Sudahkah Anak Indonesia Terlindungi?
Indeks Perlindungan Anak menjadi alat ukur untuk mengetahui sejauh mana capaian pemerintah dalam memberikan perlindungan pada anak.
Berbagai kasus kekerasan yang kerap kali masih muncul dan sejumlah persoalan yang membelenggu kehidupan seorang anak menimbulkan pertanyaan, ”Sudahkah anak Indonesia terlindungi?” ”Sejauh mana upaya yang dilakukan pemerintah untuk melindungi anak Indonesia?”
Hampir sepertiga populasi di Indonesia adalah anak-anak, yaitu penduduk berusia 0-17 tahun yang berjumlah 79,7 juta jiwa dan merupakan populasi terbesar keempat di dunia. Besarnya jumlah populasi anak ini menjadi potensi sekaligus tantangan bagi pembangunan bangsa menuju Indonesia Emas 2045.
Jumlahnya yang besar menjadi modal dasar sumber daya manusia (SDM), tetapi di sisi lain menjadi sebuah tantangan mengingat anak-anak termasuk kelompok yang rentan terhadap berbagai persoalan.
Hak dan eksistensi anak patut dilindungi agar kelak mereka dapat berkontribusi dengan produktif dalam pembangunan.
Sebagai SDM yang akan memegang peran utama bagi masa depan bangsa, hak dan eksistensi anak patut dilindungi agar kelak mereka dapat berkontribusi dengan produktif dalam pembangunan. Penjaminan pemenuhan hak dan perlindungan anak adalah hal esensial untuk memastikan anak tumbuh dan berkembang secara optimal.
Sebagaimana diamanatkan dalam Konvensi Hak Anak, setiap anak mempunyai hak yang harus terpenuhi, yaitu hak hidup, hak tumbuh kembang, hak perlindungan, dan hak berpartisipasi.
Oleh karena itu, salah satu arah kebijakan dan strategi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 adalah meningkatkan kualitas anak. Anak akan bertumbuh dan berkembang dengan kualitas yang baik jika terlindungi dan segala haknya terpenuhi.
Baca juga : Anak Indonesia Masih Rawan Akses terhadap Makanan
Capaian indeks
Negara berkewajiban memastikan bahwa anak terpenuhi haknya. Melalui penguatan sistem perlindungan anak, berbagai terobosan dilakukan untuk mewujudkan cita-cita Indonesia Layak Anak pada tahun 2030, sejalan dengan target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs).
Kesejahteraan anak merupakan penanda penting dari kemajuan menuju pencapaian SDGs karena pada dasarnya pembangunan berkelanjutan dimulai dari anak-anak. Hal tersebut menggambarkan betapa pentingnya melindungi anak dari berbagai sisi kehidupannya. Anak bisa tumbuh dan berkembang dengan baik, sehat, terdidik, bebas dari kemiskinan, aman, dan bahagia.
Sebagai salah satu upaya penguatan perlindungan anak dan untuk mengukur sejauh mana capaian upaya tersebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) sejak 2018 telah mengembangkan tiga indeks, yakni Indeks Perlindungan Anak (IPA), Indeks Pemenuhan Hak Anak (IPHA), dan Indeks Perlindungan Khusus Anak (IPKA).
IPA terbentuk atas komponen IPHA dan IPKA, di mana penyusunan indeks ini mengacu pada Konvensi Hak Anak dengan mengaplikasikan empat kluster pemenuhan hak anak dan satu kluster perlindungan khusus anak.
Jika dijabarkan menjadi kluster I: hak sipil dan kebebasan; kluster II: lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif; kluster III: kesehatan dasar dan kesejahteraan; kluster IV: pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya; dan kluster V: perlindungan khusus. Kelima kluster tersebut diturunkan menjadi 27 indikator sebagai alat ukur.
