Prabowo Subianto dan Cawapres Pendongkrak Sang Petarung
Dibandingkan dengan capres lain, Prabowo Subianto relatif lebih leluasa memilih pasangan calon wakil presiden pada Pemilu 2024. Namun, jika orientasi kemenangan yang dituju, kalkulasi pilihan menjadi lebih pelik.
Berdasarkan kalkulasi besaran dan loyalitas pendukungnya selama dua pemilu presiden terakhir, tampaknya potensi kemenangan Prabowo Subianto pada pemilu mendatang akan kian terbuka peluangnya jika mampu melipatgandakan dukungan dari wilayah-wilayah pemilih yang sebelumnya tidak ia kuasai.
Terbesar, pemilih bermukim di Pulau Jawa. Sekalipun ia mampu menguasai Jawa Barat dan Banten, kekalahannya di Jawa Tengah dan Jawa Timur menjadi penyebab kegagalannya merebut kursi kepresidenan.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Di kedua wilayah itu, dukungan terhadap pesaingnya, Joko Widodo, dominan pada Pemilu 2019. Di Jawa Tengah, misalnya, selisih dukungan mencapai 11.881.064 pemilih. Total keseluruhan Jawa, Prabowo tertinggal hingga 13.948.720 pemilih.
Pada pemilu mendatang, sepanjang ia mampu mempertahankan loyalitas dukungan di setiap wilayah dukungan, penguasaan pemilih di Pulau Jawa menjadi kunci kemenangan.
Hanya saja, penguasaan pemilih di Jawa tampaknya tidak mudah dan sekaligus menjadi pangkal persoalan terbesar bagi Prabowo. Pemilih di berbagai provinsi di Pulau Jawa memiliki karakteristik yang beragam, di mana dimensi identitas kultural, ideologi, ataupun jejak historisasi kepartaian dan ketokohan saling bertaut dan saling membedakan satu wilayah dengan wilayah lainnya.
Mengatasi ini, pada rangkaian tulisan sebelumnya, tampak benar jika dukungan politik Presiden Joko Widodo terhadap Prabowo menjadi alternatif jawaban mengatasi defisit dukungan pada pemilu mendatang. Bagaimanapun, Presiden Joko Widodo memiliki pengaruh dan barisan pendukung yang besar.
Hingga kini, sejalan dengan usainya jabatan kepresidenan Joko Widodo, belum tampak jelas kepada siapa dukungan terwariskan. Itulah mengapa, menjadi peluang sekaligus tantangan bagi Prabowo menguasai pendukung Presiden Joko Widodo.
Peluang lain pendongkrak dukungan dapat diraih dari kehadiran sosok calon wakil presidennya. Terkait ini, ketepatan dalam memilih wakil presiden menjadi variabel penting yang menjadi penentu keberhasilan Prabowo.
Pasalnya, di saat jumlah dukungan terhadap diri Prabowo cenderung tidak lagi dapat ditingkatkan secara signifikan dan di sisi lain tidak terjadi lagi perluasan karakteristik sosial pendukung, kehadiran calon wakil presiden menjadi kunci keberhasilan.
Persoalannya kini, siapa tokoh politik yang paling layak ia pinang menjadi wakilnya? Dari berbagai tokoh politik yang muncul selama ini, setidaknya terdapat tiga pengelompokan latar belakang cawapres yang dapat dijadikan pertimbangan.
Pertama, para tokoh politik berlatar belakang politisi partai yang secara formal memiliki kekuasaan riil dalam organisasi kepartaiannya. Kriteria petinggi partai semacam ini menjadi relevan mengingat selain menopang kelayakan syarat batas minimal proporsi pemilih dan kursi parlemen dalam mendaftar sebagai calon presiden-calon wakil presiden, pencalonan pemegang kekuasaan partai sangat membantu dalam mengonsolidasikan serta menggerakkan kekuatan partai secara internal ataupun eksternal. Keuntungan semacam ini tidak dimiliki oleh para tokoh yang tidak memiliki kekuasaan partai.
Masuk dalam kategori demikian, di antaranya yang paling menonjol dirujuk sebagai calon presiden dan wakil presiden, terdapat sosok Puan Maharani dari PDI-P, Muhaimin Iskandar PKB, dan Agus Harimurti Yudhoyono dari Demokrat.
Selain ketiga tokoh tersebut, masih terdapat lagi nama-nama seperti Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, dari PAN terdapat Zulkifli Hasan, ataupun Suharso Manoarfa dari PPP. Begitu pula ketua umum partai lainnya, PKS, Perindo, ataupun Nasdem. Akan tetapi, dengan menggunakan kriteria penguasaan setiap partai di Pulau Jawa, semua tokoh berpengaruh di atas kurang signifikan sehingga kurang potensial memperkuat posisi politik Prabowo di Pulau Jawa.
Dengan demikian, setelah terpilah, sosok Puan Maharani, Muhaimin Iskandar, dan Agus Harimurti Yudhoyono dinilai paling potensial. Berpasangan dengan Puan Maharani, PDI-P dapat menjadi garda politik terdepan Prabowo guna menguasai seluruh Jawa Tengah, sebagian Jawa Timur, serta memperkuat dukungan di Jawa Barat bagian utara.
Dengan bersanding dengan Muhaimin Iskandar, menjadi representasi kekuatan Prabowo bersama PKB dalam menguasai pemilih PKB yang sangat terkonsentrasi di Jawa Timur. Sementara memilih Agus Harimurti Yudhoyono, potensi penguasaan pemilih Demokrat di sebagian Jawa Timur dan beberapa wilayah lain di Jawa juga terbuka.
