Upaya Memutus Rantai Infeksi PMK di Indonesia
Pembatasan mobilitas hewan ternak dan tindakan ”biosecurity” merupakan langkah penting dalam menekan penyebaran virus PMK. Langkah ini turut menempatkan manusia sebagai simpul memutus rantai infeksi.

Petugas melakukan vaksinasi penyakit mulut dan kuku di peternakan di Desa Klambir Lima, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (8/7/2022). Percepatan vaksinasi dengan target 30.000 ekor di Sumut dilakukan untuk memutus penularan PMK.
Kasus penyakit mulut dan kuku atau PMK pada hewan ternak terus meluas di Indonesia. Tercatat lebih dari 300.000 hewan ternak terinfeksi. Untuk menanggulanginya, Satgas Penanganan PMK melakukan pembatasan mobilitas daging sapi dan melaksanakan metode biosecurity.
Merebaknya wabah PMK itu menjadi suatu bentuk ujian berat di tengah catatan prestasi subsektor peternakan yang sudah dijaga kesehatan dan keamanannya selama lebih dari 30 tahun. Sejak tahun 1990-an, Indonesia diakui secara global sebagai negara bebas PMK tanpa vaksinasi. Namun, PMK kembali mewabah di pertengahan tahun 2022 dan telah terdeteksi setidaknya di 21 provinsi di Indonesia.
Kini, pemerintah tengah dihadapkan pada penyakit hewan yang bersifat menular akut dan ditakuti di seluruh dunia. Virus PMK ini menyebar sangat cepat, sulit dihentikan, dan membutuhkan waktu lama untuk menghilangkannya. Dalam sejarahnya, Indonesia membutuhkan waktu sedikitnya seratus tahun untuk bebas PMK sejak kasus pertamanya terdeteksi tahun 1887. Virus ini menjadi ancaman serius bagi seluruh peternak, khususnya hewan berkuku belah.
Berdasarkan catatan data Kementerian Pertanian hingga 6 Juli 2022, ada 332.210 hewan ternak terinfeksi PMK. Sekitar 2.000 ekor di antaranya dinyatakan mati. Saat ini, wilayah episentrum PMK terdapat di Jawa Timur, seperti di Kabupaten Probolinggo, Malang, Ponorogo, Jember, Lumajang, Jombang, Pamekasan, Bangkalan, Pasuruan, dan Bondowoso. Kasus pertama PMK terkonfirmasi di Jatim terjadi pada 28 April 2022 di Kabupaten Gresik.

Tingginya penularan wabah di Jatim itu salah satunya disebabkan oleh banyaknya peternakan sapi di wilayah bersangkutan. Jumlah sapi potong di Jatim menyumbang sepertiga total sapi potong nasional. Akibatnya, virus PMK itu dapat dengan mudah menyebar pada ternak lainnya ketika ada salah satu hewan yang terjangkit. Kian masif lagi penularannya apabila peternakan sapi kurang terawat dan tidak bersih.
Situasi saat ini menjadi pekerjaan besar bagi Pemerintah Indonesia. Kerugian secara ekonomi telah terlihat seperti penurunan harga jual sapi, berkurangnya stok daging, dan terganggunya suplai susu sapi. Sayangnya, kondisi ini belum dapat diperkirakan sampai kapan akan berlangsung. Dunia peternakan baik secara nasional ataupun global berada dalam bayang-bayang ketidakpastian. Bahkan, Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (WOAH) memperkirakan PMK masih beredar di 77 persen populasi ternak global. Artinya, PMK masih menular secara masif dan memiliki risiko perburukan kondisi yang masih sangat tinggi.
Virologi
Secara virologi, PMK disebabkan oleh virus berjenis ribonucleic acid (RNA) yang berasal dari keluarga Picornaviridae, genus Apthovirus. Selain Apthovirus, masih ada tujuh genus virus lainnya, yaitu Enterovirus, Teschovirus, Cardiovirus, Erbovirus, Kobuvirus, Hepatovirus, dan Parechovirus. Oleh karena itu, sejarah penyakit hewan ternak banyak muncul dari jenis virus yang berasal dari keluarga Picornaviridae.
Serupa dengan karakteristik virus lainnya, virus penyebab PMK memiliki ketahanan tersendiri terhadap suhu dan derajat keasaman agar tetap dapat hidup di dalam inangnya. WOAH memberikan petunjuk teknis tentang resistensi dan keamanan biologis virus PMK.
