Mitigasi Perubahan Iklim Turut Mencegah Peningkatan Kemiskinan
Dampak perubahan iklim menjadi ancaman besar bagi semua lapisan masyarakat. Kelompok miskin menjadi golongan yang sangat rentan terdampak sehingga kian terpuruk kualitas hidupnya.
Oleh
Deborah Laksmi Indraswari
·6 menit baca
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
Aktivitas pertanian padi di Banyuwangi, Jawa Timur, Senin (30/5/2022). Produksi padi di Jawa Timur 2021 menurun dibandingkan dengan 2020. Penurunan bisa terkait perubahan iklim, anomali cuaca, serangan hama, dan kesalahan dalam proses budidaya sehingga gagal panen. Di masa modern, petani juga semakin melupakan ilmu titen atau pranata mangsa karena dianggap kuno dan tidak lagi relevan meski merupakan kearifan kebudayaan.
Perubahan iklim tidak hanya berdampak pada kelestarian lingkungan, tetapi juga berefek hingga sektor ekonomi dan sosial masyarakat. Dampaknya sungguh nyata, khususnya bagi masyarakat miskin. Mitigasi perubahan iklim perlu diarahkan pada kelompok masyarakat miskin dan rentan miskin.
Laporan Bank Dunia berjudul ”Poverty and Shared Prosperity 2020” menyebutkan bahwa perubahan iklim dapat menyebabkan 68-132 juta orang hidup dalam kemiskinan pada tahun 2030. Perkiraan ini bergantung pada tingkat keparahan dampak perubahan iklim di daerah masing-masing.
Prediksi tersebut sangat mungkin terjadi mengingat semakin terasanya dampak perubahan iklim di seluruh dunia. Dengan kondisi tersebut, ancaman bagi kelompok masyarakat miskin semakin meningkat. Dalam laporan yang sama, Bank Dunia menjabarkan efek dari tren perubahan iklim yang kian mengancam. Ada tiga hal yang mendorong semakin dalamnya jurang kemiskinan pada kelompok ini.
Pertama, masyarakat miskin rentan akan kenaikan harga pangan dan semakin bergantung terhadap pendapatan dari hasil alam. Perubahan iklim menyebabkan lahan pertanian berkurang lima persen pada 2030 dan 30 persen pada 2080. Berkurangnya lahan pertanian serta kerusakan panen akibat perubahan iklim menyebabkan harga pangan meningkat. Dengan kondisi ini, masyarakat miskin dan rentan miskin kesulitan membeli bahan pangan.
Di sisi lain, hal tersebut akan berdampak pada pendapatan petani. Perubahan iklim yang menyebabkan cuaca ekstrem, berkurangnya sumber air, dan meningkatnya hama mengakibatkan produksi pertanian menurun. Meskipun demikian, bagi sebagian petani maupun buruh tani, berkurangnya lahan pertanian memberikan keuntungan pada mereka karena tingginya upah kerja.
Kedua, perubahan iklim menyebabkan intensitas bencana alam semakin tinggi. Situasi ini menyebabkan masyarakat miskin yang pada dasarnya sudah lebih rentan dan sering terpapar bencana akan semakin terdampak. Hal ini bertambah parah karena akses bantuan dan informasi masyarakat miskin ketika ada bencana sangat minim.
Selain bencana alam, masyarakat miskin juga semakin dirugikan dengan meningkatnya kemunculan berbagai penyakit akibat perubahan iklim. Apalagi, penyakit yang seringkali dialami oleh masyarakat miskin merupakan jenis penyakit yang berhubungan dengan perubahan iklim seperti malaria dan diare. Munculnya berbagai penyakit juga akan membebani pengeluaran keluarga dan mengurangi pendapatan karena berkurangnya hari kerja karena sakit.
Ketiga, kelompok masyarakat miskin kurang mendapat dukungan dan akses terhadap bantuan ekonomi dan jaring pengaman sosial. Meskipun berbagai kebijakan telah tersedia untuk membantu masyarakat beradaptasi dan mengatasi perubahan iklim, nyatanya kelompok miskin masih jauh dari jangkauan.
Melihat kaitan antara kemiskinan dan perubahan iklim itu, Indonesia berada pada posisi yang sangat rentan. Jika perubahan iklim menyebabkan ancaman lebih besar pada kelompok miskin dan berpotensi menyebabkan kenaikan kemiskinan, hal ini akan berefek pada lebih dari separuh penduduk Indonesia.
Dilihat dari jumlah penduduk miskin yang tercatat per Maret 2022, terdapat 26,16 juta penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Jumlah ini menyumbang 9,54 persen dari total penduduk Indonesia. Dengan dampak perubahan iklim yang kian parah dan ditambah dengan berbagai faktor lainnya, tingkat kemiskinan pada kelompok masyarakat ini diperkirakan semakin parah.
Di sisi lainnya lagi terdapat kelompok rentan miskin dan calon kelas menengah yang proporsinya cukup besar dalam jumlah penduduk Indonesia. Kelompok ini adalah mereka yang tidak berada di bawah garis kemiskinan, tetapi tidak juga berada pada kelas menengah.
Pada 2021, kelompok masyarakat ini mencakup 67 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Masyarakat yang berada termasuk kelompok ini juga dapat terdorong ke kelompok miskin jika dampak perubahan iklim semakin parah.
