Medsos Bernuansa Tiktok, Wujud Dominasi dan Kebuntuan Inovasi
Tiktok kini menjadi platform medsos dengan laju pengguna tertinggi di dunia. Produk medsos yang dikuasai Meta Platforms Inc pun akhirnya terkesan meniru format Tiktok untuk mencegah migrasi pengguna.
Ikon aplikasi Tiktok (tengah) berada di antara dua produk Meta, Instagram dan Facebook, seperti yang terlihat, Kamis (31/3/2022), pada layar sebuah ponsel pintar. Rabu (30/3), terkuak bahwa Facebook menyewa firma konsultan politik top AS untuk membuat narasi negatif melawan Tiktok, kompetitornya.
Tiktok kian merajai puncak takhta persaingan media sosial global. Pengaruhnya mampu memikat lebih dari 1 miliar pengguna aktif sejak diluncurkan pada 2016. Hal ini membuat Facebook, Instagram, dan Youtube kedodoran dalam menahan migrasi pengguna setia mereka. Alih-alih mengupayakan inovasi baru, yang tampak justru gelagat dari raksasa medsos tersebut meniru format konten Tiktok.
Para pengguna Facebook, Instagram, dan Youtube dapat menjumpai nuansa baru ketika membuka aplikasi medsos itu beberapa bulan belakangan. Kebaruan ini berupa format konten yang sangat mirip dengan yang ada di Tiktok. Kesan mengekor yang dilakukan oleh perusahaan medsos senior tersebut salah satunya dipicu oleh pertumbuhan jumlah pengguna Tiktok yang sangat masif.
Platform medsos besutan ”Negeri Tirai Bambu” itu jumlah akun aktifnya pada tahun 2022 mencapai 1 miliar pengguna. Hanya dalam tempo enam tahun, Tiktok mampu tumbuh pesat sejak pertama kali diperkenalkan pada 2016 oleh perusahaan teknologi yang bermarkas di China, ByteDance.
Pada tahun pertama debutnya, Tiktok memperoleh 65 juta pengguna. Saat akhir tahun kedua, pertumbuhan penggunanya mencapai 104,6 persen. Bahkan, di tahun 2019, angka pertumbuhannya meroket menyentuh 186,5 persen. Capaian ini menempatkan Tiktok sebagai platform medsos dengan kecepatan raihan pengguna tertinggi di dunia.
Apabila dirata-rata, jumlah pengguna aktif baru yang bergabung dalam platform Tiktok per tahun mencapai 230 juta. Angka ini tergolong sangat tinggi melebihi statistik medsos yang lebih senior seperti Facebook, Youtube, dan Instagram.
Saat ini pengguna aktif medsos global paling banyak berada di Facebook dengan akumulai 2,9 miliar pengguna. Tahun ini, usia medsos besutan Mark Zuckerberg dan kawan-kawannya genap 18 tahun. Jadi, apabila dirata-rata capaian pengguna aktif pertahunnya sekitar 160 juta. Pertambahan jumlah pengguna ini berjalan sangat dinamis. Pada dua tahun awal perjalanan Facebook jumlah pengguna yang mendaftar mencapai 12 juta. Pada dua tahun berikutnya (2006-2008) angka pengguna aktif sudah menembus 100 juta dan terus tumbuh di periode-periode selanjutnya.
Medsos berikutnya yang memiliki jumlah pengguna aktif terbanyak setelah Facebook ialah Youtube. Medsos yang diperkenalkan sejak 2005 dan kini sudah berusia 17 tahun itu memiliki jumlah pengguna sekitar 2,2 miliar. Dengan capaian ini, rerata pengguna aktif tahunan yang bergabung pada platform ini sekitar 130 juta pengguna.
Posisi selanjutnya, yakni yang ketiga diduduki oleh Instagram dengan jumlah pengguna aktif mencapai 1,4 miliar. Instagram yang diperkenalkan pada tahun 2010 memiliki rerata pertumbuhan pengguna aktif tahunan sekitar 120 juta pengguna. Perlu diketahui bahwa Facebook dan Instagram berada di bawah payung perusahaan yang sama, yaitu Meta Platforms. Inc. Dengan demikian, produk dari Meta yang paling sedikit memiliki pertambahan jumlah pengguna adalah Instagram.