Hasilnya, dari tahun 2018 hingga 2020, capaian Indeks Perlindungan Anak (IPA) menunjukkan tren yang selalu meningkat. Secara nasional, capaian nilai IPA selama tiga tahun bergerak dari 62,72, kemudian 66,26, dan menjadi 66,89. Capaian pada tahun 2020 ini bahkan telah melampaui target sebesar 66,34.
Demikian pula dengan capaian Indeks Pemenuhan Hak Anak (IPHA). Terkait pemenuhan hak anak ini, capaian indeks juga menunjukkan peningkatan sejak tahun 2018 hingga 2020. Diawali dengan nilai 60,27, lalu bergerak menjadi 63,67, dan terakhir 65,56 di tahun 2020. Angka ini pun juga sudah melebihi target, yaitu 64,00.
Namun, jika dilihat pertumbuhan keduanya, terlihat penurunan delta pertumbuhan pada tahun 2019-2020 dibandingkan 2018-2019. Untuk IPA, pada 2018-2019 delta pertumbuhannya 3,54 dengan persentase pertumbuhan sebesar 5,64 persen, tetapi pada 2019-2020 hanya tumbuh 0,63 atau 0,95 persen. Sementara delta pertumbuhan IPHA pada 2018-2019 sebesar 3,41 atau mampu tumbuh 5,65 persen, tetapi pada 2019-2020 hanya bergerak 1,89 atau tumbuh 2,97 persen.
Jika dibedah menurut capaian kluster, kluster I (hak sipil dan kebebasan) serta kluster IV (pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya) memiliki nilai terendah sebagai pembentuk IPA dibandingkan tiga kluster lain.
Negara berkewajiban memastikan bahwa anak terpenuhi haknya.
Hal ini tak dapat dilepaskan dari kondisi pandemi Covid-19 yang mengharuskan anak melakukan aktivitasnya di rumah sehingga kegiatan di luar terkait pendidikan, budaya, dan lainnya turun signifikan akibat pandemi. Dampak pandemi juga dirasakan kluster kesehatan dasar dan kesejahteraan, yang pertumbuhannya turun drastis dari 12,28 persen (2018-2019) menjadi hanya tumbuh 1,77 persen (2019-2020).
Sementara capaian Indeks Perlindungan Khusus Anak (IPKA) terpotret paling tinggi dibandingkan IPA dan IPHA, yaitu di angka 73,98 (2018), kemudian naik menjadi 77,03 (2019). Namun, pada tahun 2020, angkanya turun cukup signifikan menjadi 73,11 atau turun 3,91 poin dan tumbuh -5,08 persen. Capaian ini bahkan di bawah capaian tahun 2018 sehingga tidak mencapai target sebesar 74,46.
Baca juga : Analisis Litbang ”Kompas”: Urgensi Memperkuat Perlindungan Anak dari Ancaman Kekerasan
Tantangan
Menurunnya capaian IPKA menjadi tantangan dan isu penting bagi pemerintah, pasalnya hal itu terkait dengan perlindungan anak terhadap kemiskinan, kekerasan, anak dengan disabilitas, dan fenomena anak bekerja.
Dari kelima indikator pembentuk IPKA, penyumbang terbesar menurunnya capaian IPKA adalah menurunnya rasio anak 5-17 tahun (disabilitas/nondisabilitas) yang pernah mengakses internet dan yang sedang sekolah. Lagi-lagi pandemi menjadi faktor penyebabnya.
Tantangan lain terlihat jika angka indeks dibedah per provinsi. Selain capaian nasional, ketiga indeks juga bisa memberi gambaran capaian upaya perlindungan terhadap anak di tingkat provinsi. Meski demikian, capaian secara nasional tidak merepresentasikan capaian di tingkat provinsi.
Hasil yang diperoleh bisa menunjukkan kluster ataupun indikator mana saja yang perlu diperbaiki sehingga bisa menjadi landasan bagi pemerintah pusat ataupun daerah dalam membuat kebijakan dan strategi terkait perlindungan anak.