Pertama, virus akan mati di suhu lebih dari 50 derajat celsius. Kedua, secara cepat virus tidak aktif di area dengan derajat keasaman (pH) kurang dari skala 6 dan lebih dari skala 9. Selain itu, sejumlah senyawa kimia juga mampu membuat virus mati,i seperti sodium hidroksida, sodium karbonat, asam nitrat, asam asetat, sodium hipoklorida, sodium klorida, dan klorin dioksida.
Terakhir, virus mampu bertahan hidup di dalam produk susu murni dan produk susu setelah satu siklus pasteurisasi di suhu 72 derajat celsius. Virus PMK juga bertahan di proses pengeringan dan dapat bertahan hingga berminggu-minggu di dalam bahan organik yang lembab dan dingin. Bahkan, virus akan tetap hidup di dalam pakan ternak dan lingkungan yang terkontaminasi hingga satu bulan. Karakteristik ini membuat virus PMK relatif sulit dihilangkan dan berpotensi akan terus meluas di Indonesia.
Untuk menangani wabah tersebut, pemerintah membentuk Satgas Penanganan PMK Nasional yang dipimpin oleh BNPB. Dua upaya utama menekan penyebaran virus adalah pembatasan mobilitas hewan ternak dan tindakan pengamanan biosecurity.
Pada fase awal wabah PMK, Pemprov Jatim menerapkan kebijakan isolasi atau karantina bagi hewan terinfeksi berbasis kandang. Artinya, saat ada hewan ternak terkonfirmasi positif, maka seluruh ternak di lokasi tersebut harus isolasi selama 14 hari. Selama isolasi, tidak boleh ada proses lalu lintas masuk dan keluar kandang.
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali juga menghentikan semua pergerakan ternak sapi pada awal Juli 2022. Selain menghentikan mobilitas, sejumlah pasar hewan di Bali juga ditutup hingga dua pekan ke depan. Sementara itu, Jawa Tengah memilih untuk mempercepat vaksinasi hewan ternak hingga 77.000 dosis.

Provinsi lain yang menjadi episentrum PMK, seperti Aceh, Jawa Barat, dan Sumatera Utara, terus mengupayakan penanganan yang optimal. Langkah yang ditempuh adalah pemberian vitamin, antibiotik, dan penutupan sejumlah pasar hewan. Vaksinasi akan dilakukan dan terus diperkuat hingga laju infeksi terkendali.
Selain pembatasan mobilitas, langkah penanganan berikutnya adalah biosecurity. Pemahaman tentang biosecurity ini harus tepat. Sebab, tidak hanya menargetkan keamanan dan kesehatan hewan saja, tetapi turut menempatkan manusia sebagai simpul penanganan untuk memutus rantai infeksi.
Oleh sebab itu, dalam konteks keamanan biologis tersebut menekankan pada tiga upaya penting. Terdiri dari dekontaminasi, pemotongan bersyarat, dan pemusnahan. Sesuai SE No 2/2022, dekontaminasi merupakan proses sterilisasi menggunakan disinfektan untuk kandang, peralatan ternak, kendaraan, dan alat lainnya yang dimungkinkan menjadi sumber penularan.
Pemotongan bersyarat dilakukan berdasarkan persyaratan penanganan PMK, seperti dokumen kelayakan hewan ternak dan menunjukkan hasil tes negatif. Terkait pemotongan, apabila sapi yang terinfeksi dipotong, maka dagingnya masih dapat dikonsumsi oleh manusia dengan sejumlah ketentuan.
Sesuai arahan WOAH, syarat yang harus dipenuhi dalam mengonsumsi daging terinfeksi adalah terkait suhu dan derajat keasaman. Daging sapi harus dimasak secara matang sempurna, yaitu suhu lebih dari 50 derajat celsius. Selain itu, derajat keasaman juga bisa dilakukan hingga kurang dari skala 6. Untuk sementara waktu, masyarakat juga perlu menghentikan konsumsi pada sejumlah organ hewan seperti kaki, organ dalam, dan bagian mulut karena semuanya menjadi titik penularan virus.
Untuk mengoptimalkan upaya dekontaminasi itu, proses pemotongan hewan dan pengolahan daging harus dijaga tata laksana kebersihannya sesuai prosedur yang aman. Sebab, virus dapat saja terbawa air dan menyebar di sekitar kandang atau rumah pemotongan. Alat-alat pemotongan hewanpun rawan tertempel virus apabila tidak dibersihkan secara baik. Alih-alih menuntaskan masalah PMK, yang terjadi justru menjadi pusat infeksi baru yang berpotensi menular ke hewan ternak lainnya.
