Antusiasme anak muda di bidang politik relatif rendah. Apa yang membuat anak muda enggan terlibat dalam isu politik?
Oleh
Arita Nugraheni
·4 menit baca
Kalangan muda menjadi poros penting dalam peningkatan kualitas berpolitik di Tanah Air. Sayangnya, antusiasme generasi muda untuk mengikuti isu-isu politik masih rendah. Partai politik diharapkan mengambil peran untuk mendongkrak keterlibatan anak muda demi iklim politik yang mencerdaskan.
Generasi muda merupakan garda depan dalam menyongsong masa depan bangsa. Bukan hanya sosok-sosok di pemerintahan maupun parlemen, publik luas juga diharapkan mampu memahami persoalan-persoalan negeri demi menghadirkan dialektika politik yang konstruktif.
Dari sisi populasi, setidaknya 4 dari 10 penduduk di Indonesia adalah generasi muda. Sebanyak 17,1 persen merupakan penduduk berusia 15 hingga 24 tahun, 8 persen merupakan penduduk berusia 25 hingga 29 tahun, dan 16 persen merupakan penduduk berusia 30 hingga 39 tahun. Dua kelompok usia pertama lazim disebut dengan gen Z, sementara kelompok ketiga disebut sebagai gen Y.
Kalangan muda menjadi poros penting dalam peningkatan kualitas berpolitik di Tanah Air.
Sayangnya, antusiasme berpolitik generasi muda tersebut masih terbilang rendah. Hal ini, antara lain, dapat dilihat dari preferensi dalam konsumsi berita dan keterlibatan dalam mengikuti diskusi maupun perdebatan terkait isu-isu bertema politik.
Jajak pendapat Litbang Kompas merekam lebih dari separuh publik muda jarang mengikuti pemberitaan politik, baik lokal maupun nasional. Bahkan, sebanyak 19 persen lainnya mengaku tidak pernah menonton, mendengar, ataupun membaca berita terkait isu politik.
Hanya seperempat publik muda yang mengikuti isu di aras nasional ataupun lokal dengan frekuensi tinggi. Terdiri dari 16 persen yang menyebut sering mengikuti dan 9,4 persen menyebut selalu memantau pemberitaan politik. Hasil ini didapat dari jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas pada pertengahan Agustus 2022 terhadap 502 responden berusia 17 hingga 35 tahun.
Melihat lebih dalam, tampak ada perbedaan preferensi berdasarkan jender. Laki-laki cenderung lebih banyak mengikuti isu politik dibandingkan perempuan dengan perbedaan 8,4 persen. Tidak hanya dari sisi jumlah, laki-laki juga lebih intens mengikuti pemberitaan politik dibandingkan perempuan.
Tercatat sebanyak 37,4 persen laki-laki menyimak berita politik dengan frekuensi tinggi, sementara hanya 13,2 persen pada kelompok perempuan. Artinya, proporsi laki-laki yang melek politik hampir tiga kali lipat dibandingkan perempuan.
Perbedaan turut terlihat dari kategori pendidikan. Semakin tinggi pendidikan responden, semakin tinggi pula intensitas mengikuti perkembangan di dunia politik. Dari kalangan berpendidikan rendah, 24,1 persen mengaku tidak pernah mengikuti serba-serbi politik.
Semakin tinggi pendidikan responden, semakin tinggi pula intensitas mengikuti perkembangan di dunia politik.
Sementara itu, hanya 15,6 persen dari kalangan berpendidikan menengah dan 8,1 persen dari kelompok berpendidikan tinggi. Artinya, masyarakat yang melek isu politik masih tersentralisasi pada kalangan berpendidikan.
Potret ini menyumbang narasi penting dalam upaya meningkatkan kualitas generasi muda yang cerdas berpolitik. Meskipun pemberitaan bukan satu-satunya sumber untuk memahami situasi pemerintahan, berita maupun analisis populer mampu memberikan pemahaman terkait situasi terkini yang dihadapi negeri.
Di masa kekinian, pembicaraan terkait politik tidak bisa dilepaskan dari keriuhan yang terjadi di media sosial. Platform ini memantik diskusi teraktual, misalnya saja terkait sepak terjang partai politik, kinerja pemerintah dan anggota dewan, hingga kontestasi menjelang Pemilu 2024.
Jajak pendapat Litbang Kompas merekam 6 dari 10 responden menyebut mengikuti diskusi atau perdebatan politik di media sosial selama enam bulan terakhir. Sebanyak 21,7 persen mengikuti dengan intensitas tinggi, terdiri dari 7,5 persen yang mengaku selalu dan 14,2 persen mengaku sering.
Potret ini selaras dengan situasi media sosial yang kerap menjadi ramai saat ada isu politik yang sedang hangat dibicarakan hingga trending. Sayangnya, responden yang mengikuti perdebatan di media sosial tidak semuanya berasal dari responden yang gemar mengonsumsi berita politik.
Sebagai gambaran, hampir separuh responden yang mengikuti diskusi di media sosial justru jarang membaca, mendengar, atau menonton berita politik. Temuan ini menjadi catatan penting sebagai upaya peningkatan kualitas berpolitik generasi muda.
Publik diharapkan memiliki bekal informasi yang kredibel sehingga mampu memahami perdebatan yang terjadi. Bagasi pengetahuan juga dibutuhkan bagi publik yang hendak menyampaikan pendapat sehingga diskusi yang terjalin memberikan efek yang positif, alih-alih hanya menjadi suara sumbang di belantara internet.
Partai politik diharapkan mengambil andil dalam meningkatkan kualitas iklim politik di Tanah Air. Edukasi politik dapat dilakukan dengan meningkatkan kesadaran generasi muda untuk mengasah keterampilan dalam melihat sejumlah isu krusial negeri ini.
Apalagi, sejumlah ketimpangan masih terekam di antara gen Z dan gen X. Misalnya saja, di tengah antusiasme berdiskusi politik yang tinggi pada kelompok perempuan, tingkat konsumsi pada informasi dan berita politik masih rendah.
Tercatat 20,8 persen perempuan punya intensitas tinggi mengikuti diskusi di media sosial, lebih tinggi 7,6 persen dari minat membaca berita. Sementara pada laki-laki, animo antara mengonsumsi dan memproduksi wacana politik berimbang pada kisaran 20 persen.
Keberimbangan antara produksi dan konsumsi wacana politik juga belum merata pada semua lapisan masyarakat. Di tengah antusiasme yang tinggi untuk berdiskusi politik (24,5 persen), kelompok berpendidikan rendah belum tertarik untuk mendapatkan informasi dari sumber yang tepercaya. Hal ini berbeda pada publik dengan pendidikan menengah dan atas yang cenderung berimbang antara membaca dan berdiskusi.
Di tengah situasi ini, peran partai politik dinanti. Citra partai politik yang membaik diharapkan menjadi momen untuk mengakselerasi program-program yang mengedepankan edukasi demi mencerdaskan konstituen. (LITBANG KOMPAS)