Analisis Litbang ”Kompas”: Akselerasi dan Tantangan Elektoral Partai Demokrat
Elektabilitas Partai Demokrat meningkat tajam pada tahun 2022. Dengan kepopuleran Partai Demokrat di tengah pemilih muda, mampukah partai yang dipimpin Agus Harimurti Yudhoyono ini kembali memuncak?
Oleh
Arita Nugraheni
·5 menit baca
RONY ARIYANTO NUGROHO
Sejumlah bendera Partai Demokrat terpasang di jembatan layang Senayan, Jakarta, Minggu (15/3/2020).
Tingkat keterpilihan Partai Demokrat berdasarkan survei cenderung mengalami peningkatan. Salah satu yang menjadi penopang adalah loyalitas pemilihnya sekaligus tumpuan ketokohan dan pamor partai. Dua tahun ke depan akan diuji sejauh mana tren tingkat keterpilihan yang meningkat ini mampu dikapitalisasi menjadi dukungan suara pada pemilu.
Hasil survei Litbang Kompas merekam, tingkat keterpilihan Partai Demokrat melesat hingga dua kali lipat dan menempatkan partai berlambang bintang segitiga ini di jajaran partai papan atas.
Empat dari sepuluh responden menjadikan Demokrat sebagai partai yang mereka pilih karena kepopuleran dan ketokohan sosok dalam partai. Elektabilitas partai juga tidak bisa dilepaskan dari suara calon pemilih muda yang mendominasi.
Salah satu yang menjadi penopang Partai Demokrat adalah loyalitas pemilihnya sekaligus tumpuan ketokohan dan pamor partai.
Survei periodik Litbang Kompas pada Agustus 2020 merekam elektabilitas Partai Demokrat mencapai 3,6 persen. Capaian ini baru menempatkan partai yang diketuai Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di peringkat keenam. Pada Oktober 2021, elektabilitasnya naik menjadi 5,4 persen dan membawa partai naik ke peringkat kelima, mengungguli Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Pada Januari 2022, keterpilihan Demokrat terdongkrak naik hingga dua kali lipat menjadi 10,7 persen. Peningkatan elektoral yang konsisten ini terus terjaga hingga pada survei Juni 2022 mencapai 11,6 persen. Dengan suara yang sudah melampaui batas psikologis 10 persen, partai yang didirikan mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini masuk ke jajaran partai atas di peringkat ketiga.
Partai Demokrat berselisih 11,2 persen suara dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang berada di posisi pertama. Namun, hanya terpaut 0,9 persen dari Partai Gerindra yang ada di peringkat kedua. Selisih tipis ini berpotensi terkejar mengingat 16 persen responden belum menentukan pilihan.
Dengan akselerasi yang ditunjukkan tahun ini, Demokrat berpeluang besar untuk mengonversi suara undecided voters menjadi basis massa partai. Apalagi, sejarah menunjukkan, kepiawaian Partai Demokrat sebagai partai baru yang langsung menggalang popularitas dan suara elektoral.
Partai yang dideklarasikan pada 17 Oktober 2002 ini langsung mendapatkan cukup suara untuk duduk di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada saat pertama kali mengikuti pemilihan umum. Demokrat meraih 7,45 persen suara dan berhak atas 57 kursi di DPR pada Pemilu 2004.
Pada Pemilu 2009, keterpilihan Demokrat naik menjadi 26,43 persen dan mendapatkan 148 kursi di DPR. Tak hanya berhasil di level legislatif, Demokrat juga berhasil memboyong sosok SBY ke kursi presiden dua periode, yakni 2004-2009 dan 2009-2014.
Meningkatkan loyalitas pemilih menjadi kunci jika Partai Demokrat ingin menguasai panggung politik Indonesia. Survei Litbang Kompas pada Juni 2022 merekam tingkat loyalitas pemilih partai ini berada di angka 68,9 persen atau naik 2,8 poin dari periode survei sebelumnya. Loyalitas tersebut diukur dari konsistensi pilihan responden terhadap partai politik jika pemilihan umum dilakukan saat survei digelar.
