Analisis Litbang "Kompas": Kelas Sosial Mana yang Paling Kritis terhadap Pemerintah?
Publik punya persepsi beragam dalam mengevaluasi kinerja pemerintah. Kelas sosial atas menunjukkan sikap yang lebih kritis terhadap kinerja pemerintah.
Oleh
VINCENTIUS GITIYARKO
·7 menit baca
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Supir truk memarkir kendaraan saat menggelar aksi unjuk rasa di kawasan Monumen Bambu Runcing, Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah (15/9/2022). Massa yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat dan Mahasiswa Magelang (Geram) menggelar aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM.
Dalam demokrasi yang berlandaskan kedaulatan rakyat, posisi rakyat memegang peranan strategis. Rakyat berposisi sebagai subjek utama baik sejak pemilu hingga saat pemerintahan berjalan. Bagaimana publik mengevaluasi kinerja pemerintahan harus ditangkap maknanya secara jeli.
Sebagai subjek utama dalam demokrasi, rakyat yang berdaulat menjadi keniscayaan. Negara lewat kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah wajib merepresentasikan keberpihakan utama terhadap seluruh rakyat. Dalam sistem yang demikian, evaluasi terhadap kinerja pemerintah yang dikemukakan oleh rakyat menjadi hal yang harus dicermati dalam berjalannya pemerintahan.
Dalam praktiknya, negara lebih sering melihat rakyat dengan cara pandang umum. Bahwa meski majemuk, keinginan rakyat cenderung disimpulkan dalam satu dua rumusan saja. Padahal dari tingkat sosial ekonomi misalnya, rakyat bisa dilihat tingkatannya dari kelas sosial bawah, menengah, maupun tinggi. Sangat dimungkinkan tiap tingkatan kelas punya persepsi dan cara pandang yang berbeda. Hal ini yang tidak bisa dikesampingkan begitu saja.
Dalam survei Litbang Kompas pada Juni 2022, publik secara umum cenderung masih memberikan penilaian positif terhadap pemerintah. Nampak dalam survei, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah pada Juni 2022 berada di angka 67,1 persen. Artinya, ada dua pertiga bagian responden yang mengapresiasi kebijakan pemerintah. Meski demikian, jika dibandingkan dengan hasil survei Januari 2022 nampak ada tren penurunan. Di awal tahun 2022 tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemerintah berada di angka 73,9 persen.
Menanggapi penurunan ini, pemerintah mencoba mengambil rasionalisasi bahwa situasi global memang tidak menyenangkan. Pemerintah menilai, bahwa efek situasi geopolitik global tak hanya mendera pemerintah Indonesia, tapi juga semua negara. Pemerintah juga mengakui adanya hantaman masalah terkait pangan dan energi yang harganya terus melambung (Kompas, 20/6/2022).
Dengan demikian, meski angkanya positif, nyatanya problem-problem krusial tak hanya dihadapi pemerintah namun efeknya juga dirasakan sampai masyarakat bawah. Dilihat dari poin-poin lebih spesifik, kepuasan ekonomi menunjukkan tingkat paling rendah, yakni 50,5 persen.
Kinerja bidang ekonomi yang menyumbang terhadap penurunan kepuasan publik adalah aspek pengendalian harga-harga barang. Ketidakpuasan publiktidak lepas dari fenomena kenaikan harga kebutuhan pokok terutama minyak goreng.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Warga membeli minyak goreng curah bersubsidi di Pasar Kramat Jati, Jakarta (28/6/2022). Lonjakan harga sembako yang berlangsung berbulan-bulan membuat kinerja pemerintah disorot publik.
Kelas sosial
Derajat kepuasan di atas masih merupakan penilaian secara umum. Secara lebih spesifik data di atas masih bisa dicermati tingkat kepuasannya berdasarkan kelas sosial responden. Ditelisik secara lebih dalam ternyata ada perbedaan persepsi publik berdasarkan kelas sosialnya. Kecenderungan utamanya adalah semakin tinggi kelas sosial responden semakin rendah tingkat kepuasannya. Sebaliknya, semakin rendah kelas sosialnya malah semakin tinggi tingkat kepuasannya.
