Memaknai Kebahagiaan Masyarakat Indonesia

Indeks kebahagiaan tertinggi di Indonesia berada di luar Pulau Jawa. Sebaliknya, sebagian besar wilayah Jawa justru termasuk dalam provinsi dengan tingkat kebahagiaan terendah.

SUPRIYANTO

Ilustrasi Ekologi Kebahagiaan

Kebahagiaan menjadi ukuran yang dapat mencerminkan kesejahteraan individual. Pengukuran kebahagiaan masyarakat dapat menjadi gambaran sejauh mana kepuasan warga atas makna kualitas hidup dan kesejahteraannya. Lantas sejauh mana tingkat kebahagiaan masyarakat Indonesia setahun terakhir ini?.

Setiap orang mendambakan hidup yang penuh dengan kebahagiaan. Pencarian kebahagiaan pun dilakukan melalui berbagai cara. Ada yang mencari kebahagiaan melalui pencapaian karir, prestasi di bidang pendidikan, atau kekayaan. Ada pula yang lebih memilih bahagia dengan hidup sehat atau sesederhana dapat hidup dikelilingi keluarga dan orang-orang terkasih. Semuanya bergantung pada pemaknaan kebahagiaan individu masing-masing.

Dari cara pandang ini, makna kebahagiaan bagi setiap orang berbeda-beda dan bisa dianggap subyektif. Definisi tentang kebahagiaan pun menjadi beragam.

KBBI mendefinisikan kebahagiaan sebagai kesenangan dan ketenteraman hidup (lahir batin), keberuntungan, kemujuran yang bersifat lahir batin. Dalam rumusan yang lebih singkat Ruut Veenhoven, Bapak Riset Kebahagiaan, menyebutkan kebahagiaan tidak berbeda dengan kepuasan hidup. Menurut dia, kebahagiaan adalah apresiasi keseluruhan dari hidup seseorang sepenuhnya.

Hal ini menjadi pemantik para ahli untuk mengukur kebahagiaan seseorang atau masyarakat untuk mengetahui beragam faktor yang membuat orang bahagia. Penelitian yang menghasilkan data tentang kebahagiaan manusia itu pun sudah dilakukan Ruut Veenhoven melalui World Database of Happiness (WDH) sejak 1980.

Dalam perkembangannya, hasil pengukuran kebahagiaan orang kini kerap digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan sebuah negara. Bhutan menjadi contoh paling nyata penerapan ukuran kebahagiaan untuk kebijakan negara melalui Gross National Happiness. Inggris juga melakukan survei well-being untuk dasar kebijakannya dan Meksiko menerapkan pertanyaan bertemakan kebahagiaan dalam survei nasionalnya.

Di Indonesia , pengukuran kebahagiaan dilakukan oleh Badan Pusat Statistik. Kegiatan yang dimulai pada 2014 tersebut dilakukan setiap tiga tahun sekali melalui Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK). Hingga saat ini sudah terdapat tiga kali survei yang menghasilkan Indeks Kebahagiaan Indonesia.

Hasil tiga kali survei pada 2014, 2017, dan 2021 menunjukkan Indeks Kebahagiaan Indonesia terus meningkat. Pada 2014 Indeks Kebahagiaan tercatat sebesar 68,28 poin, kemudian 2017 sebesar 70,69 poin, dan 2021 sebesar 71,49 poin.

Jika dilihat berdasarkan sebaran daerah, masyarakat dengan tingkat kebahagiaan tertinggi berada di luar Jawa-Bali. Dari survei 2021, sepuluh provinsi dengan Indeks Kebahagiaan tertinggi secara berurutan ialah Maluku Utara, Kalimantan Utara, Maluku, Jambi, Sulawesi Utara, Kepulauan Riau, Gorontalo, Papua Barat, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara.

Dari sepuluh daerah tersebut, enam di antaranya bahkan menempati peringkat 10 besar provinsi paling bahagia minimal dalam dua kali survei berturut-turut. Keenam daerah tersebut adalah Maluku Utara, Kalimantan Utara, Maluku, Sulawesi Utara, Kepulauan Riau, dan Gorontalo.

Menariknya, tiga daerah di Jawa, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat ,dan Banten, justru termasuk dalam sepuluh provinsi dengan tingkat kebahagiaan terendah. Bahkan, Jawa Barat dan Banten dalam dua kali survei berturut-turut masuk dalam sepuluh provinsi dengan indeks kebahagiaan terendah.

Baca juga: Memahami Indeks Kebahagiaan

Bersama dengan tiga daerah tersebut ada Sumatera Barat, Aceh, Sumatera Utara, NTT, NTB, Papua, dan Bengkulu yang masuk dalam kelompok sepuluh provinsi dengan indeks kebahagiaan paling rendah. Tiga provinsi lain di Jawa dan Provinsi Bali pun berada di peringkat 15 besar terendah.

