Kaum Muda Ramaikan Pasar Barang Bekas
Dulu, berbelanja barang bekas mungkin hanya dianggap kegiatan remeh-temeh dan kurang berkelas. Kini, berbelanja barang bekas yang dihidupkan oleh kaum muda justru menjadi tren.

Masyarakat menyerbu stan penjualan baju bekas di Pasar Murah Ramadhan Kota Malang, Senin (27/05/2019), di lapangan luar Stadion Gajayana, Malang.
Berbelanja dan berdagang barang bekas tidak asing bagi masyarakat. Mulai dari lapak di pasar hingga lapak virtual di situs daring, ada peran kaum muda sebagai konsumen dan penjual di situ.
Dulu berbelanja barang bekas mungkin dianggap kurang berkelas. Bisa jadi karena aktivitas jual beli dilakukan di lapak kecil atau barang yang diperdagangkan sudah berkurang fungsi dan kualitasnya.
Walakin, bagi sebagian orang, berbelanja barang bekas menguntungkan. Apalagi jika menemukan barang bermerek dan berkualitas tinggi dengan harga yang murah. Pun bagi kelompok masyarakat menengah bawah, belanja barang bekas jauh lebih terjangkau.
Jika dahulu konsumen barang bekas tersegmentasi pada kelompok menengah bawah, kolektor, serta orang-orang dengan hobi tertentu, kini pangsanya meluas. Belanja barang bekas menjadi tren yang digandrungi berbagai kalangan.
Baca Juga: Dua Sisi Bisnis Barang Bekas

Produk baju dari kain perca dan baju lama yang didaur ulang di stan kegiatan kampanye pemanfaatan kembali kain dan baju bekas bertajuk Barang Lama Bersemi Kembali yang diselenggarakan Setali di Mall Astha, SCBD, Jakarta, Jumat (17/6/2022),
Aktivitas belanja dan berdagang barang bekas itu terekam dalam jajak pendapat Kompas pada 19-21 Juli 2022. Hasilnya, 46,4 persen responden setidaknya pernah membeli barang bekas dalam setahun terakhir. Selain menjadi konsumen, 41 persen responden juga menjual barang bekas. Adapun 22 persen aktif membeli dan menjual barang bekas.
Jika diselisik lebih dalam dari latar belakang status perekonomiannya, mayoritas pembeli dan penjual barang bekas berasal dari kelompok responden dengan perekonomian menengah bawah dan bawah. Setidaknya 7 dari 10 responden konsumen dan penjual barang bekas berasal dari kelompok itu.
Namun, masyarakat kelas menengah-atas dan atas tidak ketinggalan menikmati manfaat jual beli barang bekas. Terbukti, ada 29,6 persen konsumen barang bekas berasal dari kelompok ini, sementara ada 32,3 persen lainnya tertarik menjual barang bekas.
Baca Juga: Bisnis Berkilau dari Barang Bekas

Peserta kegiatan kampanye pemanfaatan kembali kain dan baju bekas bertajuk Barang Lama Bersemi Kembali menganyam kain perca yang diselenggarakan Komunitas Setali di Mall Astha, SCBD, Jakarta, Jumat (17/6/2022),
Kelompok muda
Perkembangan aktivitas jual beli barang bekas tidak lepas dari campur tangan generasi milenial (gen Y) dan centennial (gen Z). Lebih dari separuh responden yang pernah membeli atau menjual barang bekas dalam setahun terakhir berasal dari kelompok muda.
Keterlibatan generasi ini dalam jual beli barang bekas didorong pula oleh teknologi. Kedua generasi ini dekat dengan penggunaan teknologi digital. Melalui situs internet dan aplikasi jual beli daring, mereka dengan mudah melakukan transaksi barang bekas.
Kemudahan ini mengantarkan mereka sebagai aktor aktif jual beli barang bekas secara daring. Apalagi, saat ini berbagai situs dan aplikasi belanja barang bekas secara daring banyak ditemui. Siapa pun bisa menjadi konsumen sekaligus penjual barang-barang bekas.
Kaum muda ini memunculkan konsep dan sistem jual beli daring yang lebih mudah dan berkualitas. Barang bekas dijual dengan kurasi yang baik serta dikemas dan dipasarkan dengan lebih menarik melalui media sosial, situs internet, dan aplikasi. Maka, barang-barang yang dijual terjamin mutunya. Barang bekas pun menjadi tampak berkelas dan mereka bangga mengenakannya.
Dari hasil jajak pendapat, dua generasi ini mendominasi penggunaan situs dan media sosial yang melayani jual beli barang daring. Konsumen barang bekas dari gen Y dan gen Z juga terus bertambah.
Baca Juga: Memuliakan Barang Bekas Menjadi Mahal