Selain dekontaminasi dan pemotongan bersyarat, metode biosecurity berikutnya adalah pemusnahan hewan. Metode ini bertujuan mencegah kontak antara hewan terinfeksi dengan hewan rentan. Tak hanya itu, pemusnahan mampu mencegah reproduksi virus dalam jumlah besar di inangnya.
Dalam melaksanakan berbagai metode biosecurity itu perlu kerja sama yang erat antarlembaga pemerintah dan juga melibatkan peternak. Mengingat hewan ternak adalah aset kekayaan yang sangat penting sehingga perlu koordinasi antara pemerintah dan peternak sehingga menghasilkan solusi kebijakan yang sama-sama menguntungkan kedua belah pihak. Virus segera tertuntaskan, tetapi peternak tidak menanggung kerugian tertalu besar.
Apabila dilihat di laman siagapmk.id, saat ini tercatat ada sedikitnya 16 regulasi yang diterbitkan sepanjang wabah PMK hingga Juni 2022. Aturan terbaru terbit 4 Juli 2022, yaitu Instruksi Mendagri No 32/2022 yang menjelaskan tentang penentuan zonasi pengendalian lalu lintas hewan dan produk hewan rentan PMK yang melibatkan unsur tingkat provinsi hingga RW/RT.
Waspada penyakit lain
Wabah PMK tersebut kian membebani pemerintah dalam hal penuntasan masalah penyakit hewan di Indonesia. Sebab, masih ada beberapa jenis penyakit yang masih belum teratasi hingga saat ini. Berdasarkan data Direktorat Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, ada empat penyakit lain yang menyebabkan ratusan hewan terinfeksi sepanjang tahun 2022. Penyakit itu adalah LSD, HPAI, ASF, dan rabies.

Hingga Juli 2022, tercatat sedikitnya 1.400 hewan terinfeksi LSD atau lumpy skin disease. Penyakit LSD umumnya menyerang sapi dan kerbau dengan gejala klinis kerusakan kulit yang membentuk lingkaran atau nodul di leher, kepala, kaki, dan ekor. LSD cukup mengkhawatirkan karena memiliki morbiditas sebesar 10-20 persen dan mortalitas 1-5 persen. Konsentrasi kasus berada di Aceh dan Sumatera Barat.
Penyakit HPAI atau secara ringkas disebut dengan flu burung merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza dari unggas. Jenis virus yang menginfeksi antara lain H1N1, H3N2, dan H5N1. Saat ini tercatat 901 kasus infeksi flu burung di Indonesia dan terbanyak berada di Sulawesi Barat.
Penyakit hewan berikutnya adalah ASF atau African Swine Fever, yaitu infeksi virus yang menyerang babi dan sangat mematikan. Kasus ASF di Indonesia masih sekitar 610 ekor dengan wilayah penyebaran di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan NTT. Gejala klinis ASF adalah kemerahan di bagian perut, dada, dan skrotum, diare berdarah, demam, dan kehilangan nafsu makan.
Penyakit berikutnya yang menginfeksi banyak hewan dan juga manusia adalah rabies. Kasus rabies secara nasional hingga Juni 2022 mencapai 424 ekor dengan konsentrasi wilayah penularan adalah Bali dan Sulawesi Selatan. Tingkat kematian akibat rabies mencapai hampir 100 persen dan menyebabkan kematian 59.000 orang tiap tahun. Reservoir utama penyakit ini adalah anjing.
Penanganan penyakit yang disebabkan oleh hewan atau zoonosis tersebut harus menjadi agenda bersama di level nasional hingga daerah. Sebab, ancaman yang ditimbulkan tidaklah sederhana, mulai dari kerugian secara ekonomi hingga risiko kolapsnya kesehatan publik karena wabah penyakit.
Oleh karena itu, PMK yang sedang mewabah perlu segera mendapat penanganan tepat. Apalagi, sudah lebih dari 2.000 hewan ternak mati. Saat ini, Satgas Penanganan PMK tengah berupaya semaksimal mungkin untuk mengendalikan dekontaminasi, pemotongan bersyarat, dan pemusnahan hewan. Upaya preventifnya adalah dengan menyediakan vaksinasi. (LITBANG KOMPAS)