Berhitung Jumlah Capres di Pemilu 2024
Empat poros koalisi partai politik pengusung capres dimungkinkan terjadi di Pemilu 2024. Namun, dominasi Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan di hasil survei bisa menjadikan jumlah poros lebih sedikit.
Setahun sebelum pendaftaran calon presiden, sejumlah partai politik sudah mulai mendeklarasikan capres unggulannya. Dari konfigurasi politik yang ada, peluang hadirnya lebih dari dua poros koalisi terbuka lebar meskipun belum menutup potensi hadirnya dua kubu yang pernah terjadi di dua pemilihan presiden sebelumnya.
Setidaknya sampai pekan kedua Oktober ini sudah ada tiga sinyal bangunan koalisi partai politik yang sudah terbentuk. Koalisi yang pertama kali dideklarasikan pada 4 Juni 2022 adalah Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Ketiga partai ini sepakat menamakan koalisinya sebagai Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Sejak terbentuk sampai hari ini, belum jelas siapa pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan diusung.
Dari konfigurasi politik yang ada, peluang hadirnya lebih dari dua poros koalisi terbuka lebar meskipun belum menutup potensi hadirnya dua kubu yang pernah terjadi di dua pemilihan presiden sebelumnya.
KIB memiliki modal politik yang cukup untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Ketiga partai ini jika bergabung mampu mengumpulkan 148 kursi atau setara dengan 25,7 persen kursi DPR.
Angka ini sudah memenuhi syarat minimal 20 persen kursi DPR jika ingin mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Namun, belum ada secara eksplisit menyebutkan siapa dari koalisi ini yang akan diusung.
Dari Golkar sendiri sampai saat ini masih bertahan dengan keputusan partai untuk mengusung ketua umumnya, Airlangga Hartarto, sebagai calon presiden dari Partai Golkar untuk Pemilu 2024. Ini merupakan mandat dari hasil Musyawarah Nasional Partai Golkar pada 15 Desember 2019. Airlangga menjadi sosok yang akan diperjuangkan Golkar sebagai calon presiden.
Sementara itu, sikap politik PAN terkait pencalonan presiden sudah ditujukkan dari hasil Rakernas PAN di Jakarta pada 27 Agustus 2022. Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan mengumumkan sembilan nama calon presiden yang bakal diusung oleh PAN di Pilpres 2024.
Sembilan nama tersebut adalah Zulkifli Hasan, Airlangga Hartarto, Suharso Monoarfa (saat itu masih Ketua Umum PPP), Puan Maharani, Erick Thohir, Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, Ridwan Kamil, dan Khofifah Indar Parawansa. Sampai hasil rakernas ini diumumkan, belum ada sikap yang konkret, dari sembilan nama ini siapa yang bakal menjadi satu-satunya calon presiden dari PAN.
Sementara itu, PPP sendiri belum secara ekplisit menyampaikan siapa nama-nama tokoh yang masuk dalam bursa calon presiden yang diusung partai ini. Meskipun demikian, sejumlah pengurus PPP di daerah beberapa di antaranya menyebutkan dukungan ke sejumlah tokoh yang selama ini beredar namanya di hasil-hasil survei, seperti Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.
Sikap PPP juga makin belum jelas setelah terjadi suksesi di internal partai ini dari kepemimpinan Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa beralih kepada Pelaksana Tugas Ketua Umum PPP Muhammad Mardiono. Setelah pergantian ketua umum ini, PPP tengah menjaring suara arus bawah di partai ini terkait siapa yang akan diusung maju menjadi calon presiden pada Pemilu 2024.
Jika mengacu pada dinamika internal, baik di Golkar, PAN, maupun PPP, kepastian siapa pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan diusung koalisi ini memang masih jauh dari ekspektasi publik yang cenderung berharap koalisi itu lebih cepat diwujudkan.
Hal ini mengutip hasil jajak pendapat Kompas pertengahan Mei 2022 yang merekam mayoritas responden (80,5 persen) berharap koalisi partai politik bisa dibentuk sejak awal agar melahirkan kepastian.