Selain itu, Indonesia termasuk negara dengan kerentanan tinggi terhadap perubahan iklim. Kondisi geografis Indonesia berupa kepulauan dengan beragam bentang lahannya sangat berisiko terhadap perubahan kondisi alam. Kombinasi dua kondisi tersebut menyebabkan peningkatan tinggi gelombang ekstrem dan permukaan laut, peningkatan suhu, serta curah hujan. Akibatnya, intensitas bencana hidrometeorologis semakin meningkat dan kualitas hidup terancam menurun.
Menurut kajian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, terdapat empat sektor yang paling terdampak perubahan iklim. Keempat itu adalah kelautan dan pesisir, sumber daya air, pertanian,serta kesehatan. Risiko dampak yang ditimbulkan pada setiap sektor berbeda-beda. Misalnya pada sektor kelautan dan pesisir, perubahan iklim menyebabkan peningkatan tinggi gelombang dan permukaan laut. Akibatnya, mengurangi daya jelajah nelayan serta membahayakan keselamatan nelayan.
KOMPAS/NIKSON SINAGA
Nelayan beraktivitas di Kelurahan Nelayan Indah, Kecamatan Medan Labuhan, Kota Medan, Sumatera Utara, Selasa (21/6/2022). Ekonomi masyarakat pesisir terpukul penurunan tangkapan ikan karena kerusakan lingkungan dan perubahan iklim.
Pada sektor sumber daya air, bahaya banjir dan kekeringan menjadi problem utama akibat perubahan iklim. Di sektor pertanian, risiko penurunan produksi komoditas membayangi petani dan masyarakat sebagai konsumen. Selain tiga hal tersebut, munculnya berbagai penyakit dan heat stress di perkotaan juga menjadi kewaspadaan bersama dalam menghadapi perubahan iklim.
Alhasil, kerugian ekonomi yang ditimbulkan cukup besar. Setidaknya pada 2024, total kerugian ekonomi akibat perubahan iklim mencapai Rp 115,53 triliun. Jika dirinci, kerugian terbesar berada pada sektor kelautan dan pesisir hingga Rp 81,82 triliun. Di urutan selanjutnya ada sektor pertanian dengan kerugian mencapai Rp 19,94 triliun; sektor sumber daya air sebesar Rp 7,29 triliun; dan sektor kesehatan sebesar Rp 6,48 triliun.
Arah kebijakan
Sesuai dengan laporan Bank Dunia, keempat sektor prioritas tersebut juga erat kaitannya dengan kemiskinan di Indonesia. Tanpa adanya dampak perubahan iklim saja, problem keempat sektor itu sudah membebani masyarakat miskin. Apalagi, jika ditambah dengan adanya perubahan iklim maka kondisi masyarakat miskin dan rentan miskin berpotensi akan semakin terpuruk.
Nelayan dan petani yang selama ini harus hidup dalam keterbatasan ekonomi harus menghadapi ancaman cuaca ekstrem yang menyebabkan berkurangnya hasil tangkapan. Petani juga akan kesulitan menyesuaikan waktu panen dengan perubahan cuaca ekstrim sehingga potensi gagal panen lebih besar. Masyarakat tanpa akses air bersih yang seringkali dialami kelompok miskin dan rentan miskin, akan semakin sulit mendapatkan air bersih.
Keterkaitan antarberbagai hal itu menunjukkan bahwa perubahan iklim bukan hanya permasalahan lingkungan semata. Problem ini menjalar hingga perekonomian masyarakat yang dapat menyebabkan kelompok miskin semakin terbebani dan kelompok rentan miskin benar-benar jatuh dalam kemiskinan.
Warga melintasi pasang air laut yang menggenangi akses jalan di Kampung Tambakmulyo, Kota Semarang, Jawa Tengah. Jumat (20/5/2022). Dalam waktu beberapa tahun ini, ketinggian dan luasan area banjir semakin meluas karena banyak faktor, antara lain, penurunan permukaan tanah, abrasi, hingga perubahan iklim.
Oleh sebab itu, penting untuk melihat permasalahan perubahan iklim dari sudut pandang kondisi ekonomi dan sosial masyarakat. Upaya mencegah dan menangani dampak perubahan iklim juga perlu memprioritaskan kelompok rentan seperti masyarakat miskin dan rentan miskin.
Selama ini, banyak upaya penanganan perubahan iklim yang sudah dilakukan mencakup hal-hal bersifat umum, seperti pengurangan emisi hingga pengurangan deforestasi. Hal ini memang penting, hanya saja belum menyentuh kebutuhan kelompok masyarakat rentan secara langsung. Upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim perlu lebih inklusif lagi. Hal tersebut penting dilakukan melihat dampak perubahan iklim tidak hanya memperburuk kondisi kemiskinan, tapi juga menghambat upaya-upaya pengentasan rakyat miskin.
Upaya penanganan perubahan iklim sangat perlu direncanakan bersamaan dengan upaya pengentasan kemiskinan. Jangan sampai upaya mengatasi perubahan iklim malah menyebabkan bertambahnya beban masyarakat miskin. Pun sebaliknya, jangan sampai upaya pengentasan kemiskinan malah memperparah kerusakan lingkungan. (LITBANG KOMPAS)