Survei Litbang ”Kompas”: Ketokohan Prabowo Menjadi Kekuatan Gerindra
Keberhasilan Partai Gerindra dalam membangun basis kekuatan suara pemilih tak dapat dipisahkan dari eksistensi Prabowo Subianto sebagai ketua umum dan sosok sentral partai. Bagaimana peluangnya pada Pemilu 2024?
Oleh
Eren Masyukrilla
·6 menit baca
Dalam tiga kali pemilu, Gerindra sukses mengukuhkan eksistensinya sebagai partai papan atas. Keberhasilannya membangun basis dukungan suara pemilih yang kokoh ini tak lepas dari lekatnya sosok Prabowo Subianto sebagai figur sentral partai.
Sejak ikut menjadi peserta pemilu pertama kali pada Pemilu 2009, Gerindra sukses meraih capaian yang memuaskan. Saat itu, partai berlogo kepala burung garuda ini meraup tak kurang dari 4,6 juta suara pemilih atau 4,5 persen suara dalam pemilihan umum legislatif. Keberhasilan ini membuat Gerindra berhasil lolos parliamentary threshold dengan memiliki 26 kursi di DPR.
Pada Pemilu 2014, pemilih Gerindra melonjak signifikan dengan memperoleh 14,7 juta suara (11,8 persen). Kemenangan itu menempatkan Gerindra sebagai partai di urutan ketiga dan sekaligus melenggang ke Senayan dengan 73 kursi legislatif.
Keberhasilan Gerindra membangun basis dukungan suara pemilih yang kokoh tak lepas dari lekatnya sosok Prabowo Subianto sebagai figur sentral partai.
Pada 2014 itu pula, Gerindra mengusung Prabowo sebagai calon presiden. Prabowo maju dalam gelanggang pemilihan presiden (pilpres) didampingi mantan Menko Perekonomian dan Ketua Umum PAN saat itu, Hatta Rajasa. Pasangan calon tersebut menguasai 46,85 persen atau 62,5 juta suara pemilih, sekalipun masih belum dapat mengungguli lawannya, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Selanjutnya, pada hajatan demokrasi Pemilu 2019, Gerindra kembali membuktikan kekuatannya sebagai parpol papan atas. Hasil rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyatakan, suara Gerindra mencapai 17,5 juta atau 13,57 persen suara.
Capaian itu sukses menempatkan Gerindra di urutan kedua karena unggul tipis atas Partai Golkar yang memperoleh 17,2 juta suara. Perolehan kursi legislatif untuk Gerindra pun ikut bertambah menjadi 78 kursi.
Pemilu 2019 menjadi momentum besar bagi Gerindra dengan kembali mengusung Prabowo sebagai calon presiden. Menariknya, kali ini Prabowo menggandeng Sandiaga Uno yang juga kader Gerindra sebagai calon wakil presiden.
Pasangan calon ini meraup 68,6 juta suara pemilih (44,5 persen). Namun, upaya ini masih belum mampu mengungguli sang petahana, Joko Widodo, yang berpasangan dengan Ma’aruf Amin. Pasangan pemenang ini meraup 85,6 juta suara (55,5 persen).
Kesuksesan besar Gerindra mengukuhkan kekuatan tentulah tak lepas dari kerja keras jaringan parpol yang terstruktur hingga mampu menggerakkan seluruh lini organisasi partai sampai ke akar rumput. Hal itu tentu tidak dapat dilepaskan dari tangan dingin kepemimpinan sang ketua umum, Prabowo Subianto.
Dalam perjalanannya, ketokohan Prabowo memang terus melekat dan menjadi simpul kekuatan basis dukungan partai. Popularitas hingga keterpilihan Partai Gerindra yang terbangun sejauh ini terbukti menguat dengan terus melebarkan sayap dukungan seiring melekatnya sosok Prabowo di dalamnya.
Jika dirunut sejak awal bertarung dalam gelanggang pemilihan, Gerindra dapat dikatakan langsung sukses memunculkan dan membesarkan ketokohan Prabowo. Kala itu, sebelum dua kali maju sebagai capres, pada Pilpres 2009 Prabowo juga maju pemilihan sebagai calon wakil presiden mendampingi Megawati Soekarnoputri.
Popularitas ataupun keterpilihan Gerindra dan Prabowo seolah telah melebur. Itulah yang menyebabkan fanatisme pemilih partai ini lebih mendasarkan pertimbangan pada ketokohan. Kondisi tersebut pun tergambar dari hasil Survei Nasional Kompas periode Juni 2022.
Berdasarkan hasil pemetaan terhadap alasan pemilih Gerindra dalam menentukan pilihan partai, sebesar 48,3 persen responden menyatakan menyandarkan pertimbangan pilihannya pada tokoh yang berpengaruh di dalam partai. Besaran proporsi ini jauh di atas alasan lain yang diungkap responden survei.
