Peranan Jurnalisme Berkualitas di Era Banjir Informasi
Banjir informasi, tetapi minim pemahaman. Inilah dilema masyarakat yang hidup di era digital. Diet informasi melalui jurnalisme berkualitas adalah solusi menghadapi banjir informasi yang melelahkan.
Banjir informasi membuat orang kewalahan untuk mengolah pengetahuan menjadi suatu pemahaman. Peranan jurnalisme berkualitas sangat diperlukan sebagai penyedia informasi berbobot.
Gambaran besarnya skala banjir informasi bisa terlihat dari volume informasi yang diunggah melalui beberapa plaform media sosial (medsos). Misalnya pada platform Twitter, setiap hari terdapat sekitar 500 juta cuitan yang diunggah oleh penggunanya, atau sekitar 6.000 cuitan per detik.
Masifnya unggahan konten digital juga terjadi pada platform Instagram. Terdapat unggahan lebih dari 100 juta foto dan 5 juta video setiap harinya. Selanjutnya, para youtuber turut menyumbang banjir informasi berupa video dengan durasi hingga 500 jam yang diunggah dalam waktu satu menit.
Arus informasi semakin melimpah ruah dengan adanya portal berita daring yang memajang kabar terkini. Sayangnya, sejumlah portal berita sering kali hanya memburu jumlah klik melalui judul-judul bombastis.
Serbuan informasi ini kian tak terbendung ketika pengguna aplikasi perbincangan seperti halnya WhatsApp turut serta membagikan informasi dalam grup-grup perbincangan. Masifnya volume informasi yang menghujani otak manusia setiap saat membuat sebagian orang menjadi kewalahan dalam menerima informasi itu sendiri. Melelahkan.
Saat ini, sumber utama informasi dan pemberitaan didapat melalui kanal digital terutama dari platform medsos. Fenomena ini dipetakan oleh Reuters Institute dan Universitas Oxford melalui survei tahunan bertajuk Digital News Report.
Dalam laporan Digital News Report2022, terungkap bahwa 82 persen responden dari 46 negara memperoleh berita dari media digital. Wujudnya berupa kombinasi antara medsos dan portal berita daring. Terdapat 57 persen di antaranya yang secara khusus mendapat berita dari kanal medsos.
Angka tersebut tidak terpaut jauh ketika dibandingkan dengan hasil survei Digital News Report2016. Terdapat 82 persen responden mencari berita di kanal digital dan 51 persen di antaranya mengakses berita melalui medsos. Terlihat ada peningkatan 6 persen di kelompok audiens pengakses berita dari medsos dalam kurun delapan tahun terakhir.
Sementara itu, kelompok audiens di Indonesia yang menjadikan medsos sebagai sumber utama berita tahun ini sebesar 68 persen dari 2.068 responden. Hanya sekitar 20 persen responden saja yang secara khusus membuka portal berita digital. Apabila digabungkan terdapat 88 persen warganet Indonesia yang mengonsumsi berita dari kanal digital baik melalui medsos ataupun portal berita.
Khusus yang berasal dari kanal medsos, konsumsi berita digital masyarakat Indonesia berada di atas rata-rata dunia. Besarannya mencapai 68 persen di atas rata-rata global yang hanya sebesar 57 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa medsos menjadi rujukan berita digital bagi sebagian besar warganet di Indonesia.
Etalase digital
Ulasan lebih jauh pada laporan Digital News Report2022 menyebutkan bahwa saat ini media sosial menjadi etalase utama konten berita digital. Terdapat dua jenis konten berita yang disajikan melalui medsos. Pertama, konten berita yang hanya ada di medsos dengan format sajian sesuai dengan platform masing-masing. Kedua, konten yang berupa cuplikan dari berita lengkap yang dimuat di portal berita digital.
Data Digital News Report2015 menunjukkan terdapat sekitar 20 persen responden yang saat itu memanfaatkan medsos sebagai sumber berita utama, sedangkan 40 persen responden lainnya mengakses berita melalui portal berita. Kondisi tersebut berbalik pada tahun 2022, di mana 39 persen audiens mengandalkan konten berita di kanal medsos, sedangkan audiens yang langsung menuju portal berita turun menjadi 34 persen.
Perubahan perilaku audiens mengindikasikan bahwa aktivitas digital yang berkaitan dengan akses berita kini dominan berkutat di platform medsos. Sebagian besar warganet Indonesia sekitar 54 persen memanfaatkan Whatsapp untuk memperoleh dan membagikan tautan konten berita digital. Disusul oleh pengguna Youtube 46 persen; Facebook 44 persen; Instagram 37 persen; Twitter 20 persen; dan Tiktok 16 persen.
Secara peringkat, Tiktok berada di urutan terbawah. Namun, ketika dicermati pada angka pertumbuhan audiens berita, justru kenaikannya paling tinggi. Disandingkan dengan data Digital News Report2021, audiens berita di Tiktok mengalami pertumbuhan sebesar 5 persen. Sebaliknya, penurunan audiens berita terbesar pada periode ini dialami oleh Whatsapp, yakni hingga minus 6 persen.
