Layanan digital sudah menjadi kebutuhan yang diperlukan setiap saat. Sejumlah masyarakat rela mengalokasikan anggaran untuk berlangganan guna mengakses layanan digital yang dinilai sangat bermanfaat.
Oleh
Debora Laksmi Indraswari
·5 menit baca
Digitalisasi kian menjadi gaya hidup masyarakat. Berbagai jenis aplikasi digital terpasang pada gawai pemiliknya untuk berbagai tujuan. Komunikasi, hiburan, berita, layanan keuangan, permainan, dan sejumlah aplikasi yang beragam fungsinya. Bahkan, sejumlah masyarakat rela berlangganan untuk mengakses layanan digital yang dinilai sangat bermanfaat bagi dirinya.
Sejak akses dan harga telepon pintar semakin terjangkau, masyarakat semakin bergantung terhadap jaringan internet dan layanan digital. Beragam aplikasi yang terunduh pada smartphone semakin dibutuhkan masyarakat dalam menunjang kegiatan sehari-hari.
Berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2021-2022, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 210,03 juta orang. Dengan jumlah tersebut, penetrasi internet terhadap jumlah penduduk Indonesia mencapai 77,02 persen. Capaian ini lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2018 yang hanya 64,8 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin banyak penduduk Indonesia yang sudah menggunakan internet dalam kesehariannya.
Pertumbuhan jumlah pengguna internet tersebut tidak dapat dilepaskan dari situasi pandemi Covid-19. Pembatasan mobilitas dan aktivitas masyarakat membuat kegiatan dialihkan ke media daring sehingga turut mengakselerasi penggunaan internet di Indonesia.
Perubahan pola konsumsi teknologi tersebut berdampak pada peningkatan biaya masyarakat untuk berlangganan konektivitas internet. Data Susenas 2016-2021 menunjukkan adanya kenaikan pengeluaran masyarakat untuk porsi kebutuhan ini. Pada 2016 uang yang dikeluarkan untuk kebutuhan internet per kapita setiap bulan sekitar Rp 4.842. Setahun berikutnya nilainya meningkat menjadi Rp 10.109 per bulan.
Dua tahun kemudian, secara berturut-turut, pengeluaran untuk internet meningkat menjadi Rp 15.261 pada 2018 dan pada 2019 sebesar Rp 18.269 per bulan. Di masa pandemi, yakni pada 2021, data Susenas menyebutkan angka pengeluaran untuk kebutuhan internet melonjak mencapai Rp 27.471 per bulan. Angka tersebut senilai dengan 2,2 persen nilai pengeluaran bulanan per kapita untuk komoditas bukan makanan. Besaran ini meningkat lebih banyak daripada kondisi sebelumnya, di mana porsi pengeluaran biaya internet dalam total pengeluaran bukan makanan tidak melebihi 1,6 persen per tahun.
Peningkatan biaya internet tersebut salah satunya didorong oleh semakin banyaknya pemanfaatan internet untuk berbagai layanan digital. Di sisi lainnya, sejumlah aplikasi digital ini menawarkan layanan yang mengharuskan penggunanya membayar atau berlangganan. Uniknya, tidak sedikit pengguna internet yang rela membayar untuk mengakses layanan digital ini.
Berlangganan
Survei Populix pada 20-25 Mei 2022 terhadap 1.000 responden menunjukkan lebih dari separuh responden berlangganan berbagai layanan digital di sejumlah aplikasi telepon pintar. Artinya, mereka mengakses jasa digital melalui aplikasi telepon pintar dengan membayar sejumlah uang pada periode tertentu. Ada layanan video on demand, pemutar musik, gim, video meeting, hingga aplikasi editing foto atau video.
Bahkan, ada sejumlah responden yang berlangganan aplikasi berbayar lebih dari satu jenis. Sebanyak 40 persen responden mengaku membayar langganan untuk minimal dua aplikasi berbayar. Responden yang memiliki rutinitas berlangganan ini umumnya didominasi kelompok usia muda dengan rentang umur 18-25 tahun. Kelompok usia yang lebih tua pun juga sebagian turut mengakses layanan secara berlangganan. Hanya saja, jumlahnya tidak sebanyak usia muda.
