Kota Tua Jakarta Bersiap Mendunia
Perbaikan dan revitalisasi terus dilakukan. Angan-angan menjadikan Kota Tua Jakarta sebagai destinasi wisata internasional kian mendekati kenyataan.
Berpuluh-puluh tahun pengembangan serta revitalisasi Kawasan Kota Tua Jakarta dirancang dan dilakukan. Meskipun sempat pasang surut, keberhasilan menggaet wisatawan saat ini bisa menjadi modal penting untuk menjadikan Kota Tua mendunia. Peningkatan infrastruktur, perbaikan kualitas lingkungan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat setempat menjadi target utama dalami pengembangan itu.
Berlibur ke Jakarta rasa-rasanya masih kurang jika belum mengunjungi Kawasan Kota Tua. Destinasi wisata yang terletak di utara Ibu Kota ini menawarkan sejarah panjang Jakarta serta keindahan arsitektur bangunan pada masanya. Selain itu, banyak pula hiburan, kuliner, dan jasa wisata yang ditawarkan.
Tidak heran jika Kota Tua menjadi salah satu destinasi wisata favorit di Jakarta. Setiap tahun, jumlah pengunjung bisa mencapai lebih dari 5 juta orang. Pada 2019, sebelum pandemi, data dari UPK Kota Tua mencatat jumlah kunjungan ke kawasan ini mencapai 5,9 juta pengunjung. Bahkan, pada 2018 jumlah kunjungan bisa mencapai 9,7 juta orang. Kunjungan tertinggi biasanya terjadi pada masa-masa liburan. Saat libur Lebaran 2022, misalnya, setiap hari pengunjung Kota Tua bisa mencapai lebih dari 10.000 orang per hari.
Tingginya antusiasme masyarakat pada nilai sejarah Kota Tua itu membuat Kota Tua berpotensi besar menjadi destinasi wisata internasional. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun telah berupaya menjadikan Kota Tua semakin menarik dikunjungi dengan melakukan beberapa perbaikan dan pengembangan demi mewujudkan daya Tarik internasional itu.
Di antaranya dengan memperbaiki jalur pedestrian, mengelola sistem lalu lintas jalan, serta menjadikan Kota Tua sebagai zona rendah emisi. Optimisme semakin bertambah melihat semakin luasnya akses menuju Kota Tua dengan berbagai moda transportasi, mulai dari bus, KRL, hingga MRT yang masih dalam proses pembangunan.
Visi besar menjadikan Kota Tua sebagai destinasi wisata sebenarnya sudah dicanangkan sejak lama. Hanya saja dalam pengembangannya, rencana dan realisasinya mengalami pasang surut. Ragam rencana itu menjadi catatan sekaligus imbauan dalam perencanaan dan pengembangan wisata Kota Tua ke depannya.
Revitalisasi dan pengembangan
Wisata Kota Tua mengalami perkembangan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Ramai dan padatnya kunjungan wisatawan Kota Tua saat ini jauh lebih banyak dibandingkan beberapa tahun lalu. Pada 2007, misalnya, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kota Tua hanya 543.000 orang saja.
Capaian tersebut terhitung masih lebih baik. Jauh sebelumnya, Kawasan Kota Tua tidak seramai itu dan memang tidak diperuntukkan sebagai destinasi wisata. Salah satu penyebabnya adalah terbengkalainya kawasan itu pada masa silam. Bangunan-bangunan kuno dibiarkan rusak dan menjadi tempat pergudangan. Wilayah sekitarnya juga kumuh dan tidak terawat. Tidak ada sama sekali bayangan bahwa kawasan ini bisa menjadi tempat wisata yang menarik.
Wajah kawasan yang disebut sebagai ”Ratu dari Timur” saat ini jelas jauh berbeda dari masa sebelumnya, yakni pascakemerdekaan Indonesia hingga awal 2000-an. Kota Tua yang saat ini sudah populer bagi wisatawan adalah buah dari pengembangan yang telah dilakukan selama berpuluh-puluh tahun.
Agenda merevitalisasi dan mengembangkan Kawasan Kota Tua sebenarnya sudah dimulai sejak 1970 saat masa kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin. Mula-mula, revitalisasi dan pengembangan tidak langsung dilakukan begitu saja. Saat itu, Ali Sadikin mengeluarkan Keputusan Gubernur tanggal 21 Oktober 1970 yang menyatakan bahwa daerah sekitar Taman Fatahillah akan dipugar di bawah pengawasan Pemda DKI Jakarta.
Selain itu, pada 1972 Kota Tua ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya Jakarta melalui Surat Keputusan Nomor 11 Tahun 1972. Tidak hanya Kota Tua, area Pasar Ikan dan Glodok juga ditetapkan sebagai zona konservasi.
Menurut perhitungan, biaya pemugaran Kota Tua saat itu mencapai Rp 300 juta. Rencana pemugaran juga diperluas hingga Pelabuhan Sunda Kelapa dan Pulau Onrust.