Jika dibedah menurut provinsi, capaian IPA pada tahun 2020 terlihat hanya 13 provinsi yang nilai indeksnya di atas rata-rata nasional, dan masih ada 21 provinsi yang capaian indeksnya di bawah capaian nasional. Hal ini menjadi tantangan tersendiri.
Tiga provinsi dengan capaian tertinggi adalah DI Yogyakarta (81,53), DKI Jakarta (79,20), dan Bali (75,45). Sementara tiga provinsi di posisi terendah adalah Papua (47,49), Nusa Tenggara Timur (48,44), dan Papua Barat (54,69). Ketiganya berada di kawasan Indonesia timur.
Pandemi Covid-19 yang melanda dunia dua tahun terakhir berdampak terhadap tumbuh kembang anak dari berbagai sisi.
Dari 21 provinsi dengan Indeks Perlindungan Anaknya belum mencapai target nasional, 11 di antaranya berada di kawasan Indonesia timur, yaitu Gorontalo, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Maluku, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Papua.
Oleh karena itu, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah ke-11 provinsi tersebut perlu melakukan terobosan dan inovasi dengan mempertimbangkan indikator-indikator dan kluster-kluster yang perlu mendapat perhatian lebih. Tidak dapat dimungkiri, pandemi Covid-19 yang melanda dunia dua tahun terakhir berdampak terhadap tumbuh kembang anak dari berbagai sisi.
Baca juga : Utamakan Perlindungan Anak
Terobosan
Berbagai terobosan dan inovasi telah dilakukan pemerintah melalui kementerian/lembaga terkait untuk memberikan perlindungan kepada anak secara optimal, di antaranya program percepatan kepemilikan akta kelahiran dengan memberikan advokasi dan sosialisasi bagi kabupaten/kota yang capaian kepemilikan akta kelahirannya masih rendah.
Terobosan lain adalah dengan mengembangkan Pusat Informasi Sahabat Anak (PISA) yang bertujuan menyediakan informasi terintegrasi (selain sebagai tempat sumber informasi, juga tempat bermain dan mengembangkan kreativitas).
Terkait pemberian hak partisipasi, pemerintah membentuk Forum Anak (FA) untuk mengakomodasi aspirasi, pandangan, dan kebutuhan anak. Tahun 2020, FA sudah terbentuk di 34 provinsi, 458 kabupaten/kota, 1.625 kecamatan, dan 2.694 desa/kelurahan.
Upaya penjaminan hak anak pada kluster lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif di antaranya dilakukan dengan menetapkan strategi nasional pencegahan perkawinan anak, mengembangkan Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) yang memberikan konseling agar orangtua mampu mengasuh dengan memberikan hak anak. Terobosan lain adalah Satu Desa Satu PAUD dan PAUD Holistik Integratif.
Upaya pemenuhan hak anak atas kesehatan dan kesejahteraan diimplementasikan melalui program Kota Layak Anak (KLA), Pelayanan Ramah Anak di Puskesmas (PRAP), dan membuat model Kampung Anak Sejahtera (KAS). Sementara untuk memenuhi hak atas pendidikan dan kegiatan budaya, Kementerian PPPA membuat program Satuan Pendidikan Ramah Anak (SRA) dan Pusat Kreativitas Anak (PKA).
Sementara perlindungan khusus anak sebagai upaya menurunkan kekerasan terhadap anak, eksploitasi anak, dan pekerja anak dilakukan melalui Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM). Diharapkan melalui PATBM, masyarakat mampu mengenali, menelaah, dan mengambil inisiatif untuk mencegah terjadinya kekerasan pada anak di lingkungannya sendiri.
Berbagai terobosan dan inovasi tersebut perlu terus ditingkatkan dan merata di semua daerah. Harapannya, pemerintah baik pusat maupun daerah dan semua elemen masyarakat dapat bersinergi secara optimal melindungi anak sebagai aset bangsa agar terwujud tema Hari Anak Nasional yang digaungkan dan diperingati 23 Juli lalu, yaitu ”Anak Terlindungi, Indonesia Maju”. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Presiden Jokowi Serukan Penghentian Perundungan terhadap Anak