Meskipun menunjukkan tren kenaikan, tingkat loyalitas pemilih Demokrat berada pada kategori moderat. Loyalitas pemilihnya berada di jajaran tengah. Hal ini mengingat partai lain mencatatkan tingkat loyalitas pemilih hingga di atas 70 persen. Sebagai contoh, PKB memiliki kadar kesetiaan pemilih hingga 81,6 persen. Sementara itu, loyalitas pemilih Partai Gerindra berada pada 60,2 persen.
Loyalitas ini beririsan dengan faktor ketokohan dalam Partai Demokrat yang menjadi alasan utama partai ini dipilih responden. Sepertiga dari responden (32,4 persen) memilih Partai Demokrat karena sosok-sosok yang ada dalam partai.
KOMPAS/NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono seusai acara Silaturahmi dan Kontemplasi Partai Demokrat, Minggu (17/4/2022), di Jakarta.
Tak hanya itu, sebanyak 10,6 persen responden juga menjatuhkan suara pada Demokrat karena popularitas partai. Pertimbangan selanjutnya secara berturut-turut adalah visi misi (17,6 persen), program kerja (16,9 persen), dan ideologi partai (9,1 persen).
Temuan ini menunjukkan bahwa hubungan yang dibangun Demokrat dengan pemilihnya dilandasi oleh kuatnya ketokohan dalam partai. Partai Demokrat memang lekat dengan sosok besar SBY yang pernah menjadi presiden hingga dua periode.
Selepas menjadi orang nomor satu di Indonesia, keterkaitan SBY dengan Demokrat juga kian melekat. Ia menempati posisi ketua umum partai dari tahun 2013 hingga 2020.
SBY juga fokus meneruskan legasi dengan estafet kepemimpinan partai yang kini dipegang putra sulungnya, AHY. Sosok lain dalam kepemimpinan partai pun layak dilirik, seperti Teuku Riefky Harsya yang saat ini menjadi sekretaris jenderal (sekjen). Ia juga merupakan Wakil Ketua Komisi I DPR yang telah duduk di DPR sejak 2009.
Pertimbangan memilih partai karena tokoh yang berpengaruh menjadi ciri partai besar. Alasan ini menjadi pertimbangan utama pemilih pada partai PDI-P, Partai Gerindra, Partai Golkar, dan Partai Nasdem. Artinya, sosok dalam partai memegang peran penting dalam perebutan suara pemilih.
Guna menjaga loyalitas pemilih, Partai Demokrat perlu melihat aspek-aspek lain yang berpotensi menjadi batu sandungan. Survei Litbang Kompas pada Juni 2022 merekam, sebanyak 2,1 persen pemilih Partai Demokrat masih akan mempertimbangkan memilih partai baru menjelang Pemilu 2024.
Sementara itu, ada 2,5 persen responden yang menunjukkan resistensi untuk tidak akan memilih Partai Demokrat jika pemilu diadakan saat ini. Angka resistensi ini belum berubah jika dibandingkan dengan survei Januari 2022 yang terekam sebesar 2,6 persen.
Dalam hal pemilihan presiden (pilpres), sebagian besar pemilih Demokrat (65,7 persen) menghendaki hanya ada dua pasangan calon ketika Pemilu 2024. Sebanyak 34,8 persen mengidamkan sosok dengan latar belakang militer dan sebanyak 26,2 persen menghendaki calon yang memiliki pengalaman sebagai kepala daerah.
Partai Demokrat perlu cermat memilih sosok yang akan diusung dalam Pilpres 2024 jika tidak ingin kehilangan suara pemilih. Sebab, sebanyak 35,3 persen pemilih Demokrat menyatakan tidak akan memilih partai ini jika partai mencalonkan tokoh yang tidak mereka sukai.
Partai Demokrat juga perlu memperhatikan proporsi pendukungnya saat ini yang didominasi oleh kalangan muda. Tiga dari pemilih Partai Demokrat adalah calon pemilih mula yang saat ini berusia 17-26 tahun.
Sementara dalam jumlah yang berimbang, proporsi Gen Y Muda, Gen Y Tua, dan Gen X berada dalam kisaran 20 persen. Artinya, upaya meningkatkan loyalitas perlu dibarengi dengan pemahaman pada karakter generasi centennial dan millennial. (LITBANG KOMPAS)