan ketidakpuasan dalam survei ini relatif lebih mencolok ditunjukkan oleh kalangan yang bermukim di Pulau Jawa ketimbang luar Jawa. Sementara dari sisi kelompok usia, kategori usia menengah yang lebih banyak dirujuk sebagai kelompok milenial, relatif lebih tinggi ketidakpuasannya ketimbang kelompok generasi lainnya.
Perbedaan apresiasi lainnya juga tampak pada latar belakang politik responden. Bagi responden yang tergolong sebagai pendukung Jokowi-Amin dalam Pemilu 2019 lalu, misalnya, tidak kurang dari 73,9 persen yang mengungkapkan rasa puas. Sekalipun masih tergolong sangat tinggi, namun dibandingkan periode sebelumnya, juga terjadi penurunan yang signifikan. Pada sisi sebaliknya, bagi mereka yang bukan menjadi pendukung Jokowi-Amin, kali ini hanya 44,2 persen yang menyatakan rasa puas. Bagian terbesar lainnya, menyatakan ketidakpuasan.
Penurunan apresiasi terhadap kinerja pemerintah dengan sendirinya mengikis legitimasi kualitas kepemimpinan Jokowi-Amin yang selama ini tampak tinggi di hadapan publik. Menjadi semakin nyata, tatkala hasil survei mengungkapkan pula adanya penurunan ekspektasi publik terhadap kemampuan kabinet pemerintahan dalam mengatasi persoalan bangsa.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Buruh bangunan menyelesaikan pembangunan gedung bertingkat di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan (9/10/2022). BPS mencatat, pada September 2022, upah riil harian buruh bangunan turun 0,99 persen. Penurunan ini menjadi indikator semakin tergerusnya daya beli mereka.
Apabila pada hasil survei sebelumnya masih 63,5 persen responden meyakini pemerintah mampu mengatasi segenap persoalan, kini tinggal 52 persen. Sejalan dengan penurunan tersebut, jurang perbedaan antara harapan yang selama ini dibangun dan realisasi yang dirasakan publik kembali melebar.
Berbagai penurunan kepuasan publik yang tecermin dari hasil survei ini tampaknya akan menjadi semakin problematik jika dihadapkan pada ancaman maupun tantangan persoalan global dan dalam negeri yang kini saling bertaut. Terkait ancaman global, misalnya, perlambatan ekonomi dunia, krisis pangan, energi, dan keuangan potensial semakin memperberat beban kinerja pemerintahan. Presiden Joko Widodo sendiri dalam sidang kabinet paripurna lalu telah mengingatkan jajaran kabinetnya untuk berhati-hati dalam menangani dampak persoalan global yang semakin pelik.
Di sisi lain, semakin dinamisnya agenda perpolitikan jelang Pemilu 2024 menjadi tantangan yang tidak kalah krusial dihadapi. Keberadaan kabinet pemerintahan Jokowi-Amin yang ditopang oleh beragam kekuatan partai politik, secara langsung bersinggungan dengan pola konsentrasi dan aktivitas partai politik serta tokoh-tokoh pimpinan partai dalam menjalankan agenda politik penguasaan elektoralnya. Dalam tautan kondisi-kondisi yang semakin problematik semacam itu, bagi publik, konsolidasi kabinet kini menjadi suatu tuntutan nyata. (LITBANG KOMPAS)