Perubahan perilaku audiens berita digital terus terjadi seiring dengan perkembangan platform medsos yang sedang populer di masyarakat. Perilaku bermedia digital akan terbentuk oleh format konten yang disodorkan oleh platform mayor seperti Youtube, Instagram, serta Tiktok. Artinya, perusahaan pers perlu terus memantau perubahan perilaku khalayak untuk dapat menjaga relevansi mata audiens.
Diet informasi
Banjir informasi yang mengalir melalui kanal digital berpotensi membuat audiens kesulitan dalam memahami fakta dan peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Dari hasil survei Reuters Institute dan Universitas Oxford terungkap bahwa salah satu dari enam alasan orang enggan mengakses berita karena tidak percaya terhadap kredibilitas konten berita (29 persen).
Selain itu, ada juga yang beralasan muatan informasi tidak relevan dengan kebutuhan audiens (16 persen). Keengganan ini tentu saja menjadi tantangan bagi dunia jurnalistik guna menggugah kembali hasrat audiens berita untuk kembali percaya dan sekaligus menjawab keinginan audiens.
Tantangan produk jurnalistik pada platform digital pernah dikulik oleh dua jurnalis senior asal Amerika Serikat, yaitu Bill Kovach dan Tom Rosenstiel satu dekade yang lalu. Mereka berdua merilis buku berjudul Blur: How to Know Whats’s True in the Age of Information Overload (2010) yang mengulas mengenai kesulitan audiens berita digital untuk menemukan dan memilah berita yang kredibel dan dapat dipercaya.
Banjir informasi pada lanskap berita digital kadang diperkeruh juga dengan beredarnya berita bohong. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat sepanjang tahun 2021 menemukan ada 42 berita bohong yang ada pada konten berita daring. Selain itu, terdapat sekitar 565.000 konten misinformasi dan disinformasi di medsos yang diblokir oleh Kominfo. Beredarnya konten berita yang menyesatkan ini dapat berdampak buruk pada kehidupan masyarakat.
Dengan berbagai persoalan yang berkelindan di era informasi digital, Kovach dan Rosenstiel menawarkan kiat yang disebut dengan diet informasi. Kiat ini berupa perilaku dalam memilah dan membatasi sumber informasi hanya dari sumber yang berkualitas unggul dan relevan dengan kebutuhan.
Diet informasi akan memberikan sejumlah manfaat seperti kualitas hidup yang lebih baik serta mendapat informasi yang memadai dan akurat. Selain itu, juga membuat seseorang dapat merespon peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitarnya secara proporsional. Apabila hal ini dilakukan maka dapat mengeliminasi sejumlah dampak negatif dari berita. Misalnya saja, menghindari suasana hati (mood) menjadi jelek serta mengurangi kelelahan akibat terpaan banyaknya berita.
Jurnalisme berkualitas
Jurnalisme berkualitas dapat mengambil peran sebagai penyedia konten yang mendukung pada fase diet informasi. Karakter berita berkualitas ditentukan oleh muatan informasi di dalamnya. Apabila banjir informasi dipenuhi oleh berita yang sebatas memuat informasi tentang ”apa”, ”siapa”, ”di mana”, serta ”kapan”, jurnalisme berkualitas memuat informasi yang lebih berbobot. Setidaknya lebih menekankan pada konten ”mengapa” dan ”bagaimana”.
Dalam buku Blur disebutkan bahwa pers di era digital perlu berperan sebagai agen perantara dialog antarwacana. Tidak hanya sebagai penyampai informasi, dalam sebuah produk jurnalistik berkualitas bisa ditemukan pengetahuan tentang relasi serangkaian informasi yang mampu memberikan pemahaman yang utuh kepada audiens.
Sering dijumpai di medsos beredar informasi tentang peristiwa terkini, seperti kabar kecelakaan. Biasanya pada suatu unggahan ditemukan keterangan singkat berupa informasi waktu dan lokasi kejadian, serta siapa saja pihak yang terlibat. Keterangan pendek tersebut acap kali ditutup dengan kalimat ”kronologi peristiwa menyusul”.
Model informasi yang singkat dan tidak utuh itu menyebabkan audiens hanya mendapat pengetahuan yang dangkal tentang suatu peristiwa. Di sinilah jurnalisme berkualitas bisa memainkan perannya.
Untuk dapat menyajikan informasi yang berkualitas, dibutuhkan serangkaian data berupa catatan peristiwa yang dikumpulkan agar bisa mengungkap makna atau temuan dari suatu peristiwa. Dari situlah didapati sebuah informasi yang bermuatan pemaparan.
Melalui konten berita bercorak pemaparan, audiens akan terbantu memahami serangkaian peristiwa yang terjadi di sekitar mereka. Selama ini mayoritas konten berita yang beredar justru memancing orang untuk terus mengikuti update informasi yang sepotong-sepotong. Seolah-olah audiens dibiarkan sendiri untuk merangkai kepingan puzzle informasi di kondisi kepungan banjir informasi.
Oleh sebab itu, saat ini sangat dibutuhkan mercusuar informasi sebagai alat bantu navigasi di era banjir informasi. Jurnalisme berkualitas dapat membantu audiens untuk menerapkan diet informasi dan menunjukkan arah agar tepat dalam mengambil keputusan serta tidak tersesat. (LITBANG KOMPAS)