Temuan ini menunjukkan bahwa daerah dengan pembangunan lebih maju, fasilitas masyarakat lebih lengkap, ataupun kondisi ekonomi lebih baik belum tentu menjamin tingkat kebahagiaan masyarakatnya. Hal ini semakin meneguhkan pernyataan bahwa kebahagiaan dapat bersumber dari berbagai faktor, baik materiil maupun non-materiil.

Penelusuran kebahagiaan masyarakat Indonesia melalui survei ini pun terbagi dalam beberapa dimensi. Melalui itu, tingkat kebahagiaan masyarakat dalam berbagai bidang dapat tergambarkan. Dengan ini kita dapat memaknai kebahagiaan dari berbagai sudut pandang.

Indikator kebahagiaan

Indeks Kebahagiaan Indonesia tersusun dari 19 indikator yang dikelompokkan dalam tiga dimensi. Ketiga dimensi itu adalah dimensi kepuasan hidup, perasaan atau afeksi, dan makna hidup.

Dari ketiga dimensi itu, skor tertinggi ada pada indeks dimensi kepuasan hidup (75,16). Sementara dimensi makna hidup memperoleh skor 73,12 dan dimensi perasaan mendapatkan skor terendah sebesar 65,61.

Pada dimensi perasaan yang terdiri dari tiga indikator, skor terendah terdapat pada indikator perasaan tidak khawatir atau cemas. Sementara skor tertinggi berada pada indikator perasaan senang/riang/gembira.

Dimensi makna hidup terdiri enam indikator. Dari keenam indikator itu, skor terendah tercatat pada indikator pengembangan diri (66,09) dan skor tertinggi pada indikator penerimaan diri (76,15).

Terakhir, dimensi kepuasan hidup terdiri dari lima indikator kepuasan personal dan lima indikator kepuasan sosial. Capaian indikator kepuasan sosial lebih tinggi (80,07) dibandingkan kepuasan personal (70,26). Dari 10 indikator, kepuasan terhadap pendidikan dan keterampilan memperoleh skor terendah (62,79) dan kepuasan terhadap keadaan lingkungan menjadi indikator dengan skor tertinggi.

Dari keseluruhan penilaian indikator tersebut, tampak bahwa salah satu faktor pencipta kebahagiaan masyarakat Indonesia yang paling kentara adalah lingkungan sosial. Berkaitan dengan situasi pandemi Covid-19 saat survei dilakukan, hal tersebut relevan dengan kuatnya ikatan sosial di saat masa-masa terpuruk masyarakat.

Baca juga: Meski Dihantam Pandemi, Masyarakat Lebih Bahagia

KOMPAS/RADITYA HELABUMI (RAD)

Sejumlah sukarelawan memasukkan nasi kotak ke dalam mobil di dapur umum peduli Covid-19 di di Karet Semanggi, Setiabudi, Jakarta Selatan, untuk kemudian didistribusikan kepada warga, Kamis (8/7/2021).

Hal ini dipertegas dengan hasil survei Kompas pada Juli 2021 yang menyebutkan bahwa kohesi sosial masyarakat Indonesia masih tinggi sekalipun dihantam pandemi. Kuatnya derajat kohesi sosial tecermin dari skor rata-rata ikatan sosial masyarakat Indonesia sebesar 18,5 dari rentang skala tertinggi 25 dan terendah 5.

Di sisi lain, indikator kebahagiaan menunjukkan faktor yang membuat masyarakat kurang merasa bahagia. Hal ini tecermin dari rendahnya poin dimensi perasaan pada indikator perasaan tidak khawatir/cemas (57,91) dan perasaan tidak tertekan (64,87). Skor dua indikator tersebut juga lebih rendah dibandingkan hasil survei 2017 sebesar 64,33 dan 68,31.

Kecemasan, kekhawatiran, dan perasaan tertekan hingga berujung pada depresi serta gangguan kesehatan mental lainnya memang meningkat di masa pandemi. Hal ini wajar sebab di masa pandemi beban hidup bertambah seiring dengan tekanan perekonomian, penularan virus Covid-19 yang masih terus menyebar, dan ketidakpastian situasi.

Sosial demografi

Jika ditinjau dari karakteristik sosial-demografi, tampak bahwa terdapat perbedaan tingkat kebahagiaan antar-kelompok masyarakat. Dari sisi usia misalnya, skor indeks kebahagiaan kelompok gen Y atau milenial paling tinggi dibandingkan kelompok usia lainnya, yakni 72,39. Sementara itu, skor terendah terdapat pada kelompok usia lebih dari 64 tahun, yakni sebesar 69,47. Skor gen X dan Babyboomers tidak jauh berbeda, yakni 71,92 dan 71,42.