Deskripsi tersebut menunjukkan bahwa penetrasi pasar yang dilakukan Tiktok merupakan suatu hal yang sangat agresif. Dilihat dari statistik penggunanya, Tiktok hampir mencapai jumlah pengguna Instagram hanya dengan separuh waktu yang ada. Usia Instagram dua kali dari Tiktok pada tahun 2022 ini.
Secara jumlah, pengguna Tiktok belum menjadi yang teratas. Namun, dari aspek skala capaiannya dan dampak di pasar medsos global, dapat dibilang Tiktok memiliki efek gentar yang menempatkannya pada posisi puncak.
Mengekor
Kecepatan penetrasi Tiktok di pasar medsos global selayaknya taktik blitzkrieg atau serangan kilat yang dilancarkan Jerman pada Perang Dunia Kedua saat menguasai Eropa dan sebagian Afrika Utara. Pada kasus ini, Facebook, Instagram, dan Youtube adalah pihak yang diinvasi oleh Tiktok secara mendadak. Saking cepatnya, ketiga medsos ini belum menyiapkan antisipasi untuk mencegah terkikisnya pengguna pada platform mereka.
Terkikisnya pengguna aktif pada medsos senior itu salah satunya diindikasikan pada artikel yang berjudul ”Facebook Parent Meta’s Stock Plunges, Loses More Than $200 Billion in Value” pada portal berita The Wall Street Journal (3/2/2022). Kondisi tersebut dipicu oleh laporan Facebook yang menyebutkan bahwa durasi pengguna aktif di platform mereka mengalami penurunan.
Turunnya durasi penggunaan Facebook salah satunya dapat ditemui pada warganet di Indonesia. Data dari Hooutsuite Indonesia Digital 2022 menunjukkan bahwa waktu yang dihabiskan warganet turun 11 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Hal serupa juga dialami oleh Instagram yang turun 6 persen. Di sisi lain, durasi warganet yang mengakses Tiktok di Indonesia meroket setinggi 67 persen.
Sumber lainnya lagi yang turut menggambarkan penetrasi kuat dari Tiktok adalah The New Yorker yang memuat artikel ”Tiktok and the Fall of the Social-Media Giants”. Artikel ini menuliskan tentang kejatuhan valuasi Facebook yang salah satu penyebabnya adalah penetrasi pasar oleh Tiktok yang masif (28/7/2022). Agresivitas Tiktok ini juga terekam dalam artikel di harian Kompas dengan judul ”Tiktok Lampaui Google, Dinamika Tren Konten Digital 2022” (22/1/2022). Melalui pantauan Cloudflare Radar pada periode 15 Desember 2021 hingga 13 Januari 2022 yang menunjukkan bahwa Tiktok mengungguli Google sebagai domain yang paling banyak dikunjungi warganet global.
Terguncangnya kemapanan trio raksasa medsos yang terjadi saat ini adalah akumulasi dari serentetan capaian Tiktok yang kurang dapat diantisipasi. Hingga titik ini, strategi yang paling pragmatis dan tepat guna yang dapat diambil, yaitu meniru dan memoles format konten yang disajikan oleh Tiktok.
Para pendahulu Tiktok belum memiliki formula inovasi untuk menyaingi daya tarik konten dengan format video pendek. Pada akhirnya, mereka mengambil jalan mengekor dengan format yang ada dari pada mati perlahan akibat bermigrasinya para pengguna.
Fenomena itu memunculkan pertanyaan bagaimana format konten video pendek mampu menarik perhatian dan minat pengguna medsos secara begitu masif? Sampai-sampai perusahaan medsos lainnya mengadopsi format serupa sebagai strategi mempertahankan audiens mereka.