Pedagang memilih tas bekas impor yang baru dibuka dari karung di Pasar Senen Blok 3, Jakarta Pusat, Minggu (29/5/2022). Berbelanja barang bekas impor, baik tas, sepatu, maupun pakaian kini tengah populer di tengah masyarakat karena selain harganya jauh lebih murah dari harga barunya juga jika sedang beruntung dapat memperoleh merek ternama.
Menurut laporan perusahaan jual beli pakaian thredUp, pada 2019 sekitar 70 persen dari konsumen pakaian bekas berasal dari kelompok muda ini. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan kondisi 2016, yakni kurang dari 50 persen.
Kaum muda ini memunculkan konsep dan sistem jual beli daring yang lebih mudah dan berkualitas. Barang bekas dijual dengan kurasi yang baik serta dikemas dan dipasarkan dengan lebih menarik melalui media sosial, situs internet, dan aplikasi. Maka, barang-barang yang dijual terjamin mutunya. Barang bekas pun menjadi tampak berkelas dan mereka bangga mengenakannya.
Sebagian barang bekas yang dijual merupakan barang bermerek atau barang langka sarat akan nilai seni dan sejarah. Apalagi, kaum muda sering kali memunculkan tren pakaian, aksesori, atau barang hobi yang pernah populer di masa lalu. Otomatis, barang itu hanya bisa didapatkan melalui jalur pasar barang bekas.
Baca Juga: Berkah Barang Bekas bagi Ibu Hamil

Pedagang pasar loak Jembatan Item, Jatinegara, Jakarta Timur, menutup dagangannya dengan terpal saat gerimis turun, Minggu (20/2/2022). Pasar ini menjadi gudang barang bekas yang kerap diburu pembeli dari berbagai daerah dengan harga yang murah.
Menurut laporan thredUp, generasi ini cenderung memikirkan untuk membeli barang bekas sebelum membeli produk baru. Hal itu salah satunya didorong oleh kepedulian mereka terhadap isu keberlanjutan lingkungan.
Di sisi lain, ada tren yang juga membuat pasar barang bekas terus diminati, yakni jual beli pakaian atau aksesori bekas atau sering disebut thrifting. Dari sini muncul sejumlah istilah, seperti barang secondhand, preloved, atau preowned yang memiliki makna sama: barang bekas pakai.
Jual beli pakaian bekas menjamur dalam beberapa tahun terakhir. Pasar pakaian bekas tidak hanya bersumber dari dalam negeri, tetapi juga impor. Pada 2021, BPS mencatat, impor baju bekas yang masuk ke Indonesia mencapai 8 ton dengan total nilai 44.000 dollar AS. Bahkan, sebelum pandemi, pada 2018, jumlah impor mencapai 108 ton dengan nilai 1,79 juta dollar AS.

Hal itu sejalan dengan hasil jajak pendapat yang menyebutkan, salah satu barang bekas banyak dibeli dalam setahun terakhir adalah pakaian (16,8 persen responden). Belanja pakaian bekas hampir sama populernya dengan barang elektronik dan kendaraan yang dibeli, 14,6 persen dan 18,6 persen responden.
Dalam tren menjamurnya jual beli pakaian bekas, kelompok muda juga menjadi penggeraknya. Hal ini terlihat dalam beberapa kesempatan acara yang digelar dan ditujukan untuk generasi milenial dan gen Z, misalnya acara Thrift Festival di Surabaya, Wonosobo, Palembang, dan Malang.
Melalui ragam acara yang dikemas khas anak muda ini, beragam barang bekas yang dijual menjadi tampak lebih berkelas. Bahkan, produk-produk itu tidak lagi tampak seperti bekas. Berbelanja pakaian bekas pun menjadi kegiatan yang dipamerkan di media-media sosial pengunjung seolah-olah seperti sedang mengunjungi acara festival pada umumnya.
Berbelanja barang bekas memberi banyak keuntungan. Mulai dari harga yang murah, barang bermerek, hingga nilai seni dan sejarah menjadi beberapa alasannya. Begitu pula saat menjual barang bekas. Tidak hanya membantu mengurangi barang-barang tidak terpakai, tetapi juga bisa menambah pendapatan.
Baca Juga: Menggairahkan Barang Lama

Masyarakat menyerbu stan penjualan baju bekas di Pasar Murah Ramadhan Kota Malang, Senin (27/5/2019), di lapangan luar Stadion Gajayana, Malang.