Baca juga: Jajak Pendapat Litbang ”Kompas”: Kepastian Koalisi Parpol Dibutuhkan Pemilih
Gerindra dan PKB
Koalisi kedua yang sudah mendeklarasikan diri adalah antara Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Kedua partai politik ini sudah mendeklarasikan koalisinya pada 13 Agustus 2022. Sebelumnya, kedua partai ini sudah beberapa kali melakukan pertemuan, khususnya antara kedua ketua umum, yakni Prabowo Subianto dan Muhaimin Iskandar.
Koalisi Gerindra dan PKB ini memiliki modal kursi yang sudah mencukupi untuk memenuhi syarat pengajuan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Kedua partai ini ditopang oleh 136 kursi atau 23,7 persen dari total kursi DPR. Modal ini cukup untuk mendapatkan satu tiket pencalonan di Pilpres 2024.
Namun, senada dengan KIB, koalisi Gerindra dan PKB saat ini juga belum jelas mendeklarasikan siapa pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan diusung dari koalisi ini. Baik Gerindra maupun PKB sama-sama masih berpegang pada hasil keputusan politik di internal partai.
Bagi Gerindra, rapimnas di Sentul pada 12 Agustus 2022 jelas menyebutkan Prabowo Subianto sebagai calon presiden. Sejumlah pertimbangan dikemukakan Gerindra mengapa tetap mengajukan nama Prabowo.
Di antaranya karena pertimbangan elektabilitas Prabowo yang relatif masih berada di papan atas dari sejumlah hasil survei. Selain itu, posisi Prabowo sebagai Menteri Pertahanan dinilai memiliki kinerja yang baik dan mendukung kelanjutan pemerintahan Presiden Jokowi.
Jika nama Prabowo resmi diajukan sebagai calon presiden, Pemilu 2024 menjadi ajang keempatnya dalam kontestasi pemilihan presiden. Pada 2009, mantan Danjen Kopassus ini maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Megawati Soekarnoputri, tetapi kalah atas pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono.
Pada Pemilu 2014, Prabowo menjadi capres didampingi Hatta Rajasa sebagai cawapres, tetapi pasangan ini kalah dengan pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Terakhir pada Pemilu 2019, Prabowo maju kembali jadi capres didampingi Sandiaga Uno sebagai calon wakil presiden. Namun, kekalahan kembali dialami sehingga pasangan Jokowi dan Ma’ruf Amin melenggang menjadi pemenang.
Sementara itu, PKB pun sebenarnya juga memiliki sikap politik yang relatif sama. Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar adalah calon presiden yang akan diusung sebagai mandat dari Muktamar PKB yang merupakan forum tertinggi dalam partai.
Koalisi Gerindra dan PKB ini memiliki modal kursi yang sudah mencukupi untuk memenuhi syarat pengajuan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Selama memimpin PKB, nama Muhaimin bak menjelma sebagai personifikasi yang kuat dalam diri PKB. Betapa tidak, sejak 2005 ia sudah menjadi ketua umum partai berlambang bola dunia dengan sembilan bintang ini hingga saat ini yang relatif sukses menjaga pamor partai dengan hasil pemilu yang relatif berhasil mempertahankan posisi PKB di papan menengah atas.
Pada akhirnya, Gerindra dan PKB, yang memiliki sikap politik yang berbeda dalam hal pencalonan presiden, keduanya pada titik tertentu harus menentukan sikap terkait masa depan koalisi ini.
Setidaknya informasi yang berkembang bahwa koalisi ini disebut-sebut akan mengusung pasangan Prabowo sebagai calon presiden dan Muhaimin sebagai calon wakil presiden bisa menjadi sinyal keseriusan koalisi ini.
Baca juga: Capres Kader Partai atau Sosok Elektoral?
Poros ketigaJika kedua koalisi pertama sudah memastikan modal dukungan kursi tetapi belum mengerucutkan calon presiden dan wakil presiden, Partai Nasdem mengambil langkah ”berani” mendeklarasikan nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai calon presiden pada 5 Oktober 2022.
Mengapa disebut berani? Partai Nasdem hanya memiliki 58 kursi atau 10,3 persen dari kursi DPR. Artinya, ia hanya memiliki separuh tiket pencalonan presiden.
Meskipun demikian, langkah Nasdem ini bisa menjadi kekuatan koalisi partai politik ketiga yang dideklarasikan setelah KIB dan koalisi Gerindra-PKB. Komunikasi Nasdem bersama Partai Demokrat dan PKS memberikan sinyal kuat ketiga partai ini berpeluang berada dalam satu perahu dalam kontestasi Pilpres 2024.
