Digitalisasi layanan BPJS Kesehatan diharapkan bisa mempermudah layanan dan akses kesehatan bagi masyarakat. Sayangnya, baru kelompok masyarakat menengah atas yang memanfaatkan layanan digital ini.
Oleh
Arita Nugraheni
·5 menit baca
KOMPAS/ADHITYA RAMADHAN
Warga Kota Gunung Sitoli, Sumatera Utara, antre mendaftar menjadi peserta BPJS Kesehatan di Kantor BPJS Kesehatan setempat,
Administrasi pelayanan BPJS Kesehatan diharapkan menjadi sektor prioritas dalam transformasi digital. Tidak hanya itu, upaya digitalisasi juga perlu mengutamakan kepentingan masyarakat dalam kemudahan mengakses layanan kesehatan.
Era digitalisasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan setidaknya telah dicanangkan sejak tahun 2018. Berbagai inovasi digital dan simplifikasi layanan terus diuji coba, dikembangkan, dan diimplementasikan. Meski demikian, kemudahan layanan kesehatan berbasis digital ini belum cukup dirasakan masyarakat.
Pada medio 2018, arsip Kompas mencatat upaya digitalisasi dilakukan dengan menguji coba sistem rujukan daring dalam program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Digitalisasi proses rujukan berjenjang ini dibentuk demi memudahkan peserta mendapatkan layanan berupa kompetensi dokter, jarak, dan kapasitas rumah sakit rujukan.
Administrasi pelayanan BPJS Kesehatan diharapkan menjadi sektor prioritas dalam transformasi digital.
Penerapan tersebut selaras untuk merespons keresahan masyarakat terkait rujukan dalam pelayanan kesehatan. Survei Nasional Kompas pada Oktober 2018 merekam, 33,8 persen responden pernah dipersulit dalam mengurus rujukan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP). Persoalan ini pun menyumbang merosotnya kepuasan pada aspek pelayanan kesehatan kala itu.
Pergeseran pelayanan kesehatan konvensional ke arah digital semakin akseleratif di tengah kondisi pandemi Covid-19. Pada akhir 2020, BPJS Kesehatan melakukan uji coba telemedik atau pelayanan kesehatan jarak jauh dengan tiga layanan, yakni telekonsultasi, tele-USG (ultrasonografi), dan tele-EKG (elektrokardiogram). Selain untuk menurunkan mobilitas, model layanan digital ini diharapkan juga dapat mengurangi ongkos perjalanan pasien ke rumah sakit.
Transformasi digital juga dilakukan dengan mulai mengembangkan sistem antrean elektronik, tampilan informasi ketersediaan tempat tidur di rumah sakit, tampilan tindakan operasi di rumah sakit, serta simplifikasi pelayanan hemodialisis di rumah sakit (Kompas, 31/12/2020).
Langkah-langkah untuk mengakselerasi digitalisasi layanan kesehatan, khususnya yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan, menyumbang narasi penting dalam upaya menjamin akses kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Apalagi, mayoritas masyarakat kala pandemi merasakan pentingnya digitalisasi untuk mempermudah proses pengurusan administrasi. Di antara berbagai sektor pelayanan publik, sektor kesehatan dianggap paling perlu diprioritaskan.
Hal tersebut terekam dari hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada Oktober 2021. Administrasi kesehatan dianggap oleh paling banyak responden sebagai sektor yang paling perlu diprioritaskan dalam melakukan transformasi digital.
Empat tahun berjalan, digitalisasi layanan kesehatan oleh BPJS Kesehatan masih terbentur batu sandung. Kemudahan layanan kesehatan yang ditawarkan oleh penerapan sistem digital belum cukup dirasakan masyarakat.
Hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada pekan kedua Agustus 2022 merekam proporsi yang berimbang antara responden yang merasa puas dan belum puas pada pelayanan BPJS Kesehatan berbasis digital. Sebanyak 42,4 persen responden menyatakan pelayanan JKN-KIS berbasis digital telah memudahkan.
Meski demikian, kemudahaan layanan digital belum dirasakan merata pada semua lapisan masyarakat. Misalnya saja, kemudahaan telah dirasakan oleh 64,3 persen responden dari kelompok ekonomi atas. Namun, baru 37,9 persen responden dari kelompok ekonomi bawah yang menyebut digitalisasi mempermudah pemanfaatan JKN-KIS.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Petugas BPJS Kesehatan melayani warga di salah satu loket di Kantor Cabang BPJS Kesehatan Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (23/11/2021).