Pertimbangan visi misi partai, misalnya, hanya dinyatakan oleh tak kurang dari 18,5 persen responden. Alasan lain mulai dari program kerja sampai ideologi partai diungkap oleh sebagian kecil responden.
Kuatnya keterikatan sosok Prabowo sebagai representasi dari Gerindra tampaknya memang kian tak terpisahkan.
Dalam analisis lebih lanjut, tingkat loyalitas pemilih Partai Gerindra secara konsisten tetap tinggi. Hasil survei Litbang Kompas mengungkapkan, loyalitas pemilih Gerindra mencapai tiga perlima bagian. Capaian itu bergeming selayaknya yang diungkapkan oleh pemilih Gerindra untuk Pemilu 2019.
Kuatnya keterikatan sosok Prabowo sebagai representasi dari Gerindra tampaknya memang kian tak terpisahkan. Modal loyalitas pada partai itu pun tak jauh berbeda dengan proporsi pemilih Gerindra, yang pada Pemilu 2024 menyatakan akan memilih Prabowo sebagai presiden, yaitu tak kurang dari 64 persen.
Saat ini, sosok Prabowo tengah di atas angin untuk diproyeksikan maju sebagai calon presiden pada Pemilihan Presiden 2024. Sejumlah hasil pengukuran elektabilitas dari sejumlah lembaga survei, termasuk hasil survei Litbang Kompas, menempatkan Prabowo sebagai calon presiden dengan tingkat elektabilitas tertinggi, yakni mencapai 25,3 persen.
Sekalipun belum mendeklarasikan secara resmi akan kembali maju merasakan sengitnya bertarung di arena pemilihan, tak sedikit politisi dan berbagai perwakilan pimpinan daerah Gerindra yang telah menyatakan akan mengusung Prabowo sebagai calon presiden. Belakangan terungkap, keputusan pencapresan Prabowo akan diambil pada Rapimnas Gerindra pada akhir Juli 2022.
Dalam hal tingkat loyalitas dukungan pemilih Gerindra terkait sosok, juga tergambarkan dari ekspetasi calon presiden yang nantinya akan didukung partai ini. Figur yang tepat untuk diusung sebagai calon presiden menjadi kunci untuk merawat loyalitas pemilih Gerindra saat ini.
Berkaitan dengan itu, hasil survei menunjukkan, tingkat loyalitas pemilih Gerindra pun akan menurun menjadi pada kisaran dua perlima jika partai ini mengusung calon presiden yang tak sesuai ekspetasi pemilih.
Majunya Prabowo sebagai calon presiden tentu akan merawat basis pendukung loyal Gerindra. Saat ini, hasil pemetaan oleh Litbang Kompas dari hasil survei nasional yang dilakukan, dengan tingkat elektabilitas yang di atas 12 persen, basis dukungan Gerindra paling besar masih berada di Pulau Jawa dan Sumatera.
Loyalitas pemilih Gerindra akan menurun jika partai ini mengusung calon presiden yang tak sesuai ekspetasi pemilihnya.
Jika dibandingkan dengan tahun 2019, pemilih Gerindra di Jawa saat ini mengalami sedikit penurunan, tak lagi melebihi separuh dari total suara yang diperoleh partai ini. Begitu pun pemilih di Sumatera, yang saat ini sedikit bergerak menjadi di bawah seperempat bagian responden.
Kenaikan signifikan justru terjadi untuk basis pendukung di wilayah Bali dan Nusa Tenggara yang kini menjadi 9,2 persen. Adanya kenaikan dan capaian proporsi yang tak jauh berbeda pun terbaca di wilayah Kalimantan.
Pemilu serentak mendatang tentu akan menjadi momentum bagi Gerindra untuk memperkuat dan memperlebar dukungan. Dengan strategi apa pun yang dijalankan, tentu optimalisasi gerak mesin partai secara berselaras hingga ke akar rumput tetap menjadi kunci utama mendapatkan kemenangan.
Termasuk pula ketika keputusan maju atau tidaknya Prabowo sebagai calon presiden, tentu telah menjadi keputusan seluruh bagian partai dengan tetap menjadikan sang ketua umum sebagai figur sentral dari pergerakan partai.
Di luar itu, langkah peneguhan dukungan itu memang perlu menguatkan arah dan pijakan sebagai partai nasionalis dengan modal sayap pergerakan yang mengedepankan keberagaman budaya ataupun agama sebagai modal besarnya.
Adapun menyangkut eksistensi sosok besar Prabowo sebagai hal yang paling memengaruhi kekuatan Gerindra saat ini, tentunya juga akan berpotensi membawa tantangan yang kompleks di waktu mendatang.
Strategi antisipatif, dengan mengedepankan komitmen adanya regenerasi kader partai, juga perlu diperhatikan, selain upaya membangun simpati dan kepercayaan masyarakat perlu pula diperluas melalui hal-hal yang lebih substansial, lewat program kerja, visi dan misi, hingga ideologi partai. (LITBANG KOMPAS)