Jajak Pendapat Litbang ”Kompas”: Kepastian Koalisi Parpol Dibutuhkan Pemilih
Kepastian koalisi partai politik dinantikan oleh pemilih. Upaya memastikan koalisi juga berpulang pada kepastian pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusung. Siapkah partai politik memastikannya di tahun ini?
Dinamika pertemuan elite politik semakin banyak dilakukan seiring menguatnya bursa calon presiden 2024 di mata publik. Publik berharap ada hasil konkret dari komunikasi politik yang gencar dilakukan tersebut. Salah satunya adalah kepastian koalisi parpol bersama pasangan capres dan cawapres yang diusungnya.
Harapan publik ini terekam dari hasil jajak pendapat Kompas. Tiga perempat responden dalam survei opini ini menunjukkan penerimaannya pada langkah-langkah politik para politisi yang makin gencar dilakukan di tahun-tahun menjelang digelarnya pemilu tersebut.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Langkah menjalin komunikasi politik antar elite partai ini dinilai wajar sebagai bagian dari upaya menjalin kekuatan politik guna menemukan titik temu demi menyongsong kontestasi di Pemilu 2024.
Terakhir, pertemuan Ketua DPR yang juga Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Puan Maharani dengan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar yang digelar pada 25 September 2022.
Dinamika pertemuan elite politik semakin banyak dilakukan seiring menguatnya bursa calon presiden 2024 di mata publik
Keduanya berziarah ke makam mantan Ketua MPR Taufiq Kiemas yang juga ayahanda Puan. Kedua tokoh ini memberikan pesan soal kedekatan karena sama-sama dibesarkan oleh Taufiq Kiemas (Kompas, 26/9/2022). Keduanya memberikan sinyal bahwa kedekatan tersebut bisa saja berlanjut pada koalisi antara PDI-P dan PKB.
Sinyal-sinyal koalisi kerap jadi narasi yang dikembangkan elite dalam setiap pertemuan dan komunikasi politik yang dijalani dan dipertontonkan di hadapan publik.
Pertemuan dengan Muhaimin ini merupakan pertemuan dengan tokoh partai ketiga yang dilakukan Puan dalam dua bulan terakhir ini. Sebelumnya, pada 22 Agustus 2022 Puan menjumpai Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh di Nasdem Tower.
Kemudian berlanjut dengan pertemuan Puan dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di kediamannya di Hambalang pada awal September 2022 lalu.
Tidak hanya Puan, Muhaimin pun melakukan hal yang sama sebelum pertemuan Puan dan Prabowo. Pada 18 Juni 2022 Muhaimin bertemu Prabowo Subianto. Bahkan, pertemuan ini berlanjut dengan deklarasi koalisi antara PKB dan Gerindra yang dilakukan pada 13 Agustus 2022.
Deklarasi resmi antar-partai politik ini merupakan yang kedua setelah sebelumnya tiga partai politik, yakni Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mendeklarasikan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) pada 4 Juni 2022.
Langkah koalisi partai politik ini sejatinya berbanding lurus dengan keinginan publik. Hasil jajak pendapat Litbang Kompas yang digelar Mei 2022 lalu ini juga merekam, mayoritas responden (80,5 persen) berharap koalisi partai politik bisa dibentuk sejak awal. Tujuannya satu, yakni memberikan kepastian kepada calon-calon pemilih tentang koalisi apa saja yang terbentuk untuk kontestasi di pemilihan presiden nanti.
Baca juga : Menakar Soliditas Koalisi Partai Politik
Deklarasi capres
Selain kepastian koalisi partai politik, harapan publik yang tertangkap dalam jajak pendapat juga merekam agar pasangan calon presiden dan calon wakil presiden juga bisa dideklarasikan seiring dengan kepastian koalisi partai politik tersebut. Ada harapan ketika koalisi partai politik terbentuk juga dibarengi dengan kepastian siapa pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusung koalisi tersebut.
Saat ini, dari dua koalisi yang setidaknya sudah pernah dideklarasikan, yakni KIB dan koalisi Gerindra dan PKB, belum sepenuhnya diikuti kejelasan kepada siapa koalisi tersebut diperuntukkan. KIB, sebagai koalisi yang paling awal terbentuk, juga belum jelas siapa pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusungnya.
Hal yang sama juga terjadi pada koalisi Gerindra dan PKB. Kedua partai ini belum jelas siapa pasangan calon presiden dan wakil yang presiden yang akan diusung.
Padahal, dua sosok ketua umumnya, baik Prabowo maupun Muhaimin, sudah pernah menyatakan niatnya untuk maju dalam pemilihan presiden di 2024 nanti. Kondisi ini yang membuat harapan publik akan kepastian calon presiden dideklarasikan tahun ini, yang diungkap oleh 72,6 persen responden, seakan bertepuk sebelah tangan.
Jika mengacu syarat koalisi, yakni kepemilikan suara dan kursi hasil pemilu, potensi koalisi saat ini di atas kertas semestinya lebih mudah karena yang menjadi basis penghitungan koalisi adalah perolehan kursi atau suara di Pemilu 2019. Artinya, setidaknya sembilan partai politik yang saat ini memiliki kursi di DPR sudah jelas bisa diukur seberapa kekuatannya secara politik.
