Populernya Kasus Ferdy Sambo di Media Sosial
Publik media sosial terus mengikuti perkembangan kasus kematian Brigadir J. Di sisi lain, ada sejumlah pihak yang mendompleng popularitas kasus ini.
Lebih dari sebulan perhatian publik tersedot pada kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Inspektur Jenderal Ferdy Sambo telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus rajapati ini. Penetapan ini pun turut menyeret berbagai isu lainnya yang berkelindan di sekitarnya.
Pada 8 Juli 2022, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo mengumumkan mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo sebagai tersangka kasus kematian Brigadir J. Tiga hari setelahnya, Ferdy Sambo diperiksa oleh penyidik dari tim khusus kepolisian untuk pertama kalinya dengan status sebagai tersangka. Pemeriksaan dilakukan di markas Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Melihat kasus yang sudah berjalan lebih dari sebulan ini, Litbang Kompas memantau percakapan di media sosial terkait isu itu dengan kata kunci ”Sambo” pada 12-18 Agustus 2022. Penentuan periode pantauan mengambil acuan setelah penetapan status tersangka terhadap Ferdy Sambo dan pemeriksaan awal oleh tim khusus Polri. Kata kunci ”Sambo” ditentukan dengan pendekatan kualitatif melihat familiaritas query yang digunakan warganet dan pemberitaan media daring atas kasus itu.
Hasilnya, selama delapan hari, kata kunci tersebut menghasilkan 499.200 perbincangan warganet dan pemberitaan media daring. Kata kunci itu juga menghasilkan 5,6 juta interaksi antarpengguna medsos. Jumlah perbincangan dan interaksi ini tergolong sangat tinggi jika dibandingkan dengan isu-isu nasional sebelumnya. Misalnya saja, isu korupsi oleh pejabat atau menteri, isu perdebatan nama Jakarta International Stadium, atau isu konflik di Desa Wadas, Jawa Tengah.
Bahkan, kasus Sambo ini tingkat popularitas percakapannya di medsos jauh lebih tinggi dari percakapan terkait pencalonan Prabowo Subianto sebagai kandidat Capres 2024. Farel Prayoga pun, yang santer dibicarakan di medsos karena aksi nyanyinya pada HUT Ke-77 Kemerdekaan RI di Istana Negara, juga kalah tingkat popularitasnya dari Sambo. Kasus Sambo menyita perhatian netizen dalam kurun yang cukup lama.
Pantauan lini masa dari hari ke hari, volume percakapan isu tersebut konsisten. Hal ini menunjukkan bahwa isu sekitar pembunuhan itu secara organik terbentuk karena memang menjadi perhatian warganet dan media daring. Akun bot atau pendengung (buzzer) tidak memberikan dampak besar pada aktivitas percakapan di medsos terkait kasus ini. Jadi, bisa dikatakan tingginya volume obrolan terkait kasus pembunuhan itu murni dari meningkatnya intensitas percakapan masyarakat di medsos.
Jika diperinci, ada tiga puncak percakapan yang terjadi selama delapan hari tersebut. Pertama, sebanyak 5.100 percakapan terjadi pada Jumat, 12 Agustus 2022 pukul 13.00-14.00 WIB. Puncak percakapan didorong pemberitaan media daring di Youtube yang memuat permintaan maaf Ferdy Sambo serta pemberitaan tentang pengakuan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang menolak amplop pemberian Sambo.
Baca Juga: Menemukan Titik Terang Kasus Kematian Brigadir J
Puncak kedua, sebanyak 4.800 percakapan terjadi pada Selasa, 16 Agustus 2022, pukul 10.00-11.00 WIB. Kali ini percakapan dipicu pemberitaan media daring soal temuan terbaru barang bukti di kediaman Ferdy Sambo. Selain itu, pemberitaan media seputar sosok istri Ferdy Sambo menjadi konten yang laris di kalangan warganet.
Terakhir, pada 18 Agustus 2022 pukul 20.00-21.00 WIB menghasilkan 5.300 percakapan. Di sini, topik percakapan warganet mulai melebar, bahkan melenceng. Mulai dari pemberian label buruk kepada Polri dengan sebutan ”Sambo”, diungkitnya kembali kasus ”KM50”, dan adanya asumsi sekelompok kaki tangan Ferdy Sambo yang berupaya menghalangi proses penyelidikan. Selain itu, ada juga isu mengenai skema judi daring oleh kelompok Ferdy Sambo hingga rumor PKI di tubuh Polri.
Penyimpangan topik tersebut bermula dari akun-akun dan media oposisi pemerintah yang terlihat aktif dalam percakapan di medsos. Akun-akun itu secara masif mulai mengunggah konten-konten dengan narasi yang kebenarannya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Penekanannya hanya berdasar pada asumsi.
Dalam pusaran kasus yang sarat dengan kesimpangsiuran isu tersebut, setidaknya ada dua tokoh publik yang populer menjadi rujukan warganet. Akun Twitter milik Kapolri Listyo Sigit Prabowo dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menjadi akun yang paling banyak disebut (mention) oleh netizen. Secara umum, warganet banyak menyinggung citra Polri yang menjadi buruk karena munculnya kasus kematian Brigadir J. Sekalipun Ferdy Sambo telah ditetapkan statusnya sebagai tersangka.