Pemugaran saat itu dilakukan bukan untuk mengembangkan sebuah tujuan pariwisata. Sesuai dengan pernyataan Gubernur Ali Sadikin saat itu bahwa pemugaran dilakukan untuk mengembangkan nilai budaya dan sejarah bangsa Indonesia. Apa pun tujuannya saat itu, langkah menjadikan kawasan Kota Tua sebagai cagar budaya serta pemugaran yang dilakukan menjadi batu loncatan untuk pengembangan kawasan pada masa berikutnya.
Beberapa tahun setelahnya, seiring bergantinya pemimpin, rencana revitalisasi Kota Tua juga masuk dalam program pemerintah daerah. Hanya saja, tidak banyak perubahan yang terjadi. Hingga awal 1990-an, Pemda DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Surjadi Soedirdja mulai melakukan revitalisasi yang bertujuan untuk pengembangan destinasi wisata. Kawasan Kota Tua yang direvitalisasi adalah seluas 139 hektar. Luasan tersebut terbagi menjadi 88 hektar di Jakarta Barat dan 51 hektar di Jakarta Utara.
Langkah yang diambil untuk mengembangkan pariwisata di area Kota Tua adalah mengizinkan pihak swasta untuk mengomersialkan bangunan-bangunan kuno di sana. Salah satu yang menjadi pionir adalah Grup Tamara yang mengubah bangunan gudang pabrik sepeda motor Yamaha di Jalan Kali Besar Barat menjadi Hotel Omni Batavia.
Visi menjadikan Kota Tua sebagai destinasi wisata, khususnya bagi wisatawan mancanegara, memang menjadi gebrakan besar saat itu. Pasalnya, pada masa itu, tren wisata sejarah pada area-area yang menyimpan cerita atau peninggalan zaman penjajahan masih belum umum. Apalagi, area Kota Tua saat itu masih jauh dari layak sebagai destinasi wisata.
Bangunan-bangunan tua dijadikan sebagai gudang. Truk-truk pengangkut berlalu lalang di area itu. Getaran dan polusi yang disebabkan kendaraan yang melintas menyebabkan bangunan cepat rusak. Belum lagi, kemacetan berkepanjangan sering terjadi di sana. Lingkungan yang tidak terawat, kumuh, dan tidak sedap dipandang membuat siapa pun yang melewati area itu memandang sebelah mata jika kawasan itu dijadikan kawasan wisata.
Namun, berbekal pengalaman kota-kota di negara lain yang berhasil memugar dan merevitalisasi kawasan bersejarahnya, angan menjadikan Kota Tua sebagai destinasi wisata semakin nyata. Seiring dengan kondisi perekonomian yang membaik dan arah pembangunan yang semakin maju, sektor wisata mulai dilirik sebagai sumber devisa negara dan pendapatan daerah.
Sayangnya, beberapa tahun setelahnya rencana tersebut kembali terlupakan. Sesuai catatan arsip Kompas pada akhir 1990 dan awal 2000, banyak bangunan di Kota Tua terlantar. Sekalipun ada rencana-rencana perbaikan dan revitalisasi, pemeliharaan bangunan dan kawasan tidak berkelanjutan.
Bersiap mendunia
Rencana pengembangan wisata Kota Tua kembali serius dilakukan saat pemerintahan Joko Widodo yang kemudian dilanjutkan Basuki Tjahaja Purnama mulai 2013. Keseriusan tersebut ditunjukkan dengan pembentukan konsorsium Kota Tua untuk mempercepat realisasi revitalisasi Kota Tua.
Selain itu, berbagai pemugaran, perawatan, dan pengelolaan Kota Tua semakin intensif seiring dengan rencana menjadikan kawasan ini sebagai wisata warisan dunia yang ditetapkan UNESCO. Upaya tersebut juga diikuti dengan perbaikan kondisi lingkungan, PKL, dan sistem lalu lintas jalan. Kemajuan di berbagai sudut semakin tampak dan terlihat dampaknya.
Kemajuan revitalisasi yang masih dilanjutkan di bawah kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan berbuah manis. Jumlah wisatawan Kota Tua terus meningkat. Masyarakat yang mengais rezeki di kawasan itu juga mendapatkan berkah dari pembenahan kawasan yang disebut ”Oud Batavia” itu.
”
”
Kini, realisasi revitalisasi dan pengembangan Kota Tua terus berlanjut. Upaya membawa Kota Tua mendunia semakin membuahkan hasil. Manfaat pengembangannya diharapkan dapat terus mengucur hingga dapat dirasakan benefit-nya oleh masyarakat sekitar dan warga Jakarta lainnya. Tidak hanya secara ekonomi saja, tetapi juga persoalan infrastruktur, lingkungan, dan manfaat sosial.
Hal ini mengingat kawasan Kota Tua dikelilingi kampung-kampung permukiman warga serta kawasan perniagaan yang masih terlihat kumuh dan kurang terurus. Belajar dari pengalaman di masa lalu, pemeliharaan yang berkelanjutan menjadi catatan penting bagi pengembangan kawasan wisata Kota Tua. Tidak hanya pada area utama saja, tetapi juga lingkungan sekitar karena citra baik Kota Tua juga dilihat dari lingkungan sekitarnya. (LITBANG KOMPAS)