Analisis Litbang "Kompas": Menjaga Minat Publik Ikuti Berita Perang Ukraina
Perang Ukraina-Rusia menjadi pemengaruh atau "influencer" bagi keterbacaan media. Namun, bukan berarti media berharap perang akan berlangsung lebih lama. Kreativitas media diuji dengan tingkat kejenuhan audiens.
Konflik Ukraina-Rusia intens diikuti warga dunia melalui berbagai pemberitaan media. Durasi perang yang panjang menjadi tantangan bagi media untuk menghadirkan informasi mendalam dan tidak membosankan bagi audiens.
Tingginya atensi publik dunia mengikuti berita konflik Ukraina-Rusia terpantau dari publikasi Digital News Report 2022. Publikasi dari Reuters Institute dan Universitas Oxford yang bekerja sama dengan lembaga YouGov ini mengangkat temuan jajak pendapat di lima negara, yaitu Brasil, Jerman, Polandia, Inggris, dan Amerika Serikat. Jajak pendapat ini dilakukan dari 29 Maret hingga 7 April 2022 atau satu bulan setelah invasi Rusia dimulai. Jumlah responden yang diambil sekitar 1.000 orang di setiap negara.
Lima negara ini dipilih dengan pertimbangan mewakili kedekatan geografis yang beragam dengan episentrum konflik yang berada di Ukraina. Polandia merupakan negara yang berbatasan langsung dengan Ukraina. Sedikit menjauh dari Ukraina, tetapi masih dalam satu wilayah Eropa ialah Jerman dan Inggris. Sementara dua negara lain yang berada di lain benua ialah Brasil dan AS.
Walaupun memiliki tingkat kedekatan jarak yang berbeda, secara umum publik di lima negara tersebut memiliki atensi yang cukup tinggi terhadap pemberitaan seputar konflik Ukraina-Rusia. Tujuh dari 10 responden di lima negara tersebut mengungkapkan kedekatan dirinya dengan konflik Ukraina-Rusia. Kedekatan ini ditunjukkan dengan cara mengikuti berita-berita seputar perang Ukraina.
Tingginya minat publik mengikuti konflik Ukraina dengan Rusia ini tidak dapat dilepaskan dari magnitudo perang itu sendiri. Konflik ini sejatinya tidak hanya melibatkan dua negara saja, tetapi juga negara-negara anggota NATO, seperti AS, Inggris, dan Jerman, yang mendukung Ukraina. Dalam lini masa perang besar di dunia, terseretnya negara-negara lain berpotensi memperbesar konflik, seperti Perang Dunia I dan II.
Faktor lain ialah peranan kedua negara yang bertikai bagi rantai energi dan lumbung pangan dunia. Rusia merupakan salah satu penghasil minyak dan gas alam terbesar di dunia. Rusia dan Ukraina juga dikenal sebagai negara produsen terbanyak gandum dunia. Tidak heran jika pertikaian kedua negara tersebut menarik minat audiens dunia untuk mengikuti perkembangan informasi dan beritanya.
Mencermati ketertarikan dari sisi lokasi audiens, publik Jerman dan Polandia memiliki minat paling tinggi mengikuti pemberitaan konflik Ukraina-Rusia. Mayoritas responden (81 persen) di Jerman dan 72 persen di Polandia mengaku intens mengakses informasi perang. Sementara yang tercatat paling minim minatnya mengikuti informasi konflik ialah publik Brasil. Jauh dari lokasi konflik membuat 4 dari 10 responden di Brasil sedikit menjaga jarak dengan situasi konflik yang terjadi di luar negaranya itu.
Tingginya minat publik Jerman dan Polandia ini tidak hanya dipicu oleh proximity effect semata. Selain faktor kedekatan lokasi, dampak langsung dari konflik yang banyak dirasakan warga di Eropa menjadi faktor penyebab tingginya minat publik di Jerman dan Polandia mengikuti informasi konflik Ukraina-Rusia.
Polandia yang merupakan tetangga dekat Ukraina adalah salah satu tujuan pengungsi dari Ukraina. Demikian pula dengan negara Jerman. Hingga 6 Juli 2022, Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi mencatat ada 1,2 juta pengungsi dari wilayah Ukraina yang masuk ke wilayah Polandia. Sementara pengungsi yang masuk ke negara Jerman mencapai 867.000 jiwa.
Kedua negara juga merasakan dampak langsung akibat perang. Rusia yang terkena sanksi dari sejumlah negara Barat segera membalas dengan menghentikan pasokan gas, termasuk ke Polandia dan Jerman. Selama ini negara-negara itu juga memiliki ketergantungan dengan suplai gas Rusia.
Pilihan media
Minat audiens mengikuti informasi perang Ukraina-Rusia turut berimbas pada kepercayaan publik kepada media yang kredibel. Hasil survei Digital News Report 2022 menunjukkan pola perilaku audiens yang lebih banyak mencari informasi perang Ukraina melalui televisi dan portal berita dari perusahaan media tepercaya.
Lebih dari separuh responden di lima negara tersebut memilih mengakses informasi yang disajikan televisi dan portal berita kredibel. Informasi perang melalui saluran televisi banyak dipilih publik Jerman (43 persen) dan Brasil (44 persen). Sementara berita yang disajikan portal perusahaan media tepercaya banyak diakses publik Inggris dan Polandia.
Kepercayaan publik kepada media tepercaya ini tidak dapat dilepaskan dari banjir informasi dan hoaks yang terjadi selama konflik Ukraina-Rusia. Lembaga News Guard bahkan telah mengidentifikasi 236 situs web yang menyebarkan disinformasi dan propaganda sejak invasi Rusia 24 Februari 2022 hingga 6 Juli 2022.