Dari sisi usia, generasi X dan generasi Y lebih banyak merasakan manfaat dari digitalisasi dan inovasi yang dilakukan BPJS Kesehatan. Namun, Gen Z belum banyak merasakan perubahan nyata. Respons antargenerasi yang menyebut semakin mudah mendapatkan layanan BPJS Kesehatan berbasis digital terpaut hingga 10 persen.
Sementara itu, responden yang belum merasakan kemudahan layanan berbasis digital BPJS Kesehatan menekankan pada aspek waktu dan kualitas petugas pelayanan. Tiga dari lima responden yang belum merasakan kemudahan dari digitalisasi menyebut proses administrasi masih membutuhkan waktu lama.
Masih lambatnya proses administrasi kuat disampaikan oleh responden berusia 17 hingga 24 tahun atau Gen Z. Sebanyak 35,2 persen Gen Z menyampaikan pendapat soal tidak berubahnya waktu pengurusan administrasi di tengah era digitalisasi.
Temuan ini tidak mengherankan mengingat Gen Z adalah generasi yang lahir bersama teknologi sehingga punya alasan kuat untuk menagih efektivitas dari pelayanan yang mengandalkan teknologi.
Dari sisi pendidikan, masih lambatnya proses administrasi kuat diserukan oleh kalangan berpendidikan menengah ke atas. Persoalan durasi pengurusan ini menjadi temuan penting di tengah upaya sinkronisasi data yang menjadi tulang punggung proses digitalisasi.
Kualitas pelayanan kepada peserta dalam bentuk antrean online, misalnya, perlu mendapatkan perhatian. Efektivitas sistem elektronik yang berdampak langsung kepada peserta JKN-KIS diharapkan menjadi perhatian untuk memberikan bukti nyata efektivitas dari inovasi pelayanan kesehatan.
Sementara itu, dua dari lima responden menyebut masih menemukan petugas yang mempersulit proses administrasi. Responden yang menyampaikan aspirasi ini paling banyak berasal dari kalangan berpendidikan menengah ke bawah.
Masih adanya petugas yang belum mengusung semangat digitalisasi tak terelakkan. Pantauan Kompas pada FKTP di salah satu puskesmas di Jakarta Pusat menemukan petugas kesehatan yang abai dalam memanfaatkan teknologi. Jadwal ketersediaan dokter disampaikan hanya bisa diketahui jika pasien datang langsung ke FKTP yang bersangkutan (Selasa, 16 Agustus 2022).
Hal ini memantik keresahan lama terkait belum adanya semangat penggunaan teknologi dari punggawa-punggawa layanan kesehatan itu sendiri. Upaya-upaya digitalisasi untuk mempermudah masyarakat mengakses pelayanan kesehatan menjadi terhambat.
Latar belakang ekonomi dan sosial masyarakat perlu diperhatikan dalam akselerasi digitalisasi program JKN-KIS. Upaya-upaya pengembangan diharapkan juga mempertimbangkan aspek pengetahuan dan psikologis masyarakat Indonesia. Apalagi, masyarakat masih memiliki anggapan bahwa penggunaan JKN-KIS untuk mengakses layanan kesehatan masih dinomorduakan.
Tidak hanya itu, jajak pendapat Kompas juga merekam 14,9 persen responden yang belum mengetahui digitalisasi pelayanan JKN-KIS. Karakter masyarakat yang tidak mengetahui ini paling banyak dicerminkan dari responden dengan latar belakang ekonomi bawah, berpendidikan rendah, dan berusia di atas 55 tahun. Artinya, digitalisasi masih menjadi skema layanan yang awam bagi masyarakat lapisan bawah.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI (RAD)
Petugas memberikan tiket nomor urut antrean kepada warga yang akan mengurus administrasi BPJS Kesehatan di Kantor Cabang BPJS Kesehatan Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (23/11/2021).
Inovasi yang berkaitan langsung pada masyarakat, seperti pelayanan administrasi melalui aplikasi Whatsapp (Pandawa), Mobile JKN, dan Mobile Customer Service, perlu terus disosialisasikan demi terciptanya keterhubungan antara program dan kebutuhan masyarakat.
Keselarasan perlu ada dalam sinkronisasi data di aras fasilitas kesehatan dan pelayanan untuk peserta JKN-KIS. Harapannya, optimalisasi pelaksanaan program JKN-KIS dapat terus sesuai dengan kebutuhan masyarakat. (LITBANG KOMPAS)