Baca juga : Konten Video Andalan Menggaet Warganet
Natural
Penulis untuk The New Yorker sekaligus profesor ilmu komputer dari Georgetown University, Cal Newport, dalam artikelnya menyatakan bahwa capaian gemilang Tiktok terletak pada format konten yang disajikan. Newport menyatakan, ”Format video pendek mampu menarik perhatian pengguna pada tingkat yang sangat mendasar: primal atau primitif, dengan mengandalkan kebaruan visual, atau kombinasi antara musik dan aksi berupa gerakan atau tarian yang disertai berbagai ekspresi sehingga menimbulkan ketertarikan secara emosional.”
Newport hendak menyampaikan bahwa format konten yang disajikan Tiktok mampu memanfaatkan sifat natural, bahkan dapat disebut sifat primitif dari manusia. Sifat tersebut yaitu manusia sebagai makhluk visual dan emosional. Kedua karakter ini sudah ada pada manusia sebelum mampu memiliki cara berpikir yang rasional. Dengan memanfaatkan sifat alamiah dasar ini, Tiktok dengan waktu relatif singkat dapat menggaet begitu banyak pengguna baru.
Persoalan muncul bagi audiens ketika medsos lain mencoba mereplikasi format video pendek itu di platform mereka. Instagram menyodorkan Instagram Reels, format ini juga ada di Facebook. Selanjutnya, Youube menyajikan dalam format Youtube Shorts. Lebih jauh lagi bahkan dengan mudah ditemui konten Tiktok yang diunggah pada kanal Instagram Reels.
Campur aduk konten dari Tiktok di berbagai platform serta keseragaman format konten berupa video pendek menimbulkan gejolak di kalangan audiens. Pada mulanya antara Facebook, Instagram, dan Youtube memiliki fungsi yang spesifik dengan model jejaring sosial masing-masing.
Facebook dirancang untuk menjembatani relasi antara pribadi dan kelompok sosial secara lebih mudah dan menyenangkan. Instagram ditujukan sebagai platform untuk berbagi karya visual berupa foto atau gambar. Selanjutnya, Youtube sejak mula diciptakan sebagai ruang berbagi konten video.
Baca juga : Tiktok Lampaui Google, Dinamika Tren Konten Digital 2022
Keseragaman format akibat gempuran Tiktok menyebabkan fungsi awal yang ditawarkan ketiga platform tersebut menjadi kabur. Walaupun saat ini format konten ala Tiktok masih sebagai produk pendamping, sepertinya hal ini tidak dianggap sebagai hal yang remeh. Para audiens melihat adanya langkah bertahap yang diambil perusahaan medsos untuk mengedepankan format konten yang dapat memenangkan persaingan melawan Tiktok.
Kondisi tersebut ditanggapi audiens medsos secara beragam. Sebagian pengguna antusias menyambutnya, tetapi ada juga yang memprotesnya. Anstusiasme dari pengguna didorong oleh pihak Instagram dengan memacu engagement atau keterlibatan audiens khusus pada format ini melalui algoritma mereka. Akibatnya, para pembuat konten yang mengunggah dengan format foto atau gambar menjadi terabaikan oleh algoritma platform ini.
Salah satu aksi protes disulut oleh akun Instagram @illumitati melalui unggahannya pada 23 Juli 2022. Unggahan yang berisi tuntutan berbunyi ”berhenti berusaha menyerupai Tiktok, saya ingin melihat foto-foto dari teman-teman saya.” Konten tersebut mendapat tanggapan berupa 2,2 juta like serta 43.000 komentar yang bernada setuju dengan pernyataan tersebut.
Persaingan yang begitu sengit antar-perusahaan media digital merupakan suatu hal yang wajar terjadi di ekosistem tersebut. Tindakan meniru format konten dan menyebabkan keseragaman di antara mereka dapat dibaca sebagai tanda atau gejala tunduknya sederet medsos senior terhadap dominasi format konten ala Tiktok. Hingga detik ini, belum ada tawaran inovasi yang mampu memecah dominasi konten digital dengan format video pendek. (LITBANG KOMPAS)