Dengan hasil survei tersebut, bentuk ”kurva U” atau ”U-shaped” yang menunjukkan hubungan antara usia dengan kesejahteraan subyektif (subjective well-being) tidak terbukti pada masyarakat Indonesia. Konsep U-shaped ini menjelaskan bahwa kebahagiaan cenderung menurun ketika melewati usia 15-20 tahun dan kembali meningkat ketika memasuki usia 40-50 tahun.

Sementara berdasarkan hasil survei, justru kelompok milenial yang memiliki tingkat kebahagiaan tertinggi. Hal ini sangat mungkin didorong oleh capaian-capaian hidup yang telah digapai kelompok usia ini sehingga tingkat kepuasan hidup meningkat.

Tingkat kebahagiaan rendah pada kelompok lansia dapat didorong oleh menurunnya kesehatan, kesepian di hari tua, kehilangan pasangan hidup ataupun beban berat yang harus ditanggung di usianya. Meski demikian, masih diperlukan penelitian lebih lanjut terkait dengan perbedaan tingkat kebahagiaan berdasarkan kelompok usia karena selisihnya pun tidak jauh berbeda.

Perbedaan tingkat kebahagiaan masyarakat juga tampak berdasarkan status perkawinan dan kondisi dalam rumah tangga. Kelompok masyarakat yang belum menikah dan sudah menikah memiliki tingkat kebahagiaan lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang sudah bercerai.

Meskipun hasilnya serupa dengan 2017, pada survei kali ini kelompok masyarakat yang menikah memperoleh skor kebahagiaan tertinggi. Sementara pada 2017, kelompok ini berada pada urutan kedua di bawah kelompok yang belum menikah.

Jika dilihat dari kedudukan dalam rumah tangga, masyarakat yang menjadi kepala rumah tangga (KRT) kurang bahagia dibandingkan dengan pasangan kepala rumah tangga. Sementara jika dilihat dari banyaknya anggota rumah tangga, tingkat kebahagiaan semakin meningkat seiring dengan banyaknya anggota rumah tangga.

Rumah tangga dengan anggota keluarga satu orang hanya memperoleh skor 68,19. Pada rumah tangga dengan anggota keluarga lima orang atau lebih tingkat kebahagiaan mencapai 72,05.

Peningkatan kualitas hidup

Pengukuran kebahagiaan manusia memang penuh dengan perdebatan dan pro-kontra. Di satu sisi, ada anggapan bahwa kebahagiaan bersifat subyektif sehingga tidak dapat diukur hanya menggunakan hasil survei dengan sampel populasi yang luas. Akibatnya, hasil survei kebahagiaan dianggap kurang akurat. Di sisi lain, pengukuran kebahagiaan masyarakat secara luas menunjukkan pentingnya pemenuhan kebutuhan dan pemaknaan hidup yang dapat ditunjang dari dukungan pemerintah maupun lingkungan sekitar.

Baca juga: Pandemi Bisa Jadi Pemicu Percepatan Pencapaian SDG

KOMPAS

Ilustrasi

Satu lagi poin penting dari tinjauan indikator penyusun Indeks Kebahagiaan Indonesia adalah tingkat kebahagiaan searah dengan pemenuhan kebutuhan hidup dan layanan yang diterima masyarakat. Mencermati indikator kepuasan yang membentuk indeks, tingkat kepuasan yang dirasakan semakin meningkat seiring semakin tingginya pendidikan, pendapatan, kesesuaian pekerjaan, kualitas kesehatan, kualitas dan keamanan lingkungan, keharmonisan keluarga, toleransi dan kerukunan antarmasyarakat.

Mengutip pernyataan Tommy F Awuy, pengajar filsafat Universitas Indonesia, bahwa Indeks kebahagiaan itu bagian terpenting di dalam penyelenggaraan negara. Tujuan negara adalah membahagiakan rakyatnya. Maka, sejauh mana tingkat kepuasan atau kebahagiaan masyarakat menunjukkan sejauh mana negara berperan (Kompas, 6/2/2015).

Dengan demikian, sebagai sebuah refleksi pembangunan bangsa Indonesia, peningkatan kualitas hidup masyarakat melalui berbagai kebijakan pemerintah perlu terus diupayakan karena menyangkut tingkat kebahagiaan masyarakat. Aura kebahagiaan warga ini pada akhirnya juga menjadi refleksi kesejahteraan publik. (LITBANG KOMPAS)