Youtube juga menghapus lebih dari 70.000 video dan 9.000 saluran yang terkait dengan perang di Ukraina karena melanggar pedoman konten. Konten yang dihapus termasuk video yang berisi propaganda perang.
Tanpa disadari, disinformasi ini dapat mengakibatkan audiens lelah mengikuti berita seputar perang. Kelelahan ini dalam jangka panjang dapat membuat audiens menghindari informasi yang disajikan perusahaan media. Fenomena ini juga ditangkap dari hasil survei Digital News Report 2022.
Dari analisis perbandingan di masa awal serangan Rusia dan selama konflik berlangsung, muncul peningkatan menghindari informasi konflik oleh audiens. Peningkatan fenomena menghindari berita ini paling tinggi terjadi di Jerman, Polandia, dan Amerika Serikat.
Di awal perang, publik Jerman yang menghindari informasi mengenai perang Ukraina tercatat sebesar 29 persen. Namun, sepanjang perang berlangsung, mereka yang menghindari berita seputar konflik naik menjadi 36 persen. Tren serupa terjadi di Polandia (naik 6 persen) dan Inggris (naik 4 persen).
Mulai jenuhnya publik terhadap informasi perang menjadi tantangan bagi media untuk menghadirkan berita yang tidak membosankan. Lalu, apa yang harus dilakukan media untuk menjaga minat audiens untuk mengikuti berita seputar perang di Ukraina?
Temuan survei menunjukkan ada tiga hal mendasar yang menjadi kebutuhan informasi bagi publik. Ketiga aspek itu ialah kebutuhan untuk mendapatkan informasi perkembangan terbaru, menjelaskan implikasi atau dampak konflik yang lebih luas, dan menyajikan ulasan dari berbagai perspsektif.
Secara umum, publik memberikan apresiasi terhadap penyajian informasi perkembangan terbaru yang dilakukan perusahaan media. Namun, untuk aspek memberikan gambaran implikasi atau dampak konflik secara lebih mendalam dan menyajikan ulasan dari berbagai perspsektif, seperti sejarah, psikologi, politik, hingga budaya, masih banyak diharapkan publik untuk dihadirkan media.
Dalam konteks pemenuhan kebutuhan tersebut, kedalaman informasi dan kemampuan memberi makna atas suatu peristiwa (jurnalisme makna) menjadi salah satu faktor penting dalam menjaga minat audiens tetap mengikuti pemberitaan konflik.
Solusi
Tiga harapan publik terhadap informasi yang mereka butuhkan tersebut juga mengingatkan hakikat jurnalisme damai yang diemban media dalam memberitakan perang. Informasi berita yang ditunggu publik tidak hanya berkutat pada peristiwa perang semata, tetapi juga implikasi konflik bagi peradaban masyarakat dan dunia.
Misi yang diusung dalam konsep jurnalisme damai bertumpu pada asas imparsialitas dan prinsip menghentikan kekerasan. Tanggung jawab terhadap kebenaran informasi harus melihat berbagai sudut pandang (perspektif) dan menyajikan klaim dari semua pihak yang terlibat (impartiality). Penggalian ragam perspektif ini untuk menghindari adanya klaim kebenaran informasi oleh satu pihak.
Tuntutan lain adalah menghadirkan informasi atau berita yang terus mengupayakan perdamaian dan menghentikan perang karena telah menjadi problem besar bagi nilai-nilai kemanusiaan. Dampak kekerasan yang tidak disadari, seperti kerusakan tatanan sosial, hancurnya masa depan, maupun trauma yang dialami, juga harus ditampilkan untuk memperkaya latar belakang informasi bagi audiens.
Selama ini audiens lebih banyak mendapatkan berita yang sekadar memotret unsur-unsur permukaan konflik, seperti informasi dari lokasi perang dengan jumlah korban dan kerugian materi yang hancur.
Kerinduan publik akan konten yang penuh makna juga menjadi gambaran keinginan audiens untuk menjalin kembali relasi (rekoneksi) dengan jurnalisme berkualitas. Di tengah disinformasi dan berita bohong yang mudah ditemukan di media digital, audiens membutuhkan konten berkualitas yang dapat membantu mereka melihat situasi perang secara komprehensif.
Mengingat kebutuhan informasi komprehensif dari audiens, media dituntut mampu mengungkap fakta secara lebih luas untuk memberikan pemahaman konteks mendalam bagi audiens atau bahkan memunculkan gagasan berupa solusi konflik.
Lihat juga: Laporan Langsung dari Ukraina: Rusia Hancurkan Sekolah di Kharkiv
Wajah perang yang biasanya hanya diisi dari sumber-sumber elite yang bertikai dapat lebih beragam menampilkan harapan masyarakat kecil, korban perang, kaum perempuan dan anak-anak, sukarelawan kemanusiaan, petugas layanan kesehatan, atau sejumlah pihak lain yang merindukan kedamaian.
Tanggung jawab media untuk menyajikan informasi secara mendalam tidak hanya akan menjawab kejenuhan publik terhadap berita perang yang berkutat pada sudut yang sama setiap hari. Namun, diharapkan ikut mendorong terbentuknya sikap, perilaku, atau respons terhadap dampak peperangan bagi tragedi kemanusiaan yang masih berlangsung hingga saat ini.(LITBANG KOMPAS)
Lihat juga: Dukungan dan Harapan Warganet Atas Kunjungan Jokowi ke Ukraina-Rusia