Responden dengan stasus sosial ekonomi bawah menjadi kelompok yang menunjukkan tingkat kepuasan paling tinggi terhadap kinerja pemerintah, yakni 70,6 persen. Sebaliknya responden dengan kelas sosial atas menjadi kelompok yang menunjukkan tingkat kepuasan paling rendah, 60 persen. Untuk kelas menengah, tingkat kepuasan kelas sosial menengah bawah cenderung mendekati kelas bawah, yaitu 66,4 persen. Sementara responden dengan kelas sosial menengah atas mengekor kelas atas dengan tingkat kepuasan 60,4 persen.
Fakta ini cukup menarik dengan mengindikasikan beberapa hal. Pertama kecenderungan kelas sosial strata bawah cenderung afirmatif terhadap kinerja pemerintah. Sementara kelas sosial atas menunjukkan sikap yang lebih kritis terhadap kinerja pemerintah. Padahal jika mencermati sudut pandang pemerintah, situasi pandemi dan geopolitik global yang tak menentu diamini sebagai tantangan yang sulit dihadapi.
BPMI SEKRETARIAT PRESIDEN
Presiden Joko Widodo meninjau penyaluran BLT BBM di Kantor Pos Tual, Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku (14/9/2022). Kebijakan pemerintah yang cenderung populis seperti memberikan BLT kepada rakyat miskin turut memengaruhi penilaian kelompok kelas bawah terhadap citra pemerintah
Dengan begitu, data di atas mengindikasikan bahwa kelas bawah nampak tak begitu mempersoalkan kebijakan atau usaha-usaha pemerintah sebab kehidupan sehari-hari mereka kemungkinan besar tidak begitu terdampak dengan masalah-masalah global. Belum lagi dalam situasi krisis pemerintah memilih mengambil kebijakan yang cenderung populis, yakni memberikan bantuan-bantuan langsung kepada masyarakat kecil.
Berbeda halnya dengan kelas menengah atas dan kelas atas yang lebih terdampak dengan situasi global. Baik pengusaha mapan maupun pekerja kerah putih bergulat dengan situasi-situasi yang dipengaruhi oleh masalah global. Kelangsungan usaha bagi pengusaha mapan dan kestabilan perusahaan tempat pekerja kelas menengah bernaung, mau tak mau harus berurusan dengan stabilitas global. Tak mengherankan pula tingkat kepuasan kelompok kelas menengah atas dan kelas atas tak setinggi masyarakat dengan kelas sosial di bawahnya.
Dinamika persepsi di atas makin nampak ketika sudut pandang kelas sosial dipakai untuk melihat penilaian dalam soal yang lebih spesifik. Dalam soal ekonomi, semua kelas menunjukkan kecenderungan penilaian yang mirip. Hal ini nampak dari gap tingkat kepuasan kinerja pemerintah dalam urusan ekonomi berselisih tak lebih dari 1,9 persen saja.
Baik responden kelas bawah hingga kelas atas menunjukkan tingkat kepuasan dalam bidang ekonomi berkisar di angka 50 persen. Di sini nampak bahwa dalam urusan ekonomi semua golongan kelas sosial sepakat bahwa soal ekonomi paling problematis di antara urusan yang lain.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Petugas kepolisian Polsek Singosari bersama anggota Koramil 0818/26 Singosari berjaga pasca kenaikan harga BBM di salah satu SPBU di Kabupaten Malang, Jawa Timur (3/9/2022).
Dinamika persepsi
Hal berbeda ditunjukkan sudut pandang kelas sosial responden dikenakan pada soal politik dan keamanan serta penegakan hukum. Dua poin ini menjadi kunci perbedaan kecenderungan kelas dalam menilai kinerja pemerintah seperti disebutkan dalam bagian sebelumnya. Dalam urusan politik dan keamanan jarak kepuasan antara kelas atas dan kelas bawah mencapai 15,1 persen. Lebih tinggi lagi dalam soal penegakan hukum gap nya mencapai 17,2 persen.
