Jajak pendapat ”Kompas” pada 23-26 Agustus 2022 menemukan, delapan dari 10 responden tidak tahu tentang kebijakan kota layak anak. Hanya 6,5 persen yang benar-benar tahu dan paham kebijakan itu.
Oleh
MB DEWI PANCAWATI/LITBANG KOMPAS
·4 menit baca
Kebijakan kabupaten/kota layak anak atau kota ramah anak pertama kali diperkenalkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak atau Kementerian PPPA pada 2006 dengan tujuan untuk mentransformasikan hak anak ke dalam proses pembangunan. Hal ini dilakukan sebagai komitmen Indonesia yang telah meratifikasi Konvensi Hak Anak sejak 5 September 1990 untuk menghormati dan memenuhi hak anak.
Lebih luas, pembangunan melalui kebijakan kabupaten/kota layak anak (KLA) ini untuk memastikan terpenuhinya hak-hak anak untuk hidup; tumbuh dan berkembang; mendapatkan perlindungan dari kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan salah lainnya; serta berpartisipasi aktif menyuarakan aspirasi dalam setiap keputusan yang menyangkut dirinya.
Tujuannya untuk mewujudkan Indonesia Layak Anak (Idola) 2030 dan Indonesia Emas 2045 dengan sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan berdaya saing, mengingat hampir sepertiga jumlah penduduk Indonesia adalah kategori anak, yang kualitasnya harus terus ditingkatkan agar tidak menjadi beban pembangunan.
Namun, setelah enam belas tahun berjalan, bahkan telah sembilan kali pemberian penghargaan bagi kabupaten/kota yang memenuhi kriteria KLA, istilah atau program tersebut masih belum banyak diketahui masyarakat.
Jajak pendapat Kompas pada 23-26 Agustus 2022 menemukan, delapan dari 10 responden tidak tahu tentang kebijakan tersebut. Hanya 6,5 persen yang benar-benar tahu dan paham apa itu kebijakan KLA, sementara 13 persen lainnya hanya sebatas pernah mendengar. Bahkan, responden yang tergolong muda pun (< 24 tahun), yang sebagian masuk kategori anak, mayoritas tidak mengetahui kebijakan pro-anak itu.
Temuan itu menjadi catatan bagi pemerintah, mengingat dalam definisinya kabupaten/kota layak anak adalah kabupaten/kota yang mempunyai sistem pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha, yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program, dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak dan perlindungan anak. Peran serta masyarakat sangat dibutuhkan dalam implementasi kebijakan ini.
Belum menjamin
Apresiasi diberikan dengan semakin banyaknya kabupaten/kota yang menginisiasi pengembangan KLA di daerah masing-masing. Tahun 2022, sebanyak 320 kabupaten/kota menerima penghargaan sebagai KLA untuk empat kategori (Pratama, Madya, Nindya, dan Utama). Namun, belum ada satu daerah pun yang meraih penghargaan paripurna sebagai KLA.
Jajak pendapat Kompas pada 23-26 Agustus 2022 menemukan, delapan dari 10 responden tidak tahu tentang kebijakan tersebut. Hanya 6,5 persen yang benar-benar tahu dan paham apa itu kebijakan KLA, sementara 13 persen lainnya hanya sebatas pernah mendengar. Bahkan, responden yang tergolong muda pun (< 24 tahun), yang sebagian masuk kategori anak, mayoritas tidak mengetahui kebijakan pro-anak itu.
Capaian penghargaan yang didapat dari pengukuran 24 indikator tersebut bisa naik atau bahkan turun peringkatnya jika upaya-upaya melindungi hak-hak anak tidak dipertahankan. Oleh karena itu, predikat atau penghargaan sebagai KLA hendaknya menjadi penyemangat setiap daerah untuk melindungi kelompok anak di daerah masing-masing.
Apalagi, berbagai kasus yang menjadikan anak sebagai korban masih terus bermunculan di banyak daerah, bahkan di kabupaten/kota yang mendapat predikat KLA. Hal inilah yang memengaruhi pendapat lebih dari separuh responden (56 persen) bahwa kabupaten/kota yang mendapat predikat KLA belum tentu atau tidak semua sesuai dengan kenyataannya.
Pendapat tersebut diperkuat dengan penilaian responden terhadap kebijakan kabupaten/kota tempat mereka tinggal, apakah sudah menjamin hak anak sebagai warga kota dalam beberapa hal. Lebih dari separuh responden berpendapat, pemerintah daerah sudah menjamin hak anak meski sebagian menilai belum optimal.
Namun, sekitar 40 persen responden menyatakan hak anak sebagai warga kota belum dijamin sepenuhnya, antara lain dalam menyediakan kebijakan dan anggaran khusus untuk anak, menyediakan lingkungan yang aman dan nyaman untuk perkembangan anak, serta memberikan perhatian khusus pada anak yang bekerja di jalanan, mengalami eksploitasi seksual, penyandang disabilitas, atau tanpa dukungan orangtua. Di samping itu, juga belum menjamin dalam mewadahi anak-anak untuk berperan serta dalam pembuatan keputusan yang berpengaruh langsung pada kehidupannya.
Komitmen dan sosialisasi
Oleh karena itu, agar predikat KLA benar-benar mewujudkan lingkungan yang nyaman dan aman bagi anak, sebagian besar responden (47,6 persen) sepakat dengan upaya memperkuat perlindungan anak di lingkungan terkecil (keluarga, RT/RW). Keluarga dan lingkungan terdekat harus menjadi tempat teraman bagi anak tumbuh dan berkembang.
Sementara itu, 21 persen responden mendorong pemerintah daerah lebih meningkatkan sinergi dengan masyarakat dalam menjalankan program berbasis anak. Ketidaktahuan dan ketidakpedulian masyarakat yang seharusnya berperan menyukseskan kebijakan ini perlu diperhatikan serius karena komitmen bersama berbagai pihak menjadi kunci sukses pencapaian program mulia ini.
Apalagi, pada 2021 telah lahir Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2021 tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak. Aturan ini menjadi dasar hukum pelaksanaan program KLA di Indonesia menjadi lebih kuat serta memberikan kemudahan dan keleluasaan bagi pemerintah daerah untuk berinovasi dan berkreasi sebanyak mungkin. Harapannya, program KLA dapat berkembang sesuai dengan potensi dan kearifan lokal tiap-tiap daerah.
Sosialisasi untuk terus mengampanyekan program KLA juga penting agar masyarakat menyadari pentingnya perlindungan anak sebagai generasi masa depan bangsa. Hal ini disuarakan sekitar 12 persen responden yang mengaku tak pernah mendapat penjelasan ataupun membaca informasi terkait kota layak anak di lingkungannya.
Hal terpenting ialah meningkatkan pengawasan agar predikat KLA tidak sekadar predikat yang melekat. Akan tetapi, hal itu juga benar-benar diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi praktik baik yang bisa dicontoh daerah lain untuk memberikan hak dan perlindungan optimal bagi anak.
Editor:
CHRISTOPERUS WAHYU HARYO PRIYO
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.