Konfigurasi Loyalitas Dukungan Capres Masih Dinamis
Perubahan dukungan capres tetap mungkin terjadi mengingat rendahnya loyalitas pemilih capres di papan menengah ke bawah. Bagaimana peluang capres menggaet pemilih nanti di 2024?
Hasil survei Litbang Kompas periode Juni 2022 kembali mengerucut pada tiga sosok calon presiden yang menempati urutan teratas dengan telah meraup tak kurang dari tiga perlima bagian dari total keseluruhan elektabilitas.
Sekalipun demikian, potensi perubahan konfigurasi dukungan pada setiap capres tetap mungkin terjadi mengingat rendahnya loyalitas pemilih capres di papan menengah ke bawah.
Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan secara berurutan masih menempati tiga besar bakal capres dengan tingkat elektabilitas tertinggi dalam survei Litbang Kompas terbaru pada Juni 2022.
Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan secara berurutan masih menempati tiga besar bakal capres.
Secara tren, sebetulnya capaian elektabilitas ketiganya tak banyak berubah, bahkan dapat dikatakan cukup stagnan dalam ambang toleransi margin of error sebesar +/- 2,8 persen.
Prabowo masih mendulang tingkat keterpilihan tak kurang dari seperempat bagian, sama halnya dengan capaian di periode survei Januari 2022 yang melejit hingga 26 persen.
Begitu pula dengan elektabilitas Ganjar, sedikit mengalami kenaikan menjadi 22 persen dengan capaian sebelumnya yang juga telah menyentuh seperlima bagian. Sementara tingkat keterpilihan Anies bergeming di kisaran 12,6 persen setelah sempat di angka 14,2 persen.
Mengerucutnya keterpilihan pada tiga besar capres dengan elektabilitas tertinggi itu pun sejalan dengan besarnya loyalitas para pemilihnya. Hasil survei terbaru juga merekam bahwa tingkat loyalitas pemilih ketiga sosok capres tersebut beriringan dengan mencapai di atas 80 persen.
Secara garis besar, meskipun ada penurunan jika dibandingkan pada hasil survei Januari 2022, Ganjar tetap memiliki tingkat loyalitas paling tinggi dibandingkan kedua calon lain. Pemilih loyal Ganjar pada survei Juni mencapai 87,9 persen, sedikit menurun dari sebelumnya tak kurang dari 92 persen.
Pemilih Anies pun tak kalah loyal, pada periode ini mencapai 83,6 persen. Ada peningkatan yang cukup signifikan setelah pemilih loyal Anies yang terekam pada Januari sekitar 76 persen. Begitu pula untuk loyalitas pemilih Prabowo, yang mengalami kenaikan menjadi 80,9 persen.
Besarnya angka pemilih loyal kepada Prabowo, Ganjar, ataupun Anies ini semakin meneguhkan bahwa capres memang telah merunjung pada ketiga sosok ini. Dalam artian, hanya sebagian kecil, bahkan di bawah 20 persen, pemilih ketiga capres tersebut yang berpikir untuk mengalihkan dukungannya.
Loyalitas rendah
Kondisi berbeda justru terbaca pada dukungan yang mengalir untuk sosok capres yang berada di posisi papan menengah hingga bawah. Rentang tingkat elektabilitas yang jauh dengan tiga besar teratas, bahkan dalam survei terbaru posisi capres untuk urutan keempat dan seterusnya hanya mengantongi elektabilitas tak sampai 5 persen.
Sandiaga Uno, Ridwan Kamil, dan Agus Harimurti Yudhoyono secara berurutan berada menyusul tiga besar capres teratas dengan hanya memiliki elektabilitas lebih dari 3 persen.
Hal itu ternyata sejalan pula dengan tingkat loyalitas pemilih yang begitu jauh lebih rendah. Dalam artian, besaran proporsi untuk pemilih yang masih mengayunkan dukungannya (swing voters) cukup besar.
Tingkat loyalitas pemilih Sandiaga, misalnya, hanya mencapai 15,7 persen. Begitu pula untuk Ridwan Kamil, pemilih loyal tetap berkisar di angka 12 persen. Sementara AHY, tingkat loyalitas pemilihnya jauh lebih rendah lagi, yaitu sekitar 5,4 persen.
Loyalitas pemilih yang sangat kecil menunjukkan kemantapan pemilih capres di barisan papan tengah itu belum kuat. Hal ini mengindikasikan tak sedikit pemilih yang berpotensi akan mengalihkan dukungannya kepada sosok lain yang dianggap lebih potensial ataupun bisa dikatakan memenuhi harapan sebagai presiden.
Tak ayal, dengan proporsi pemilih loyal yang cukup kecil itu, mayoritas dukungan pemilih pun rentan beralih, bahkan mencapai di atas 80 persen.
Pemilih yang masih ragu-ragu untuk terus mendukung atau berubah mengalihkan pilihan pada sosok capres lain itu memang akan menjadi ceruk perebutan.
