Menakar Peluang Pembelian BBM Murah Rusia
Pada Februari 2023, EIA memperkirakan Rusia kian mengalami tekanan ekonomi akibat embargo sepenuhnya dari Uni Eropa. Rusia harus segera mencari pembeli baru bagi sebagian produk energinya.

Anjungan minyak yang dioperasikan oleh salah satu perusahaan minyak Rusia di ladang minyak Korchagina, Laut Kaspia. Foto diambil pada Oktober 2018.
Harga minyak mentah dunia yang cenderung menurun berpotensi mendorong harga jual bahan bakar minyak yang juga kian rendah. Namun, tren penurunan harga minyak mentah dunia ini relatif belum stabil karena dinamika produksi dan kebutuhan energi, serta perang Rusia-Ukraina yang belum juga usai.
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak bumi jenis West Texas Intermediate (WTI) saat ini cenderung terus menurun. Per 13 September 2022, harga minyak mentah sebesar 89,03 dollar AS per barel. Harga minyak bumi cenderung menyusut sejak awal Juni 2022 dan pada pertengahan Juli harganya sudah berada di bawah 100 dollar AS per barel.
Angka ini kian mengecil lagi hingga di bawah 90 dollar AS jelang akhir Agustus 2022. Kini, harga minyak bumi bertengger di kisaran 80 dollar AS per barel di pasaran global. Bukan tidak mungkin harganya akan terus menurun kembali di hari-hari mendatang.
Penyesuaian harga minyak dunia yang lebih rendah itu kemungkinan besar disebabkan oleh kondisi penyediaan BBM yang mulai stabil di sejumlah negara yang terimbas pengurangan suplai energi dari Rusia. Mulai stabilnya pasokan minyak ini terutama berasal dari negara-negara yang menjadi sekutu Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Koalisi NATO sebagian besar adalah negara anggota Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang merupakan induk organisasi dari IEA telah menyiapkan sejumlah antisipasi gejolak pasokan minyak dunia. Salah satunya dengan memperkuat cadangan darurat energi minimal untuk 90 hari atau tiga bulan. Bahkan, cadangan darurat tersebut terus ditingkatkan seiring dengan kebijakan embargo ekonomi dan impor energi dari Rusia.
Per Januari-Maret 2022, cadangan darurat BBM di seluruh anggota IEA mencapai kisaran 157 hari. Mulai April 2022, setelah terjadi invasi Rusia ke Ukraina, cadangan darurat negara-negara IEA bertambah menjadi 240 hari. Peningkatan cadangan darurat ini berguna untuk menjaga stabilitas harga pasar, setidaknya antarnegara anggota IEA atau OECD itu.
Jika terjadi gangguan pasokan minyak yang parah, anggota IEA dapat memutuskan untuk melepaskan cadangan daruratnya ke pasar anggota OECD sebagai bagian dari tindakan kolektif. Jadi, memperkuat cadangan darurat ini merupakan kebijakan yang berpotensi menurunkan tensi kepanikan dari kelangkaan energi akibat pembatasan impor energi dari Rusia.
Baca juga: Menimbang Ulang Rencana Pembelian Minyak Rusia

Produksi minyak
Faktor berikutnya yang berpotensi menurunkan harga minyak dunia saat ini adalah peningkatan produksi di negara-negara pengekspor minyak bumi (OPEC). Pada Juli 2022, produksi minyak bumi OPEC mencapai 29,05 juta barel per hari atau bertambah sekitar 300.000 barel per hari dibandingkan dengan Juni 2022.
Peningkatan produksi ini menjadi respons dari surutnya produksi minyak Rusia yang berkurang sekitar 310.000 barel per hari dibandingkan dengan fase sebelum invasi. Embargo yang dilakukan negara-negara Eropa sekutu NATO berimbas pada penurunan ekspor minyak Rusia sekitar 580.000 barel sehari pada Juli 2022.
Kebijakan politik yang dilakukan sekutu NATO terhadap Rusia itu hingga saat ini belum berimbas besar bagi Rusia. Rusia hanya mengalami susut produksi minyak bumi harian sekitar 300.000 barrel dari total produksi yang sebesar 10,9 juta barrel. Impor minyak bumi pun juga relatif kurang terpengaruh signifikan karena hanya mereduksi sekitar 500.000 ribu barrel dari sekitar 8,2 juta barrel minyak bumi yang diekspor setiap hari.
Masih tingginya produksi minyak bumi Rusia itu salah satunya dipicu oleh kebijakan sejumlah negara yang justru berbelanja komoditas minyak Rusia dengan jumlah lebih banyak. Embargo Uni Eropa menjadi peluang sejumlah negara untuk belanja minyak berharga lebih rendah dari harga pasar. India, China, dan Turki tercatat sebagai negara yang memanfaatkan momentum diskon harga minyak Rusia untuk memperkuat ketahanan energi negaranya masing-masing.
Badan Energi Internasional (IEA) memperkirakan pada Februari 2023 nanti, saat Uni Eropa mulai memberlakukan embargo minyak dan produk minyak Rusia secara penuh, maka negara Beruang Merah itu akan mengalami tekanan akibat kerugian energi. Rusia harus segera mencari pembeli baru agar tidak terjadi kerugian akibat produksi minyak mentah sebesar 1,3 juta barrel dan juga produk-produk minyak sekitar 1 juta barrel per hari. Situasi Ini menjadi peluang bagi pembeli-pembeli baru atau negara-negara yang sudah membeli untuk menambah pasokan minyak dari Rusia.
Peluang Indonesia
Pada awal September 2022 ini, Presiden Joko Widodo berbicara kepada surat kabar bisnis internasional Financial Times tentang pertimbangannya untuk membeli minyak dari Rusia. Presiden Jokowi mempertimbangkan segala opsi termasuk kemungkinan mengambil langkah seperti China dan India untuk membeli minyak dari Rusia demi mengimbangi lonjakan harga energi global. Skema pembelian dapat dilakukan dengan beragam cara antara lain melalui pihak ketiga yaitu jasa trader-trader perusahaan swasta baik asing ataupun domestik.
Dalam konteks ekonomi, pembelian minyak murah ini tentu memberi keuntungan. Terlebih jika mengimpor komoditas minyak bumi dalam bentuk yang sudah jadi, terutama untuk jenis BBM bersubsidi seperti bensin RON 88 dan RON 90.
Analisis data dari Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia (HEESI) 2021 menunjukkan kebutuhan BBM jenis bensin sekitar 81 persennya merupakan produk bersubsidi seperti bensin RON 88 dan RON 90. Demikian juga untuk BBM mesin diesel yang mayoritas terserap untuk jenis subsidi seperti Biodiesel dan biogas (solar) CN 48.

Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU) di Pohon Duri Kota Kupang, Senin (12/9/2022) sedang mengisi pertalite bersubsidi. Warga yang sudah mendaftar cukup menunjukkan email dari Pertamina saat mendaftar, mereka akan dilayani. Tetapi ada kekecewaan warga. Nilai BBM subsidi itu Rp 10.000 per liter, sementara BBM non subsidi seperti pertamax senilai Rp 14.500 per liter, beda cuma Rp 4.500 per liter dengan pertalite subsidi, atau Pertamini senilai Rp 11.500 - Rp 12.500 per liter. Proses pendaftaran jauh lebih rumit ketimbang nilai BBM bersubsidi itu.
Baca juga: Embargo Minyak Rusia Mengancam Ketahanan Energi Eropa
Setiap tahun sekitar 96 persen mesin diesel mengkonsumsi kedua jenis BBM jenis solar subsidi ini. Oleh sebab itu, impor produk BBM sebaiknya dialokasikan untuk bensin RON 88, RON 90, dan juga Gasoil sebagai bahan untuk mencampur biodiesel. Namun, dari ketiga jenis komoditas BBM subsidi itu, jenis gasoline atau bensin lebih diprioritaskan.
Hal ini dikarenakan kemampuan kilang pengolahan minyak Indonesia dalam memproduksi RON 88 dan RON 90 hanya berkisar 24 persen dari seluruh produk bahan bakar. Angka ini terpaut jauh dengan produksi solar yang mampu mencapai 50-an persen setahun. Oleh sebab itu, agar harga BBM khususnya jenis bensin dapat segera turun maka perlu segera mengimpor produk bensin yang berharga lebih murah.
Selama ini, impor produk BBM jenis bensin RON 88 dan RON 90 memang mendominasi impor komoditas bahan bakar Indonesia. Pada kurun 2011-2021, rata-rata setiap tahun sekitar 48 persen impor bensin berupa komoditas subsidi. Namun, bila dicermati impor bensin nonsubsidi dengan RON di atas 90 juga semakin besar.
Pada tahun 2021, persentase impor bensin RON di atas 90 mencapai 45 persen, sedangkan bensin RON 88 dan 90 mengecil menjadi kisaran 37 persen. Hal ini kemungkinan besar berkaitan dengan upaya meningkatkan suplai bensin RON 90 (pertalite) yang kian besar di pasaran. Salah satunya dengan mencampur bensin RON di atas 90 dengan bensin RON 88 untuk dijadikan RON 90, pertalite.
Oleh sebab itu, untuk menurunkan harga BBM di dalam negeri sebaiknya impor komoditas BBM seperti RON 88, RON 90, dan juga RON di atas 90 dapat menjadi prioritas untuk segera dilakukan. Hal ini dapat menjadi peluang yang menarik bagi Indonesia yang setiap hari membutuhkan pasokan minyak bumi impor hingga kisaran 700 ribu barel sehari.
Geopolitik
Sanksi ekonomi negara-negara NATO terhadap Rusia masih membayangi ketidakpastian harga minyak bumi dunia. Tawaran harga minyak bumi Rusia yang lebih murah sekalipun pun mengundang kekhawatiran bagi para calon pembelinya karena rentan menuai sentimen negatif dari sejumlah negara Barat yang mengutuk invasi Rusia itu.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, secara virtual, berbicara di depan para pemimpin negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara yang tengah bertemu pada KTT NATO di Madrid, Rabu (29/6/2022). Zelenskyy kembali meminta dukungan logistik dari negara-negara NATO untuk menghadapi Rusia.
Baca juga: Energi, Kekuatan Politik Internasional Rusia
Oleh karena itu, peluang menambah pasokan minyak dari Rusia itu harus juga mempertimbangkan faktor geopolitik. Jangan sampai dengan pengadaan minyak Rusia itu justru menimbulkan sentimen negatif dari sejumlah pihak. Terutama negara-negara yang menjadi mitra dagang penting Indonesia yang tidak mendukung invasi Rusia ke Ukraina.
Negara mitra dagang penting seperti Uni Eropa yang sebagian besar adalah anggota NATO memiliki nilai serapan ekspor Indonesia setiap tahun sekitar 15,7 miliar dolar AS. Indonesia juga masih membutuhkan sejumlah produk yang nilai impor setiap tahunnya dari Uni Eropa sekitar 11,7 miliar dollar AS. Neraca perdagangan yang memberikan benefit berupa surplus perdagangan hampir senilai 4 miliar dollar AS/tahun ini akan rawan tergerus dan bahkan defisit bagi Indonesia apabila tidak bersikap hati-hati dengan geopolitik global terkait konflik Rusia dengan Ukraina. (LITBANG KOMPAS)