Hal ini berbeda dengan dinamika pencalonan dan koalisi pada pemilu sebelum 2019. Pada Pemilu 2004, 2009, dan 2014 konsentrasi partai politik lebih diprioritaskan pada bagaimana meraih suara dan kursi di pemilu.
Hasil pemilu tersebut menjadi syarat bagi pengajuan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang digelar setelah hasil pemilu legislatif diumumkan. Artinya, antara pemilu legislatif dan pemilihan presiden tidak digelar bersamaan di ketiga pemilu tersebut.
Baca juga : Membaca Peluang Koalisi Partai Politik
Pengalaman
Sebagai ilustrasi bisa kita lihat pengalaman di Pemilihan Presiden 2004. Saat itu, rata-rata pasangan calon dideklarasikan kurang lebih 2 bulan sebelum hari pemungutan suara. Pasangan Megawati-Hasyim Muzadi resmi mendeklarasikan diri pada 6 Mei 2004 atau tepat dua bulan sebelum pemungutan suara pemilihan presiden yang digelar 5 Juli 2004.
Kondisi serupa juga dialami pasangan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla yang dideklarasikan pada 7 Mei 2004. Kemudian menyusul pada 9 Mei 2004 deklarasi dari pasangan Amien Rais dan Siswono Yudo Husodo.
Dua pasangan lain dideklarasikan di waktu berdekatan, yakni pasangan Wiranto dan Salahuddin Wahid yang dideklarasikan pada 11 Mei 2004 serta sehari kemudian (12/5/2004) pasangan Hamzah Haz dan Agum Gumelar dideklarasikan.
Apa yang terjadi di Pemilihan Presiden 2004 juga terulang di 2009. Pasangan Jusuf Kalla dan Wiranto dideklarasikan pada 1 Mei 2009 atau tiga bulan sebelum hari pemungutan suara pemilihan presiden yang digelar pada 8 Juli 2009.
Deklarasi ini tercatat paling cepat dibandingkan deklarasi pasangan lainnya saat itu. Pasangan lainnya itu adalah Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono dideklarasikan 15 Mei 2009, selisih beberapa jam dengan deklarasi pasangan Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto.
Deklarasi yang mendekati masa pemungutan suara juga terjadi di pemilihan presiden 2014 yang digelar pada 9 Juli 2014. Saat itu, deklarasi pasangan calon presiden dan wakil presiden juga terjadi kurang lebih dua bulan sebelum pemungutan suara digelar.
Hanya ada dua pasangan calon yang dideklarasikan di hari yang sama, yakni 19 Mei 2014. Kedua pasangan tersebut adalah Joko Widodo-Jusuf Kalla dan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Tentu, pengalaman deklarasi pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2004, 2009, dan 2014, yang pemilunya tidak digelar serentak dengan pemilihan presiden, menjadi ”dimaklumi” karena syarat pengajuan pasangan calon harus berdasarkan pada perolehan suara dan kursi dari partai politik hasil pemilu legislatif tersebut.
Sementara ketika digelar secara serentak, seperti 2019 dan 2024 nanti, syarat pengajuan pasangan calon presiden dan wakil presiden berdasarkan perolehan suara dan kursi di pemilu terakhir. Jika pada Pemilu 2019 syarat yang dipakai hasil pemilu 2014, pada Pemilu 2024 nanti yang dipakai adalah hasil Pemilu 2019.
Artinya, di atas kertas, partai politik tidak lagi menunggu dan harap-harap cemas berapa perolehan kursi dan suara mereka karena sudah jelas dengan menggunakan hasil pemilu sebelumnya.
Peluang ini semestinya juga mempemudah bagi partai politik merajut koalisi. Namun, harus diakui, kepastian siapa calon presiden dan wakil presiden yang diusung menjadi variabel penting, bahkan utama dalam memengaruhi potensi koalisi yang terbentuk. Jadi komunikasi politik yang dilakukan tokoh-tokoh partai saat ini tak ubahnya sebagai upaya penjajakan yang sangat kalkulatif secara politik.
Harapan publik akan kepastian koalisi benar-benar akan tetap bergantung pada sejauhmana para elite-elite politik yakin kalkulasi politiknya aman.
Pada akhirnya, harapan publik akan kepastian koalisi benar-benar akan tetap bergantung pada sejauhmana para elite-elite politik tersebut yakin bahwa kalkulasi politiknya aman. Jika kepastian kalkulasi politiknya terpenuhi, bukan tidak mungkin sinyal mengumumkan koalisi sekaligus sosok calon presiden yang diusung menjadi kenyataan.
Namun, jika tidak terpenuhi, publik akan disuguhi momentum-momentum pertemuan politik antara tokoh partai, bisa terus berlangsung hingga mendekati masa pendaftaran pasangan calon presiden dan wakil presiden akhir 2023 nanti. Jika ini yang terjadi, harapan publik akan kepastian koalisi dan calon presiden yang diusung tidak mudah untuk terpenuhi. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Membangun Koalisi Politik sejak Awal