NOAA melaporkan peningkatan suhu permukaan Bumi sejak 1880. Suhu Bumi bertambah 0,08 derajat celsius setiap satu dekade. Laju suhu terus meningkat dua kali lipat hingga 0,18 derajat celsius pada 1981.
Oleh
Yoesep budianto
·6 menit baca
AP PHOTO/RICK BROWMER
Warga berjalan kaki di area yang surut setelah rekor level air terendah terlihat di Great Salt Lake, Utah, Amerika Serikat, Selasa (6/9/2022). Gelombang panas berkepanjangan telah memecahkan rekor di Utah ketika suhu udara mencapai 105 derajat Fahrenheit (40,5 derajat Celcius) pada hari Selasa. Kondisi itu menjadikannya hari terpanas di bulan September yang tercatat sejak tahun 1874. (AP Photo/Rick Bowmer)
Tren pemanasan global yang melanda Bumi menyebabkan dampak besar bagi kehidupan manusia. Sepanjang dua dekade terakhir, ada 5 juta orang di dunia meninggal karena suhu ekstrem, baik itu dari gelombang panas maupun gelombang beku.
Berdasarkan pantauan lembaga National Centers for Environmental Information (NOAA), suhu permukaan Bumi terus menunjukkan peningkatan. Sejak 1880, pada setiap satu dekade, suhu bumi bertambah 0,08 derajat celsius. Lajunya peningkatan suhu terus meningkat dua kali lipat hingga 0,18 derajat celsius pada 1981.
Peningkatan suhu yang terjadi secara cepat itu mendorong munculnya anomali global sehingga banyak terjadi peristiwa ekstrem di permukaan bumi seperti gelombang panas. Pada 2022 ini, sejumlah negara telah melaporkan terjadinya fenomena gelombang panas, seperti Inggris yang mencapai 40,3 derajat celsius, Spanyol (46 derajat celsius), dan Amerika Serikat (48 derajat celsius).
Layaknya dua sisi mata uang, besarnya skala anomali suhu panas global itu turut menyebabkan fenomena anomali lainnya berupa gelombang beku di sejumlah wilayah di dunia. Pantauan NOAA menyebutkan bahwa sepanjang Juli 2022, wilayah Oseania mencatat suhu terendah sejak tahun 2012 lalu, yaitu minus 6 derajat celsius.
Sebelumnya, catatan bulan Juni 2022 menyebutkan bahwa wilayah Amerika Selatan mengalami suhu lebih rendah dibandingkan tahun 2016 silam. Pada Februari 2022 lalu, wilayah AS dilanda badai salju yang parah sepanjang area Texas hingga Maine dan mengakibatkan suhu dingin yang tak normal.
Secara umum gelombang panas adalah fenomena meningkatnya suhu harian dalam periode cukup panjang, kemudian diikuti kejadian cuaca ekstrem yang berasosiasi dengan perubahan iklim. Batasan normal suhu yang dapat ditoleransi manusia adalah tidak lebih dari 35 derajat celsius. Efek gelombang panas tersebut sangatlah besar karena dapat mengancam fungsi organ tubuh manusia.
Sebaliknya, gelombang beku merupakan periode penurunan suhu secara ekstrem yang berlangsung dalam tempo cepat. Secara umum, gelombang beku terjadi apabila ada penurunan suhu hingga 8 derajat celsius dalam 24 jam terakhir. Bisa juga berupa berupa penyusutan suhu sebesar 10 derajat celsius dalam 48 terakhir atau 12 derajat celsius dalam 72 jam terakhir dengan titik awal suhu harian sebesar 4 derajat celsius.
Gelombang panas dan beku tersebut tidak dapat diremehkan karena memiliki konsekuensi besar terhadap kelangsungan hidup manusia. Sebuah riset dalam jurnal “Global, regional, and national burdern of mortality associated with non-optimal ambient temperatures from 2000 to 2019: a three-stage modelling study” (2021), menyebutkan gelombang panas dan beku mengakibatkan kematian 5 juta orang setiap tahunnya.
Riset tersebut dilakukan di 750 lokasi yang berada di 43 negara berbeda di seluruh dunia. Asia menjadi wilayah dengan tingkat kematian karena suhu ekstrem terbesar yaitu 2,6 juta jiwa. Apabila dilihat berdasarkan wilayah geografisnya, kematian tertinggi karena gelombang panas paling banyak terjadi di Eropa Barat, sementara area Sahara di Afrika mencatatkan kematian terbanyak karena gelombang beku.
Munculnya gelombang panas dan beku sebenarnya lazim terjadi karena pola iklim global. Namun, saat ini anomali ekstrem ini diperparah dengan peningkatan rata-rata suhu Bumi yang terjadi secara cepat. Di sisi lain, kerusakan lingkungan makin menambah tekanan perubahan iklim bagi manusia. Misalnya hilangnya sumber air bersih karena penggundulan hutan, alih fungsi lahan, atau pembangunan infrastruktur yang dipaksakan.
Intensitas kejadian gelombang panas dan beku akan makin tinggi seiring makin cepatnya laju perubahan iklim global. WHO telah memperingatkan bahwa perubahan iklim adalah ancaman terbesar kehidupan manusia. Bahkan, diperkirakan sedikitnya 13 juta jiwa menderita karena anomali suhu global saat ini.
Perubahan iklim itu merupakan kondisi yang memang muncul sebagai konsekuensi aktivitas manusia di permukaan Bumi sehingga dampaknya tidak akan dapat dinegosiasikan. Selain tingkat kematian, suhu ekstrem yang begitu besar membuat manusia juga dihadapkan dengan risiko penyakit dan gangguan kinerja organ tubuh.