Salah satu indikasinya adalah sikap Demokrat dan PKS yang memberikan respons positif terhadap deklarasi Anies sebagai calon presiden. Apalagi berdasarkan keterangan pers Ketua Umum Nasdem Surya Paloh, langkah deklarasi Partai Nasdem terhadap pencalonan Anies ini sudah berkomunikasi dengan Demokrat dan PKS.
Jika koalisi ini dilanjutkan dengan deklarasi ketiga partai politik, koalisi Nasdem, Demokrat, dan PKS akan menjadi koalisi ketiga dengan modal kekuatan 163 kursi atau setara dengan 28,3 persen dari total kursi DPR. Modal ini cukup bagi koalisi ini untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Namun, yang menjadi tantangan jika koalisi ini berlanjut adalah menentukan siapa sosok calon wakil presidennya di saat Nasdem sudah memberikan mandat pada Anies untuk memilih sang wakil. Di sinilah tantangan dari koalisi ini jika serius untuk merajut kerja sama. Tentu menemukan titik temu ketiga partai ini bukan hal yang mudah.
Baca juga: Parpol Kian Intens Bahas Capres 2024
PDI-P
Terakhir, peluang lahirnya poros baru atau poros keempat akan berpulang pada pilihan politik PDI Perjuangan. Sayangnya, sinyal partai ini belum cukup kuat untuk dideteksi publik kemana arah politiknya di Pemilu 2024.
Hal ini berbeda dengan sinyal partai yang sekadar deklarasi tanpa menyebutkan calon presiden dan wakil presiden (seperti KIB dan koalisi Gerindra dan PKB) atau Partai Nasdem yang hanya deklarasi capres tetapi belum ada kepastian dengan mitra partai koalisi.
Satu-satunya sinyal yang terasa di muka publik dari PDI-P adalah soal penentuan siapa tiket calon presiden ini diberikan. Apakah kepada kader PDI-P yang juga Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang memiliki elektabilitas tinggi atau kepada Ketua DPR Puan Maharani, yang meskipun elektabilitas jauh di bawah Ganjar, ia mendapat amanah dari Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri untuk menjalin komunikasi dengan sejumlah pimpinan partai politik.
Pada akhirnya, poros PDI-P ini bisa jadi akan menentukan, apakah jumlah poros koalisi di pemilihan presiden ini akan tetap berpeluang menjadi empat poros dengan PDI-P berjuang sendiri tanpa berkoalisi dengan partai politik lain atau justru hanya tiga, bahkan dua poros saja seperti Pemilu 2014 dan 2019.
Jika PDI-P mengambil sikap berkoalisi dengan partai politik lain, potensi empat poros bisa saja gugur. Jika dilihat rekam jejak kedekatan politik, PDI-P hanya berpeluang berkoalisi dengan KIB atau bersama koalisi Gerindra-PKB. Lalu bagaimana dengan peluang kerja sama dengan poros Nasdem, Demokrat, dan PKS? Jika dikalkulasi, rasanya sulit PDI-P menyatu dengan poros ini.
Setidaknya sinyal ini pernah ditunjukkan oleh pernyataan Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto yang menegaskan bahwa partainya sulit untuk menjalin kerja sama atau koalisi dengan Demokrat dan PKS. Kedua partai politik ini dinilai memiliki karakteristik pendukung dan prinsip politik yang berbeda dengan PDI-P.
Jika PDI-P mengambil jalan sendiri, peta politik bisa melahirkan tiga sampai empat poros koalisi. Sebaliknya, jika partai berlambang banteng mulut putih ini cenderung membuka diri berkoalisi dengan partai politik lain, peluang pemilihan presiden hanya diikuti tiga, bahkan hanya dua pasangan calon bisa saja terjadi.
Situasi seperti ini makin menegaskan, berbicara koalisi partai politik tidak sekadar kalkulasi soal tingkat keterpilihan calon presiden yang diusung. Koalisi juga harus memberikan insentif bagi penguatan institusi partai politik itu sendiri. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Koalisi Partai Jangan Abaikan Rakyat