Kipas Angin Pengusir Gerah, Pengundang Si Jago Merah di Jakarta
Sekitar 60 persen kasus kebakaran di Jakarta dipicu masalah kelistrikan. Korsleting menjadi biang keladinya. Masyarakat harus berhati-hati memanfaatkan energi listrik dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh
Yohanes Advent Krisdamarjati
·7 menit baca
Bermukim di kawasan padat penduduk harus terbiasa dengan lingkungan yang lembab dan pengap. Hunian berdempetan, minim penghijauan, sirkulasi udara kurang baik, serta beriklim tropis membuat kawasan ini cenderung berudara panas setiap saat. Untuk mengurai hawa ini memerlukan alat penyejuk ruangan, seperti kipas angin yang bekerja sepanjang waktu. Namun, kebiasaan ini ternyata mengundang risiko besar yang dapat menyulut kebakaran.
Salah satu daerah yang rawan terjadi kebakaran akibat kipas angin itu adalah kawasan padat penduduk di wilayah DKI Jakarta. Ada sejumlah kebakaran yang dipicu oleh alat elektronik tersebut. Salah satu yang terkini adalah peristiwa kebakaran di Kecamatan Tambora, Jakarta Barat pada hari Kamis (17/8/2022). Ruko tiga lantai yang dijadikan tempat usaha makanan sekaligus rumah kos yang terletak di Jalan Duri Selatan 1, Kelurahan Duri Selatan, dilalap api yang akibat hubungan arus pendek listrik dari perangkat elektronik.
Kala itu, laporan kebakaran pertama kali diterima oleh Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Barat pada pukul 06.36. Setelah api berhasil dipadamkan, ditemukan enam korban jiwa yang berada di dalam bangunan tersebut.
Berdasarkan keterangan Kepala Polsek Tambora Komisaris Rosana Albertina Labobar, kebakaran diduga akibat kipas angin yang menyala di dalam salah satu kamar kos. Indikasi ini diperoleh setelah pihak kepolisian mendapat keterangan dari penghuni kamar yang mengaku bahwa dirinya meninggalkan kamar dalam kondisi kipas angin masih menyala.
Pengakuan itu dikuatkan dengan bukti di lokasi kejadian berupa sisa-sisa kipas angin dalam keadaan tersambung ke kontak listrik. Meskipun demikian, pihak kepolisian masih melakukan olah TKP untuk memastikan penyebab kebakaran maut tersebut.
Selain kejadian itu, ada pula peristiwa kebakaran besar lainnya yang diduga berasal dari korsleting kipas angin. Lokasi kejadiannya berada di permukiman padat penduduk di Kelurahan Rawa Buara, Cengkareng, Jakarta Barat, pada Selasa, 4 Januari 2022. Si jago merah melalap 14 rumah dengan luas area kebakaran hingga 400 meter persegi. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu. Namun, sebanyak 14 kepala keluarga dengan total 56 jiwa kehilangan tempat tinggalnya. Api berhasil dijinakkan setelah 15 mobil pemadam kebakaran dengan 75 personel dikerahkan.
Kasus serupa pernah terjadi pada November 2021. Korsleting kipas angin mengakibatkan lantai dua rumah seorang warga di Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur, mengalami kebakaran. Korsleting listrik pada kipas angin juga menghanguskan 60 kios pasar di Kalideres, Jakarta Barat, pada Oktober 2021.
Korsleting kipas angin merupakan salah satu pemicu kebakaran hunian yang berasal dari perabotan elektronik rumah tangga. Ada berbagai perangkat elektonik yang telah menyebabkan terjadinya kebakaran di Jakarta. Menurut data dari Dinas Pemadam Kebakaran Provinsi DKI Jakarta, penyebab utama kebakaran di wilayah ibu kota adalah akibat hubungan arus pendek listrik peralatan elektronik.
Data tahun 2021 menunjukkan ada 1.032 kasus atau sekitar 67 persen peristiwa kebakaran disebabkan oleh masalah kelistrikan. Angka ini merupakan alarm bagi penduduk ibu kota untuk ekstra hati-hati memanfaatkan energi listrik dalam kehidupan sehari-hari.
Kipas angin
Kipas angin merupakan perangkat elektronik yang umumnya dimiliki oleh semua rumah tangga di Indonesia. Kipas angin seperti sudah menjadi alat elektronik ”wajib” yang harus tersedia di setiap rumah. Apalagi, dengan harga yang relatif terjangkau dengan konsumsi energi listrik yang relatif kecil, kipas angin familiar di semua lapisan masyarakat.
Berbeda dengan pendingin ruangan (AC) yang umumnya hanya dimiliki oleh masyarakat golongan kelas ekonomi menengah-atas. Selain harga unit AC yang lebih mahal, pilihan perbedaan penggunaan alat elektronik ini lebih pada konsekuensi biaya yang harus dikeluarkan setiap bulan. Kenyamanan suhu ruangan yang dihasilkan oleh AC sebanding dengan biaya listrik yang jauh lebih mahal bila dibandingkan dengan menggunakan kipas angin.
Meskipun demikian, secara umum fungsi kedua alat elektronik itu sama, yakni menciptakan suhu ruangan yang lebih dingin dan nyaman. Perangkat elektronik ini tentu sangat dibutuhkan di daerah beriklim tropis seperti di Indonesia. Apalagi, di daerah-daerah yang identik dengan hawa panas, seperti kawasan pesisir pantai atau daerah yang padat penduduk seperti kota-kota besar di Pulau Jawa. DKI Jakarta, Cirebon, Semarang, dan Surabaya merupakan wilayah kota besar yang menjadi tujuan sebagian besar perantau dari luar daerah dengan tujuan mendapatkan pekerjaan lebih baik.