Tingkat kepuasan responden kelas sosial atas dalam soal penegakan hukum hanya 46,7 persen saja. Sementara kelas bawah menunjukkan tingkat kepuasan sebesar 63,9 persen. Sementara tingkat kepuasan kelas menengah atas sebesar 52,7 persen dan kelas menengah bawah 53,4 persen.
Dalam hal politik dan keamanan responden kelas atas menunjukkan tingkat kepuasan 60 persen dan kelas bawah sebesar 75,1 persen tingkat kepuasannya. Sementara itu, kelas menengah bawah menunjukkan tingkat kepuasan 73, 8 persen dan kelas menengah atas 68,9 persen.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Suasana SPBU Pertamina di Karang Tengah, Tangerang, Banten, menjelang pemberlakuan penyesuaian harga (3/9/2022). Pemerintah resmi menyesuaikan harga BBM subsidi jenis Pertalite, Solar dan BBM nonsubisidi jenis Pertamax. Harga Pertamax naik dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500.
Dari sudut pandang kelas atas, tak hanya masalah global, stabilitas politik, hukum dan keamanan dalam negeri menjadi faktor yang memengaruhi hidup mereka. Sementara dalam hal yang sama kelas bawah nampaknya tak begitu ambil soal.
Kembali pada soal hidup keseharian, kelas bawah yang cenderung hidup untuk memenuhi hidup hari ini menilai apapun situasi politik, keamanan dan hukum tak menjadi soal utama, maka kencenderungannya “puas-puas saja” terhadap kinerja pemerintah. Dengan begitu, tingkat kepuasan yang tinggi tak bisa serta merta dimaknai sebagai berhasilnya pemerintah memenuhi kebutuhan kelas bawah.
Sementara kelas atas yang cenderung membuat perencanaan jangka panjang, menuntut pemerintah menjaga kestabilan politik, keamanan dan hukum. Gejolak politik, hukum dan keamanan dapat berpengaruh pada kelangsungan bisnis maupun nilai-nilai investasi mereka.
Dalam studi pengelompokan strata sosial, setidaknya ada beberapa kepentingan yang dapat dikaitkan dengan kebijakan publik/politik. Dalam konteks evaluasi pemerintahan, tautan itu dapat dilihat dalam aspek agregat politik dan persoalan kesejahteraan. Aspek agregat politik digunakan untuk melihat sejauh mana perbedaan dalam pandangan ataupun sikap politik seseorang dipengaruhi oleh posisinya dalam strata sosial.
Dalam kepentingan strategi elektoral, mengetahui karakteristik kelas dengan jumlah anggota terbesar adalah penting untuk menentukan jurus kampanye apa yang paling cocok dilakukan oleh kandidat calon pemimpin. Bahkan dalam dimensi yang lebih luas, kelompok kelas sosial yang paling besar juga dapat menjadi perhatian utama ketika dikaitkan dengan perubahan sosial (Kompas, 8/6/2012).
Hasil analisis Litbang Kompas menemukan kelas sosial atas menunjukkan sikap yang lebih kritis terhadap kinerja pemerintah. Dengan mengetahui sejauh mana tingkat kekritisan mereka terhadap suatu kebijakan, maka pemerintah dapat mengambil langkah tertentu terkait agregat problem yang paling banyak disuarakan kelas sosial atas.
Aspek lain yang dapat dilihat dalam konteks evaluasi pemerintahan ialah persoalan kesejahteraan. Secara mendasar cara pandang masyarakat dalam melihat kinerja pemerintahan tidak dapat dilepaskan dari upaya pemerintah membenahi persoalan kesejahteraan. Dalam aspek ini, informasi tentang persoalan yang paling banyak membelit kelas bawah atau kelas miskin dapat digunakan pemerintah untuk merespon kebijakan terkait kesejahteraan yang tepat sasaran.
Akhirnya dari sudut pandang kelas, nampak bahwa persepsi publik tidak sama dalam mengevaluasi pemerintahnya. Mengakomodasi kepentingan dari semua lapisan masyarakat menjadi mandat demokrasi yang harus diusahakan terus menerus oleh pemerintah. Sebab kembali pada sila kelima Pancasila, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, kesejahteraan dan keadilan sosial tak hanya dinikmati segelintir masyarakat saja. (LITBANG KOMPAS)