Nilai pengeluaran untuk berlangganan layanan digital beragam, mulai kurang dari Rp 100.000 hingga lebih dari Rp 750.000. Enam dari sepuluh responden yang berlangganan layanan digital membayar kurang dari Rp 100.000 setiap bulannya. Sebanyak 32 persen responden membayar setiap bulan berkisar Rp 100.000-Rp 250.000. Sisanya, sebanyak 11 persen, membayar lebih dari Rp 250.000-Rp 1 juta per bulan untuk berlangganan layanan digital.
Secara umum, proporsi pengeluaran berlangganan layanan digital setidaknya bisa mencapai 10 persen dari rata-rata nilai pengeluaran konsumsi non-makanan masyarakat Indonesia. Nilai pengeluaran layanan berlangganan itu secara rata-rata berkisar Rp 100.000-Rp 120.000. Nilai ini lebih besar daripada rata-rata pengeluaran komoditas beras, yakni sekitar Rp 60.000 per bulan.
Alokasi belanja tersebut mengindikasikan bahwa layanan digital semakin penting dalam kehidupan masyarakat. Layanan digital kemungkinan besar bukan menjadi barang kebutuhan tersier untuk saat ini, melainkan sudah menjadi kebutuhan primer. Setiap bulan selalu dialokasikan anggaran belanja untuk kebutuhan digitalisasi ini.
Video on demand
Beragamnya aplikasi hiburan berbayar turut mendorong tingginya biaya pengeluaran layanan digital di Indonesia. Salah satu yang menarik pengguna internet untuk berlangganan ialah video on demand (VoD). Data dari survei yang sama, sebanyak 74 persen konsumen VoD berlangganan layanan ini. Sebagian besar membayar Rp 100.000-Rp 250.000 untuk mengakses VoD.
Besarnya pengeluaran untuk berlangganan VoD itu dirasa sesuai dengan layanan yang bisa dinikmati. Dapat menonton setiap saat, beragamnya pilihan film dan serial, hingga kemudahan mengakses film-film terbaru. Sejumlah alasan ini membuat para pelanggan rela membayar setiap bulan agar dapat mengakses layanan VoD.
Dari sejumlah aplikasi VoD yang masuk ke Indonesia, setidaknya ada tiga aplikasi yang merajai pasar VoD domestik. Terdiri dari Netflix, Disney+, dan Youtube. Netflix diakses oleh 69 persen responden, sedangkan Disney+ dan Youtube masing-masing diakses oleh responden sebanyak 62 persen dan 52 persen.
Larisnya permintaan pasar VoD di Indonesia tersebut semakin masif saat masa pandemi. Kebutuhan hiburan saat pembatasan mobilitas dan aktivitas masyarakat terakomodasi dari layanan VoD. Setelah pandemi pun, antusiasme terhadap serial dan tontonan yang disajikan di VoD terus meningkat. Sebanyak 43 persen responden bahkan mengaku akan mengakses VoD lebih sering daripada biasanya di waktu yang akan datang.
Besarnya permintaan layanan digital berlangganan diiringi dengan tingginya pengeluaran untuk hal tersebut mengindikasikan tingginya ketergantungan masyarakat terhadap internet dan platform digital. Internet dan layanan digital tidak lagi menjadi barang tersier, tetapi sudah menjadi kebutuhan primer masyarakat. Bagi penyedia layanan digital, hal ini menjadi ceruk pasar yang sangat menguntungkan. Bagi masyarakat, beragamnya layanan digital berbayar diharapkan tidak hanya menjadi ruang hiburan semata yang menguras banyak waktu produktif. Hadirnya layanan digital di telepon pintar juga dapat memenuhi kebutuhan dan memberi manfaat di berbagai sektor kehidupan sehari-hari. (LITBANG KOMPAS)