Pelanggan Media Digital di Tengah Gejolak Ekonomi Dunia
Kenaikan harga minyak dunia menimbulkan efek domino sehingga sejumlah biaya kebutuhan sehari-hari meningkat. Keadaan ini mendorong sebagian pelanggan konten digital mengatur ulang anggaran belanjanya.
Gejolak ekonomi dunia membuat biaya hidup meningkat. Hal ini turut memaksa pelanggan media digital berpikir ulang untuk melanjutkan atau berhenti berlangganan. Namun, di saat bersamaan media digital, terutama jenis hiburan, sudah menjelma menjadi salah satu kebutuhan utama audiens di era digital.
Internet menjadi ruang beraktivitas digital yang setiap hari diakses oleh hampir 5 miliar penduduk dunia. Apabila dicermati, beberapa kegiatan warganet di dunia maya itu memerlukan akun berlangganan untuk mengaksesnya. Di antaranya untuk mengikuti peristiwa terkini melalui konten berita digital, menonton televisi atau film, dan untuk mendengarkan musik.
Walaupun tersedia konten gratis, sebagian orang tertarik untuk mengakses konten-konten eksklusif. Kondisi ini tecermin dari laporan Digital 2022 perihal Konten Digital Berbayar. Laporan ini menunjukkan keinginan sejumlah pengguna internet di dunia yang mau membeli konten digital berbayar atau berlangganan.
Layanan yang paling banyak dilanggan oleh konsumen digital adalah konten penyedia film serta televisi. Tiga dari 10 pengakses internet atau sekitar 1,5 miliar warganet membayar layanan ini. Perusahaan besar yang bersaing di ceruk ini antara lain Netflix, Disney+, serta Disney+ Hostar, kemudian Amazon Prime Video, HBO Go dan layanan sejenisnya.
Khusus warganet Indonesia, nilai belanja berlangganan layanan video on demand (VOD) di tahun 2021 mencapai 388 juta dollar AS atau setara dengan Rp 5,8 triliun. Daya tarik konten eksklusif pada layanan VOD membuat konsumen mau mengeluarkan biaya berkala untuk berlanggan. Melalui VOD, masyarakat bisa secara leluasa memilih berbagai pilihan tontonan kapan saja dan dimanapun berada.
Jenis media selanjutnya yang banyak dilanggan oleh warganet, yaitu layanan pemutar musik. Beberapa platform terkemuka yang berkecimpung di sektor ini adalah Spotify, Deezer, Joox, serta Apple Music. Seperti halnya film dan televisi, musik juga turut memenuhi kebutuhan hiburan warganet setiap hari. Hiburan jenis ini relatif lekat dengan keseharian masyarakat karena dapat dinikmati saat sedang melakukan aktivitas seperti, bekerja, belajar, memasak, berolahraga, di perjalanan dan kegiatan harian lainnya.
Berdasarkan data dari Digital Indonesia 2022, pangsa pasar layanan pemutar musik digital sebesar 47,5 persen dari total pengguna internet di Indonesia. Artinya, terdapat sekitar 96 juta warganet di Tanah Air yang berlangganan layanan tersebut. Pada tahun 2021 nilai belanja streaming musik mencapai Rp 3,3 triliun.
Selain konten hiburan seperti film, televisi, dan musik, kebutuhan konsumen digital juga menyasar pada kebutuhan informasi dan edukasi. Wujud produk yang dibeli antara lain buku elektronik, koran dan majalah digital, serta produk penerbitan lainnya. Produk penerbitan yang dikonsumsi warganet Indonesia bernilai transaksi mencapai 212 juta dollar AS atau setara dengan Rp 3,2 triliun. Angka ini hampir seimbang dengan nilai belanja streaming musik.
Alokasi belanja media digital cukup beragam pada setiap layanan dan skema berlangganannya. Apabila dihitung secara kasar, untuk berlangganan satu jenis layanan diperlukan biaya dengan kisaran Rp 50.000 tiap bulan. Seandainya diasumsikan berlangganan tiga layanan sekaligus, seperti misalnya VOD, musik, dan berita digital, pengeluaran rutin konsumen digital berkisar Rp 150.000. Secara nominal, besaran biaya ini bisa dikatakan relatif. Ada konsumen yang merasa ringan, tetapi sebagian kalangan akan merasa keberatan, terutama dalam kondisi ekonomi seperti saat ini.
Faktor biaya
Kenaikan harga bahan bakar minyak menimbulkan efek domino secara makro sehingga sejumlah biaya kebutuhan sehari-hari ikut terdongkrak. Keadaan ini turut membuat sebagian pelanggan konten digital mengatur ulang anggaran belanjanya. Merujuk dari hasil laporan pada Digital News Report (DNR) 2022 yang disusun oleh Reuters Institute dan Universitas Oxford, muncul alasan orang berhenti berlangganan konten digital. Salah satunya karena keterbatasan anggaran belanja bulanan.