Kesehatan warga
Kematian yang disebabkan gelombang panas dan beku itu tidak terjadi secara tiba-tiba. Ada proses terlebih dahulu terkait penurunan fungsi organ karena suhu ekstrem yang mengganggu metabolisme tubuh manusia. Riset "The effect of global warming on mortality” (2020) menguraikan signifikansi hubungan antara suhu harian dengan tingkat kematian atau mortalitas.
Bagi individu yang tidak memiliki penyakit bawaan atau komorbid, tubuhnya memiliki sistem pengatur suhu yang efisien untuk menghadapi perubahan suhu secara drastis. Bagi kelompok rentan, yaitu lansia dan orang dengan komorbid seperti penyakit kardiovaskular dan gangguan pernapasan, maka ada defisiensi dalam sistem pengaturan suhu tubuh.
Mekanisme fisiologis tubuh manusia sangat dipengaruhi oleh dinamika suhu sekitarnya sehingga anomali suhu ekstrem akan berdampak parah terhadap kerja organ tubuh manusia. Setidaknya ada lima mekanisme fisiologi yang sangat sensitif terhadap suhu panas, yaitu peradangan (inflamasi), kurangnya aliran darah (iskemia), pengentalan darah, gangguan sel tubuh, dan kerusakan jaringan otot (rhabdomyolysis).
Inflamasi atau peradangan tubuh muncul karena adanya rangsangan fisik maupun kimiawi yang bersifat merusak jaringan tubuh, sehingga melepaskan sejumlah mediator nyeri, seperti serotonin dan histamin. Untuk iskemia adalah kondisi kurangnya aliran darah ke jaringan atau organ tubuh akibat gangguan pembuluh darah.
Dalam hubungannya dengan gelombang panas, studi tersebut menyebutkan sedikitnya ada 27 cara gelombang panas dapat membunuh manusia. Mekanisme fisiologis tubuh yang disebutkan tadi memiliki dampak kritis terhadap otak, jantung, paru-paru, ginjal, pankreas, hati, dan lainnya.
Tidak cukup gelombang panas, fenomena gelombang beku turut berpengaruh terhadap kesehatan manusia, khususnya terhadap risiko penyakit kardiovaskular. WHO mendefinisikannya sebagai segala jenis penyakit yang disebabkan gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah. Secara awam bisa disebut penyakit jantung dan stroke.
Ancaman kesehatan publik terhitung besar di tengah tren pemanasan global yang menyebabkan fenomena gelombang panas dan beku makin intens. Oleh karea itu, penanganan perubahan iklim yang tepat diproyeksikan mampu menyelamatkan sedikitnya 250.000 orang dari kematian setiap tahunnya di periode 2030-2050 mendatang.
Risiko spasial
Banyak bagian bumi yang diprediksi mengalami peningkatan suhu drastis, demikian pula penurunan suhu. Untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, perlu diketahui wilayah-wilayah yang menunjukkan anomali besar sepanjang pengamatan beberapa dekade.
Bagian Afrika yang perlu diwaspadai adalah Sub-sahara karena catatan kematiannya mencapai 134 per 100.000 orang atau jauh melampaui rata-rata global sebanyak 74 per 100.000 orang. Wilayah berikutnya adalah Eropa yang tercatat sebagai tempat dengan tingkat kematian tertinggi di hampir seluruh wilayahnya. Lokasi paling berbahaya adalah Eropa Timur, yaitu 139 per 100.000 orang.
Saat berpindah ke sisi timur bumi, maka wilayah Australia serta Selandia Baru memiliki tingkat kematian yang juga cukup tinggi, yaitu 73 per 100.000 orang. Bergeser sedikit ke Asia, wilayah yang mencatat kematian besar adalah Asia Timur sebanyak 80 per 100.000 orang dan diikuti Asia Tengah dengan kisaran 67 per 100.000 orang.
UNTUK TAMBAHAN DISPLAY KOMING LONDON 40 DERAJAT CELSIUS Suasana saat gelombang panas (heat wave) di Trafalgar Square, London, Senin (18/7/22). Kompas/Denty Piawai Nastitie
Besarnya kematian akibat gelombang panas dan beku tersebut mengindikasikan adanya bahaya besar di masa mendatang. Risiko kematian yang tinggi menuntut upaya adaptasi dan mitigasi yang jauh lebih kuat dari sebelumnya. Bahkan, tingkat risiko anomali suhu global telah menjalar ke berbagai titik di seluruh dunia.
Hasil pantauan NOAA sepanjang tahun 2021 menunjukkan bahwa ada anomali iklim ekstrem di semua wilayah bumi. Berdasarkan catatan suhu tahunan, 2021 menjadi salah satu tahun terhangat di semua benua. Selain itu, banyak laporan anomali peningkatan siklon dan badai, seperti di wilayah Atlantik dan Pasifik yang mencatatkan sedikitnya 40 kejadian termasuk munculnya siklon Seroja di Indonesia.
Pantauan kondisi iklim global penting untuk dilakukan dan terus dimutakhirkan agar setiap anomali tercatat. Tren pemanasan global akan menyebabkan anomali kejadian gelombang panas makin sering muncul di berbagai wilayah bumi. Demikian pula dengan anomali gelombang beku. Dengan pola penyebaran kedua gelombang tersebut yang kian meluas maka kerja sama negara-negara di dunia dalam mengendalikan pemanasan global menjadi kunci melakukan langkah mitigasi dan penanganan risiko dampaknya bagi warga dunia. (LITBANG KOMPAS)