Mendompleng isu
Besarnya kasus di tubuh Polri saat ini rupanya dimanfaatkan sejumlah pihak untuk meningkatkan popularitas akun dan mengangkat isu lama yang mewakili kelompoknya. Namun, sebelum jauh ke sana, perlu ditekankan bahwa, dalam isu-isu tingkat nasional seperti ini, media massa selalu memainkan peran vital di ruang publik. Dalam pantauan medsos, hal ini terlihat dari percakapan teratas (top conversations) dan juga percakapan dari akun-akun berpengaruh (milik influencers).
Dari lima percakapan teratas, empat di antaranya dipicu oleh unggahan konten berita media massa daring. Semua akun media massa tersebut menjadi konten-konten yang laris menggaet warganet. Sebagian besar wujudnya berupa video narasi singkat yang dibagikan di kanal Tiktok dan Youtube. Dapat disimpulkan, warganet yang mengikuti isu ini cenderung sekadar ingin tahu sekilas perkembangan kasus bersangkutan. Bukan konten berupa narasi panjang yang biasa dimuat di situs media massa.
Kondisi tersebut juga dilakukan sederet top influencers. Dari 10 akun paling berpengaruh, terdapat delapan akun medsos milik media massa daring. Uniknya, anomali terjadi di unggahan siniar (podcast) oleh akun Deddy Corbuzier di kanal Youtube yang berada di urutan ketiga top influencers. Hingga 18 Agustus 2022, konten siniar berdurasi 1 jam itu telah diputar sebanyak 7,7 juta kali dan menghasilkan 237,3 juta interaksi warganet. Dalam episode tersebut, Deddy Corbuzier mengundang Mahfud MD untuk membahas perkembangan kasus kematian Brigadir J.
Jika dilihat secara detail, akun-akun media massa daring memanfaatkan perjalanan kasus pembunuhan ini sebagai bahan konten pemberitaan dan diunggah secara masif. Terlihat dari banyaknya konten pemberitaan terkait kasus Ferdy Sambo yang diunggah di situs masing-masing kanal berita serta diposting ulang di Twitter dan Youtube.
Sebagai contoh misalnya, dalam delapan hari Tribunnews telah mengunggah 395 konten video narasi singkat di Youtube. Berarti, dalam satu hari, Tribunnews mengunggah sekitar 49 konten berita. Model serupa juga dilakukan detikcom, tvOnenews, Gelora News, dan lainnya.
Fenomena tersebut mengindikasikan bahwa besarnya atensi warganet pada kasus kematian Brigadir J bukan semata-mata hanya karena keingintahuan atau memonitor jalannya kasus. Akan tetapi, media massa daring dan medsos sengaja terus ”menyuapi” warganet dengan konten pemberitaan seputar kasus secara intensif. Ironisnya, disampaikan secara sepotong-sepotong atau tidak komprehensif.
Selain media massa, ”penumpang” lain yang berada di medsos dalam arus percakapan kasus itu ialah akun-akun dari kelompok tertentu. Akun-akun ini menyuarakan kembali kasus ”KM50” yang terjadi pada Desember 2020 lalu. Hal ini terlihat dari tagar #KM50 yang menjadi tagar teratas (digunakan sebanyak 694 kali). Munculnya kembali isu ini lantaran adanya sosok Ferdy Sambo yang berada dalam pusaran kasus ”KM50” dan CCTV di jalan tol yang rusak atau mati dalam peristiwa tersebut.
Isu yang mendompleng kasus Ferdy Sambo seperti itu perlu diwaspadai, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Munculnya isu-isu lain tersebut justru dapat mengalihkan perhatian publik terhadap isu pokok yang saat ini masih berjalan. Jika luput dari pengawasan, kasus kematian Brigadir J justru akan berlarut-larut dan tidak kunjung usai.
Kontrol masyarakat
Perhatian yang tinggi dari publik terhadap kasus kematian Brigadir J telah membuktikan berjalannya kontrol masyarakat di Indonesia. Media massa juga menjalankan perannya sebagai jembatan informasi dalam civil society, sekaligus menjalankan fungsi pengawalan terhadap masalah yang melanda bangsa.
Di sisi lain, topik percakapan yang menyimpang juga perlu mendapat perhatian, baik oleh pemerintah, lembaga kejaksaan, maupun Polri yang memiliki peran sentral dalam proses penuntasan berbagai kasus hukum. Hal-hal pokok terkait perkembangan proses penyidikan dan pengadilan perlu segera disampaikan untuk mencegah narasi-narasi menyimpang yang dapat menimbulkan berbagai isu lainnya.
Harus diakui bahwa kasus ”polisi tembak polisi” ini telah menyeret citra Polri di mata publik. Dalam berbagai unggahan di medsos, citra Polri beberapa kali disinggung warganet dan tokoh publik di berbagai kanal pemberitaan. Citra Polri digaungkan dengan narasi-narasi yang cenderung negatif. Oleh sebab itu, kepercayaan masyarakat perlu segera dipulihkan.
Apa pun persepsi publik saat ini, pengungkapan kebenaran kasus dan penindakan tegas terhadap pelaku jauh lebih bernilai dari sekadar citra institusi. Sepanjang pengungkapan kasus dijalankan dengan profesional dan integritas yang tinggi, masyarakat niscaya akan memberikan apresiasi yang sepadan kepada institusi Polri. Tidak hanya dalam kasus kematian Brigadir J, tetapi juga semua kasus yang ditangani pihak kepolisian. (LITBANG KOMPAS)