Pada kondisi merunjungnya pilihan ke sosok kuat seperti saat ini, limpahan peralihan dukungan dari swing voters di papan tengah ini besar kemungkinan akan menjadi suara bagi salah satu capres di papan atas.
Menguatnya pertimbangan pemilih lebih didasarkan pada hal yang melekat pada sisi personal capres. Lebih dari separuh bagian responden menyatakan justru akan melihat sikap dan citra personal capres, seperti kewibawaan, ketegasan, hingga pribadi yang agamis serta tampak sederhana dan merakyat, sebagai pertimbangan menjatuhkan pilihannya.
Prasyarat yang dijadikan landasan pertimbangan pemilih tersebut selayaknya memang telah menguat pada tiga besar capres yang masing-masing memiliki keunggulan untuk dipersonakan sebagai sosok yang memenuhi ekspektasi sebagai pemimpin.
Faktor partai pengusung di luar pertimbangan itu, faktor lain yang tentunya juga akan memengaruhi pergerakan dukungan terhadap capres tentu berkaitan dengan dinamika politik yang masih terus bergerak dengan banyak kemungkinan. Termasuk pula berkaitan dengan pengusungan capres oleh partai politik.
Besarnya loyalitas dan pertimbangan dukungan yang lebih menguat kepada sosok capres itu menjadikan faktor partai pengusung tidak lagi besar memengaruhi pilihan publik.
Hasil survei mendapati bahwa sekalipun tetap ada potensi suara capres yang tergerus karena diusung oleh partai yang tak sesuai harapan pemilih, besarannya masih di bawah seperlima bagian responden yang mengungkap demikian. Sejalan dengan itu, tingginya loyalitas dalam mendukung capres ini pun tergambar merata dari tiap pemilih partai.
Secara umum, pemilih partai politik tertentu yang menyatakan tetap akan mendukung capres yang mereka sukai sekalipun didukung oleh partai yang tak diinginkan cukup proporsinya, mencapai tak kurang dari tiga perempat bagian responden.
Tak kurang dari 75 persen pemilih PKB, Gerindra, PDI-P, Perindo, PPP, Partai Golkar, dan PAN menyatakan tetap akan memilih capres sekalipun terdapat kondisi yang berbenturan dengan partai pengusung yang tidak disukai.
Melihat hal itu, dukungan yang mengalir pada sosok capres pun bisa dimungkinkan tak lagi terkonsentrasi pada satu basis partai tertentu. Pendukung Prabowo saat ini, misalnya, selain pemilih Gerindra (27,5 persen), juga berasal dari para pemilih Demokrat (14,1 persen) dan Partai Golkar (13,8 persen).
Menyebarnya basis pendukung dari partai-partai lain di luar Gerindra ini tentu menjadi pembuktian bahwa menguatnya sosok Prabowo sebagai capres tanpa lagi dibayangi-bayangi oleh atribusinya sebagai pemimpin tertinggi partai politik tertentu.
Hal yang sama terbaca dari pendukung Anies. Sebagai sosok nonkader partai, basis dukungan Anies mengalir dari beberapa pemilih partai besar.
Responden yang menyatakan dukungannya kepada Anies sebagai capres di antaranya berasal dari pemilih Demokrat (22,2 persen), PKS (18,3 persen), dan Gerindra (10,5 persen). Di luar itu, ada pula pemilih dari PDI-P (8,5 persen) dan Partai Golkar (7,8 persen).
Pola sedikit berbeda terlihat untuk basis dukungan Ganjar yang masih deras berasal dari partai asalnya, yaitu PDI-P. Tak kurang 42,2 persen pendukung Ganjar merupakan pemilih PDI-P.
Sementara porsi dukungan dari pemilih partai lainnya terpaut jauh, seperti Demokrat (8,0 persen) hingga Partai Golkar dan PKB yang masing-masing sebesar 7,6 persen.
Basis dukungan Ganjar yang masih terkonsentrasi pada pemilih PDI-P ini menunjukkan loyalitas pemilih partai ini yang juga melekatkan sosok capres untuk didukung sebagai representasi dari partai.
Segenap dinamika yang akan saling bertautan memengaruhi penting untuk diperhitungkan, baik oleh partai politik dalam mengusung capres maupun sosok capres dalam melabuhkan kepada partai yang tepat sebagai kendaraan untuk maju dalam pemilihan.
Baik sosok capres maupun partai politik tentu memiliki kepentingan elektoral untuk meraup dukungan sebanyak-banyaknya.
Kini, dengan potret loyalitas pemilih yang hanya merunjung kuat pada tiga sosok, juga konstelasi politik yang masih terus berjalan dengan berbagai kemungkinan, tentu berpengaruh pula pada kedinamisan tingkat loyalitas pemilih capres. (LITBANG KOMPAS)