Publik berharap parpol peserta Pemilu 2024 lebih sederhana dalam segi jumlah. Jika hal ini terpenuhi, potensi kebingungan pemilih yang sebabkan surat suara tak sah seperti pada Pemilu 2019 bisa ditekan.
Oleh
YOHAN WAHYU/Litbang KOMPAS
·5 menit baca
Pelaksanaan Pemilihan Umum 2024 secara serentak nasional diharapkan lebih memudahkan pemilih. Salah satu kemudahan itu adalah jumlah peserta pemilu tidak lebih banyak daripada pemilu sebelumnya.
Harapan ini ditemukan pada hasil jajak pendapat Kompas awal Juli lalu. Separuh lebih responden berharap partai politik (parpol) peserta Pemilu 2024 akan lebih sederhana dalam segi jumlah, yakni jumlahnya tidak terlalu banyak. Bahkan, 45,5 persen di antara mereka menginginkan jumlah parpol jauh lebih sedikit dibandingkan dengan parpol peserta Pemilu 2019.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Jika dilihat dari latar belakang pendidikan responden, isu penyederhanaan jumlah parpol di pemilu lebih banyak ditanggapi secara kritis oleh kelompok responden dengan pendidikan menengah dan atas. Kedua kelompok responden ini cenderung menolak jika jumlah peserta pemilu nanti jauh lebih banyak daripada Pemilu 2019 yang diikuti 16 parpol nasional dan 3 parpol lokal khusus di Aceh.
Pada kelompok responden pendidikan menengah, separuh lebih (56,3 persen) menginginkan jumlah parpol pada Pemilu 2024 lebih sedikit dibandingkan dengan Pemilu 2019. Hal yang sama terlihat pada kelompok responden dengan pendidikan atas, 60 persen menyatakan lebih setuju jika peserta pemilu lebih sedikit.
Sebaliknya, hampir separuh responden dengan latar belakang pendidikan dasar menginginkan jumlah parpol peserta pemilu nanti lebih banyak dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. Hampir 45 persen dari kelompok ini setuju jika jumlah parpol bertambah pada Pemilu 2024. Sikap ini dibayangi sepertiga responden di kelompok ini yang inginkan jumlah partai dikurangi di pemilu nanti.
Sikap publik yang tergambar dari hasil jajak pendapat ini memberikan sinyal adanya kecenderungan keinginan responden mengikuti pemilu dengan mudah, dengan jumlah parpol yang tidak terlalu banyak. Jika demikian, jumlah calon anggota legislatif dan tanda gambar parpol yang tercantum di surat suara juga akan berkurang. Dengan sedikit kontestan, tentu harapannya surat suara lebih mudah mereka pahami, terutama saat pencoblosan di bilik suara.
Kemudahan memilih jadi kunci di tengah kompleksitas pemilu serentak untuk pemilu presiden dan legislatif. Untuk pemilu legislatif, contohnya, pemilih akan dihadapkan empat surat suara untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan Dewan Perwakilan Daerah. Padahal, tak mudah bagi pemilih melacak rekam jejak setiap calon anggota legislatif.
Pengalaman Pemilu 2019 menguatkan sinyalemen ini. Data Komisi Pemilihan Umum merekam pemilu serentak nasional yang pertama digelar tiga tahun lalu itu melahirkan potensi kebingungan pemilih yang tinggi, terutama pemilihan legislatif. Ada 17.503.953 suara tidak sah di Pemilu DPR. Angka ini setara dengan 11,12 persen surat suara yang digunakan dalam pemilu. Artinya, ada sekitar 17 juta pemilih yang suaranya tidak terwakili akibat kesalahan dalam memilih.
Jika harapan jumlah parpol lebih sedikit dapat terwujud, potensi kebingungan pemilih yang membuka peluang terjadinya surat suara tidak sah pun sedikit banyak bisa ditekan. Namun, harus diakui, KPU tak bisa membatasi jumlah peserta pemilu. Persyaratan parpol sebagai peserta pemilu menjadi ukuran. Proses pendaftaran dan verifikasi parpol pada 29 Juli-13 Desember 2022 akan jadi pintu awal mengetahui potensi jumlah parpol yang berhak jadi peserta Pemilu 2024.
Merujuk Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVIII/2020, parpol yang lolos ambang batas parlemen, yakni partai yang meraih dukungan suara nasional 4 persen pada pemilu, hanya perlu mengikuti verifikasi administrasi untuk jadi peserta pemilu selanjutnya. Bagi parpol yang belum lolos ambang batas parlemen, termasuk parpol baru, harus melalui verifikasi administrasi dan faktual.
Verifikasi partai
KPU sudah mengeluarkan Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2022 tentang Pendaftaran, Verifikasi dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu pada 20 Juli lalu. Pasal 8 dalam PKPU itu mengatur verifikasi dokumen kepengurusan dan kantor tetap parpol. Terkait hal ini, 61 persen responden berpandangan sekretariat atau kantor pengurus parpol di daerah hanya aktif saat tahapan pemilu sudah berjalan, terutama untuk memenuhi persyaratan verifikasi faktual.
Pengalaman verifikasi faktual di pemilu-pemilu sebelumnya menunjukkan banyak alamat sekretariat parpol yang kosong atau tak sesuai dengan fakta di lapangan. Banyak juga modus partai-partai memobilisasi orang untuk jadi pengurus partai, terutama memenuhi kuota 30 persen partisipasi perempuan dalam kepengurusan parpol. Syarat inilah yang nanti jadi ujian bagi partai, terutama bagi partai-partai yang belum lolos ambang batas parlemen 4 persen, termasuk partai-partai baru.
Merujuk Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, syarat kepengurusan partai makin ketat. Setiap parpol harus memiliki pengurus di setiap provinsi. Di setiap provinsi, kepengurusan parpol minimal ada di 75 persen dari semua kabupaten/kota. Di tingkat kabupaten/kota, parpol harus memiliki kepengurusan di separuh dari total kecamatan. Mereka juga dibebankan sekretariat sebagai kantor resmi kegiatan-kegiatan partai.
Responden juga memandang kepengurusan partai hanya aktif jelang pemilu. Penilaian ini tidak hanya ditujukan pada partai-partai di Pemilu 2019 yang gagal lolos ambang batas parlemen secara nasional, tetapi juga parpol peraih kursi DPR.
Meskipun demikian, penilaian responden pada partai yang lolos ambang batas parlemen direspons secara terbelah. Sebanyak 47 persen responden tidak yakin parpol yang lolos ambang batas parlemen, kantor dan kepengurusan partainya di daerah tetap lengkap dan aktif. Sikap ini diimbangi oleh separuh responden lainnya yang menyatakan sebaliknya. Sementara ketidakyakinan paling tinggi ditujukan pada partai-partai politik yang di Pemilu 2019 gagal lolos ambang batas parlemen. Separuh lebih responden tidak yakin kantor dan kepengurusan partai-partai tersebut di daerah masih aktif.
Pada akhirnya masa pendaftaran dan verifikasi parpol akan menjadi babak awal bagi calon peserta pemilu menyiapkan diri, baik secara administrasi maupun faktual. Harapan publik atas adanya penyederhanaan kontestan Pemilu 2024 akan terjawab saat pengumuman resmi parpol peserta pemilu pada 14 Desember 2022 nanti.