Pelaksanaan ibadah haji tahun 2022 relatif baik dan lancar. Rekam jejak sejarah kejadian saat haji, seperti halnya di Mina, bisa menjadi pelajaran bagi perbaikan layanan haji ke depan.
Oleh
Arita Nugraheni
·5 menit baca
Amalan jamarat di Mina pada musim haji tahun ini berjalan lancar. Hal ini perlu disyukuri mengingat prosesi melempar jumrah yang acapkali menorehkan tragedi di Mina. Harapannya, ibadah di Mina dapat tetap mendatangkan kabar baik ketika nantinya kuota jemaah kembali normal.
Satu juta anggota jemaah haji telah menuntaskan amalan jamarat yang berlangsung dari 9 hingga 12 Juli lalu. Jamarat adalah amalan melempar jumrah di tiang batu ula, wustha, dan aqabah di Mina, Arab Saudi. Jumrah atau kerikil tersebut diambil jemaah dalam perjalanan ke Muzdalifah selepas melaksanakan puncak ibadah haji berupa wukuf di Padang Arafah.
Kota Mina sendiri merupakan lembah padang pasir yang hanya ramai ketika kegiatan haji berlangsung. Mina juga dikenal sebagai kota tenda karena di sini pulalah tenda-tenda jemaah haji didirikan sebagai tempat bermalam. Saat musim haji normal, setidaknya ada 160.000 tenda yang dibentangkan untuk beristirahat, makan, dan kegiatan lainnya.
Prosesi melempar jumrah di tiga tiang batu di Mina merupakan kegiatan ibadah yang berat mengingat jemaah harus berjalan kaki hingga belasan kilometer. Tak hanya itu, ritual pelemparan kerikil ke tiga tugu yang melambangkan setan ini juga dianggap berbahaya.
Mina juga dikenal sebagai kota tenda karena di sini pulalah tenda-tenda jemaah haji didirikan sebagai tempat bermalam.
Kondisi berdesakan saat mengantre untuk melempar jumrah tak terhindarkan. Kepadatan ini sering memicu aksi saling dorong yang mengakibatkan jemaah terantuk, terjatuh, dan bahkan terinjak-injak. Akhirnya, korban luka dan bahkan korban jiwa berjatuhan di tengah ritual suci haji.
Di tengah kekhidmatan ibadah haji tahun ini, patut disyukuri tragedi kelam yang kerap terjadi di Mina tak terulang. Meski demikian, insiden-insiden di Mina perlu disisipkan dalam renungan agar menjadi pelajaran bagi penyelenggara dan juga jemaah haji yang sedang menjalankan ritual suci.
Arsip Kompas mencatat setidaknya ada sembilan tragedi besar yang terjadi selama tiga dekade terakhir. Dari tahun 1975 hingga 2015, ada dua penyebab utama yang memicu jatuhnya korban jiwa dalam ritual lempar jumrah, yakni faktor kepadatan jemaah dan kebakaran di area tenda jemaah.
Enam dari sembilan insiden besar di Mina terjadi karena kepadatan jemaah yang menyebabkan massa saling dorong. Jemaah dengan kondisi lemah menjadi sangat rentan terjatuh atau sulit bernapas. Jemaah lainnya pun terdorong keinginan untuk segera menyelesaikan ibadah sehingga abai dengan sekitar yang menyebabkan adanya korban terinjak-injak.
Korban luka dan meninggal tak dapat dihindarkan, tak terkecuali jemaah yang berasal dari Indonesia. Insiden yang timbul karena padatnya kerumunan ini pertama tercatat pada 2 Juli 1990. Saat itu, jemaah haji terjebak di Terowongan Al-Mualisin, Haratul Lisan.
Terowongan berkapasitas 1.000 orang itu dipadati oleh 5.000 anggota jemaah dan diperparah oleh sistem ventilasi yang rusak. Dilaporkan 1.426 orang meninggal dan hampir separuhnya merupakan jemaah asal Indonesia (643 orang).