Hanya saja, selain potensi yang menguntungkan, terdapat pula berbagai sisi kelemahan dari setiap tokoh. Paling mencolok, kurang tingginya derajat elektabilitas yang tecermin selama ini dari hasil berbagai survei. Kecuali Agus Harimurti Yudhoyono yang memiliki barisan pendukung 1-5 persen, tokoh lainnya masih di bawah 1 persen. Bahkan, selain elektabilitas, survei juga menunjukkan tokoh-tokoh tersebut memiliki resistensi publik yang relatif signifikan.
Kedua, para tokoh politik berlatar belakang kepala daerah seluruh provinsi di Jawa. Kriteria cawapres berasal dari kepala daerah tergolong relevan lantaran setiap tokoh memiliki jejak politik kemenangan dan dukungan pemilih yang kuat di provinsi masing-masing.
Jika dihimpun, terdapat sosok Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta; Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat; Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah; dan Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jawa Timur. Di luar para tokoh tersebut, terdapat Gubernur Banten dan DI Yogyakarta. Akan tetapi, dalam bursa calon presiden ataupun calon wakil presiden, kedua pemimpin wilayah tersebut tidak banyak terujuk.
Berpasangan dengan masing-masing gubernur, berbagai keuntungan bakal diperoleh Prabowo. Bersama Anies Baswedan, misalnya, tambahan dukungan potensial diraih dari besaran elektabilitas dari gubernur DKI tersebut. Begitu juga dengan Ridwan Kamil. Hanya saja, berpasangan dengan kedua tokoh tersebut cenderung lebih pada penguatan wilayah pemilih yang relatif dikuasai Prabowo ketimbang memperlebar wilayah penguasaan, khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Dengan orientasi penguasaan wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, tampaknya Ganjar Pranowo dan Khofifah Indar Parawansa punya kelebihan. Sebagai kepala daerah, kedua sosok tersebut memiliki pendukung yang luas di wilayahnya masing-masing.
Terbukti hasil pilkada telah mengantarkan kedua tokoh itu ke puncak jabatan. Namun, kelemahannya, dari sisi pengaruh kekuasaan kepartaian, sekalipun setiap gubernur punya relasi yang kuat dengan partai politik pengusungnya dan bahkan tercatat pula sebagai kader partai, keduanya tidak memiliki otoritas riil dalam kebijakan partai.
Baca juga: Prabowo Subianto dan Kalkulasi Kemenangan Sang Petarung
Ketiga, para tokoh berlatar belakang sesama menteri kabinet pemerintahan Joko Widodo. Kriteria cawapres berasal dari kolega sesama menteri kabinet juga cukup beralasan untuk dijadikan alternatif lantaran derajat popularitas yang relatif tinggi hingga berpotensi mampu menarik massa pemilih secara nasional.
Dari kalangan menteri, sosok yang sering terujuk antara lain Sandiaga Uno, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang juga sebelumnya pasangan wakil presiden Prabowo dalam Pemilu 2019. Terdapat juga Tri Rismaharini yang kini menjabat Menteri Sosial dan Erick Thohir sebagai Menteri BUMN. Dari ketiga tokoh, menariknya, relasi Prabowo dan Sandiaga sebagai pasangan politik masih banyak dirujuk. Dalam survei Litbang Kompas, Juni 2022, misalnya, sebesar 52,7 persen responden merasa tertarik dengan pasangan ini.
Dari seluruh tokoh dengan latar belakang yang berbeda-beda, jika diranking dengan penekanan pada kemampuan meraih dukungan di Jawa, khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur, tampaknya sosok seperti Ganjar Pranowo yang paling potensial mendongkrak keterpilihan Prabowo.
Selain sebagai tokoh yang banyak mendapatkan pendukung, Ganjar juga sebagai kader partai dengan konsentrasi dukungan di Jawa Tengah serta Jawa Timur. Ia juga relatif paling rendah derajat penolakan masyarakatnya.
Selain Ganjar, masih terdapat pula sosok seperti Khofifah Indar Parawansa dan Tri Rismaharini yang juga potensial meningkatkan dukungan terhadap Prabowo, terutama di wilayah Jawa Timur. Selain memiliki barisan pendukung yang relatif besar, kedua sosok yang juga kader partai ini menjadi istimewa lantaran mampu menjadi penarik dukungan bagi kalangan perempuan, yang selama ini menjadi salah satu kelemahan bagi Prabowo.
Khusus pada Khofifah, menjadi semakin menguatkan posisi Prabowo sejalan dengan potensi dukungan kalangan pemilih berlatar Nahdlatul Ulama, yang sebelumnya tidak banyak tertambat pada sosok Prabowo.
Kalkulasi potensi peningkatan dukungan dengan memilih cawapres tokoh-tokoh di atas di satu sisi tampak beralasan. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki cawapres dapat menutupi segenap sisi keterbatasan yang sejauh ini tidak terkuasai Prabowo.
Hanya saja, kalkulasi cawapres semacam ini juga memiliki berbagai keterbatasan, seperti mematikan dinamika politik para tokoh politik yang justru di masa mendatang semakin dinamis. Selain itu, kalkulasi semacam ini cenderung menafikan peluang dan potensi yang dimiliki pasangan capres dan cawapres lain sebagai pesaingnya. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Resistensi terhadap Prabowo Mengecil, Inikah Saatnya Menjadi Presiden?