Akibatnya, kebutuhan hunian di kota-kota besar tersebut kian tinggi sehingga mendorong harga rumah atau kontrakan semakin mahal. Munculnya rumah-rumah petak berukuran relatif kecil yang diisi oleh beberapa anggota keluarga serta menjamurnya bisnis rumah kos merupakan upaya untuk menekan biaya tempat tinggal menjadi relatif murah. Fenomena ini mendorong munculnya kawasan-kawasan yang sangat padat penduduk dengan lorong-lorong sempit di beberapa lokasi. Udara pengap dan panas menjadi konsekuensi bagi para penghuninya demi bertahan hidup di kota besar yang serba mahal.
Dalam beradaptasi dengan lingkungan yang relatif ”kurang nyaman” itu, penyejuk ruangan seperti AC dan kipas angin menjadi kebutuhan yang sangat diprioritaskan. Namun, karena ada sejumlah keterbatasan salah satunya dari sisi finansial membuat penggunaan kipas angin menjadi lebih logis dari sisi penghematan. Hawa panas relatif dapat diredam tanpa harus boros mengeluarkan biaya bulanan.
Ironisnya, penggunaan kipas angin di kawasan padat penduduk itu ternyata berpotensi mengundang hadirnya malapetaka. Menyalakan kipas angin tanpa dikontrol dan dirawat secara baik justru berakibat fatal memicu kebakaran yang merembet di sejumlah rumah. Keteledoran seseorang dapat berimbas pada masyarakat lainnya di kawasan itu.
Petaka yang ditimbulkan oleh kipas angin sesungguhnya dapat diantisipasi jika para pengguna merawatnya secara berkala. Jamak ditemui kipas angin di berbagai tempat, baik di ruang publik maupun privat yang dalam kondisi kurang terawat. Bilah kipas tampak kotor, bagian mesin diselimuti debu tebal, serta putaran bilah tampak tidak lancar dan bahkan terseok-seok.
Apabila kondisi tersebut berlangsung terus-menerus sehingga akan timbul panas berlebihan pada unit penggerak kipas. Akibatnya, timbul risiko korsleting listrik karena kipas dipaksa bekerja dengan kondisi hambatan kinetik yang tinggi. Kasus kebakaran di wilayah Tambora dan Rawa Buaya beberapa saat lalu bukan mustahil berasal dari kondisi kipas angin yang korsleting akibat kurang perawatan.
Kejadian arus pendek listrik dari kipas angin itu berlangsung sangat cepat dalam memicu munculnya titik api. Beberapa waktu lalu ada sebuah video yang sempat viral di media sosial hasil rekaman CCTV di dalam sebuah rumah yang menunjukkan proses korsleting listrik. Pada video itu tampak kipas angin menyala dan berputar sempurna, tetapi mendadak berhenti berputar dan timbul kepulan asap dari bagian motor kipas. Tak lama berselang timbul api dari motor listrik dan merambat ke kabel yang tertancap pada kontak listrik.
Gambaran dari video tersebut menunjukkan asal mula terbentuknya api dari kipas angin atau perangkat elektronik rumah tangga lainnya yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Oleh sebab itu, sebelum meninggalkan rumah perlu dipastikan tidak ada perangkat elektronik yang berisiko korlseting saat ditinggal pergi.
Penyebab terbanyak
Kebakaran di wilayah ibu kota dapat dibilang sudah menjadi rutinitas. Kebakaran dalam skala kecil hingga besar dapat terjadi sewaktu-waktu. Berdasarkan data dari Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta, pada 2021 terjadi peristiwa kebakaran tak kurang dari 1.535 kasus. Angka ini cenderung stagnan sejak tahun 2017.
Aspek yang patut diwaspadai dalam kasus Jakarta itu adalah faktor penyebab dominan dalam setiap peristiwa kebakaran. Pada tahun 2021 terdapat tujuh dari sepuluh kebakaran disebabkan oleh kelistrikan di permukiman penduduk. Angka ini adalah yang tertinggi jika dibandingkan dengan periode 2017-2020. Pada periode tersebut, kebakaran yang disulut oleh listrik sudah terbilang tinggi, yakni mencapai kisaran 60 persen dari seluruh musibah kebakaran.
Meski demikian, bahaya yang mengintai tidak hanya dari korsleting listrik. Masih ada sumber kebakaran lainnya, seperti kebocoran gas, pembakaran sampah, bara dari rokok, serta sumber api terbuka lainnya seperti pada lilin dan nyala korek api.
Berkaca dari beberapa peristiwa dan data yang ada, masyarakat Jakarta terutama yang tinggal di permukiman padat penduduk perlu mewaspadai biang kerok timbulnya si jago merah. Sejumlah peralatan elektronik harus senantiasa dikontrol jaringan kabelnya, diatur kabelnya agar tidak semrawut, membersihkan perangkat listrik yang bersifat kinetik seperti halnya kipas angin dari debu dan kotoran, serta memastikan keamanan listrik sebelum meninggalkan rumah. Kelalaian serta ketidaksengajaan berpotensi besar mendatangkan malapetaka bagi diri sendiri serta warga di sekitarnya. (LITBANG KOMPAS)