Insiden terinjak-injak juga terjadi pada 9 April 1998, 5 Maret 2001, 1 Februari 2004, dan 12 Januari 2006. Pada empat insiden tersebut ratusan anggota jemaah meninggal dan ratusan anggota jemaah lainnya cedera. Tak terkecuali, jemaah dari Indonesia.
Insiden terinjak keenam menelan korban terbanyak dan dianggap sebagai tragedi paling mengiris dalam sejarah ibadah haji. Peristiwa tersebut terjadi pada 24 September 2015 di Jalan 204 di luar Jembatan Jamarat.
Sekumpulan jemaah yang akan meninggalkan area tersebut bertabrakan dengan jemaah lain yang bergerak ke arah berlawanan. Sedikitnya 2.177 orang meninggal dan 129 orang di antaranya merupakan jemaah haji dari Indonesia dan 5 warga negara Indonesia yang bermukim di Arab Saudi.
Sementara itu, 3 dari 9 tragedi besar di Mina dipicu oleh kebakaran. Pada 12 Desember 1975, api menghanguskan ratusan ribu tenda tempat menginap jemaah haji. Kebanyakan korban meninggal karena terinjak-injak saat menyelamatkan diri. Sebanyak 188 orang dilaporkan meninggal dan 1.511 mengalami luka-luka. Dua dari korban meninggal berasal dari Indonesia.
Insiden kebakaran kedua terjadi pada 7 Mei 1995 yang mengakibatkan 3 orang meninggal dan 99 luka-luka. Dua tahun berselang, kebakaran kembali terjadi dengan skala yang lebih dahsyat.
Pada 15 April 1997, api melalap 70.000 tenda jemaah, kemudian menjalar ke jembatan yang menghubungkan antara Mekkah dan Mina. Akibat insiden itu, 343 orang meninggal dan 1.500 orang luka-luka. Dua korban meninggal merupakan jemaah haji Indonesia.
Insiden besar yang terjadi di Mina saat ibadah haji terakhir terjadi pada 2015. Harapannya, peristiwa memilukan ini tidak akan terjadi lagi di masa mendatang.
Sejumlah upaya tanggap pun telah dilakukan Pemerintah Arab Saudi, seperti penggunaan tenda anti-api, penambahan kapasitas untuk pelemparan jumrah, dan penjadwalan pengibadah.
Lancarnya ritual jamarat pada musim haji kali ini patut dijadikan tolok ukur penyelenggara haji di masa mendatang. Meski demikian, terkendalinya situasi di Mina tak lepas dari jumlah jemaah yang tak lebih dari separuh total jemaah pada situasi normal.
Mitigasi untuk keamanan calon jemaah tetap perlu diperhatikan menjelang musim haji mendatang yang diprediksi akan kembali normal. Apalagi, tren jumlah jemaah haji terus menunjukkan kenaikan dari tahun ke tahun. Artinya, animo warga untuk beribadah ke Tanah Suci tak pernah surut.
Terlepas dari masa pandemi Covid-19, rata-rata 2,2 juta orang beribadah haji setiap tahun dalam 30 tahun terakhir. Enam dari sepuluh berasal dari luar Arab Saudi atau jemaah internasional. Jumlah terkecil tercatat pada 1998 sebanyak 1,8 juta jiwa dan tertinggi pada 2012 sebanyak 3,2 juta jiwa.
Otoritas statistik Arab Saudi (Gastat) juga mencatat pada periode 1995 hingga 2001 jemaah haji masih berada di bawah 2 juta per tahun. Namun, sejak tahun 2002, jemaah haji cenderung meningkat hingga hampir selalu melampaui 2 juta orang per tahun.
Walaupun jumlah pengibadah haji tidak terlepas dari kebijakan Pemerintah Arab Saudi, animo masyarakat tak pernah surut. Antisipasi melalui penguatan pengamanan tetap perlu ditingkatkan. Sejarah membuktikan bahwa di Mina masih terjadi peristiwa yang mengakibatkan jatuhnya korban pada 2015 setelah sembilan tahun absen dari tragedi. (LITBANG KOMPAS)