Kelompok pelanggan yang berhenti langganan menilai bahwa di tengah kondisi inflasi dan harga kebutuhan pokok yang semakin mahal, mendorong mereka untuk mengatur kembali prioritas belanja. Bagi sebagian kalangan, berlangganan konten digital bukan menjadi prioritas. Bahkan, dalam kondisi ekonomi normal sekalipun. Jadi, ketika krisis, pos pengeluaran ini langsung menjadi prioritas untuk dipangkas.
Fenomena berhenti berlangganan terjadi secara variatif pada audiens di 46 negara yang menjadi lokasi survei DNR 2022. Disebutkan bahwa pelanggan di sejumlah negara dengan ekonomi kuat seperti Jerman, Austria, dan Swiss tidak terpengaruh dengan gejolak ekonomi saat ini. Uniknya, di negara mapan lainnya seperti di Portugal justru bertolak belakang dengan fenomena di ketiga negara itu. Sebagian besar audiens di Portugal justru lebih memilih berhenti berlangganan.
Fenomena menarik lainnya juga ditemukan pada responden di negara maju lainnya lagi seperti di Amerikat Serikat dan Inggris. Responden di dua negara ini mengalami keterbelahan. Sebagian memilih berhenti berlangganan, tetapi sebagian besar lainnya masih banyak yang melanjutkan untuk berlangganan.
Untuk mengkaji lebih dalam terkait fenomena tersebut, DNR 2022 mengambil data survei dari Inggris sebagai bahan studi. Hasilnya, ditinjau dari ragam media digital yang dilanggan oleh audiens di Inggris pada urutan pertama terdapat layanan televisi dan VOD yang dilanggan oleh 65 persen responden. Selanjutnya, disusul oleh layanan pemutar musik sebesar 37 persen dan langganan berita sekitar 7 persen.
Poin menarik yang menjadi perhatian dari riset itu adalah temuan sejumlah responden yang berlangganan lebih dari satu penyedia layanan. Terdapat 20 persen responden yang berlangganan dua platform dan ada 13 persen yang membayar hingga tiga penyedia VOD setiap bulannya. Data ini mengindikasikan bahwa layanan VOD menjadi kebutuhan yang dipandang penting bagi masyarakat Inggris. Bahkan, dapat dikatakan sudah menjadi bagian dari kebutuhan primer.
Ketika media hiburan sudah diposisikan sebagai kebutuhan yang utama, maka alokasi pembiayaannya pun dapat dikategorikan dalam kelompok kebutuhan pokok seperti halnya biaya konsumsi makanan. Biasanya, hal ini berkaitan erat dengan kesejahteraan masyarakat bersangkutan. Semakin sejahtera tingkat ekonomi suatu masyarakat, maka kebutuhannya tidak hanya terfokus pada pangan semata. Melainkan sudah bergeser ke konsumsi lainnya. Konsumsi hiburan di media digital menjadi salah satu alokasi yang wajib dibelanjakan.
Media pelipur
Hiburan merupakan kebutuhan penting dalam kehidupan sehari-hari. Manfaat hiburan salah satunya untuk melepaskan ketegangan dan kepenatan yang timbul dari rutinitas. Tanpa asupan hiburan ini, seseorang rentan dirundung stres sehingga rawan menyulut konflik dengan orang lain.
Berbagai macam bentuk hiburan akan selalu dicari oleh manusia dari belahan dunia manapun. Oleh karena itu, industri hiburan selalu dapat melintasi zaman dan sekaligus bertransformasi dalam berbagai medium teknologi. Dapat dikatakan bahwa platform media hiburan digital adalah salah satu yang sukses bertransformasi di era internet.
Pada mulanya, aktivitas hiburan seperti menonton film harus dilakukan di ruang publik, yaitu di gedung teater. Kemajuan teknologi mendorong terjadinya privatisasi dalam mengonsumsi media hiburan. Kehadiran televisi menjadi salah satu batu loncatan penting dalam penyajian hiburan di ruang privat seperti di ruang keluarga dan kamar tidur.
Privatisasi berlanjut mengalami proses personalisasi ketika era internet tiba. Komputer jinjing, tablet, dan ponsel pintar membuat segala aktivitas hiburan dapat dinikmati secara pribadi atau personal. Lebih jauh lagi, aplikasi penyedia layanan VOD mampu menyarankan tontonan sesuai dengan selera berkat algoritma dan kecerdasan buatan yang mampu membaca kebiasaan dan selera audiens.
Untuk saat ini, media digital penyedia hiburan merupakan jenis layanan yang paling banyak dilanggan oleh khalayak. Fleksibilitas, personalisasi, serta konten yang menarik membuat orang rela tetap membayar sejumlah uang untuk berlangganan layanan hiburan digital walau dunia sedang mengalami kelesuan ekonomi sekalipun. (LITBANG KOMPAS)